Trending Topics

.

.

Monday, April 02, 2012

Sense of an Autumn



Puas Kalian??!
Puas Kau Ilana Tan?
Puas Kau Marshella Riyanto yang telah memberikan saya ebook nggak penting ini buat dibaca?
Puas Kau Bella Civia Noverianti yang telah membuat saya penasaran lebih jauh terhadap isi novel ini?
Puas Kau “Autumn in Paris” yang judulnya sudah membuat saya kepincut dan akhirnya membuat saya memutuskan untuk mengorbankan setengah waktu minggu saya yang “mahal” hanya untuk melahap habis sisa 4/5 buku yang belum terbaca tadinya?
Puas Kalian menguras air mataku hari ini?!



Ini tersangkanya!

Oke, kalian berhasil, dan nilainya lumayan! LULUS KKM! Yeeahh!#plak
*Maap yang diatas saya songong~#sujud-sujud*
Sebenarnya saya ini sangat sangat kudet, secara ini novel udah dari kapan tau terbitnya dan saya baru baca =3= Sebenernya, udah niat men, dari dulu dulu. Semenjak saya tau dari temen saya yang katanya sodaranya beli ini buku setaun yang lalu. Toh dari judulnya aja, saya udah kepincut berat, tuh liat, AUTUMN IN PARIS!


Pertama, AUTUMN!
yoohoooo, tau gak sih, itu musim favo saya sejak zaman dahulu kala, sejak saya tahu bahwa di dunia ini gak Cuma ada musim kemarau, musim hujan, dan musim layangan. Sejak saya tau bahwa negara-negara beriklim subtropis dan dingin memiliki empat musim dimana salah satunya adalah musim gugur. Saya nggak peduli seberapa noraknya saya terhadap salju. Toh, orang kan biasa mikirnya gitu, yang gak ada disini dan ada disana itukan Cuma salju!

 Musim panas? Banyak. Musim semi? Tinggal nunggu tiap pagi juga ada kembang yang mekar. Nah, musim gugur? Ini pas kemarau dateng aja ke kebon jati, nah itu pada meranggas semua daunnya kan jadi pada gugur. Kalo salju? Kan nggak ada. << nih pemikiran orang norak, tauan salju mah di freezer kulkas juga ngampar kalo gak pernah dikuras#plakk

Gak tau kenapa, saya memang lebih tertarik sama Autumn dibanding musim lain. Keren aja gitu, meski namanya dalam bahasa Jepang terdengar lawas, of course, Autumn in Japanese called as “AKI”. And “AKI” in the sundanese has a same meaning as “EYANG KAKUNG”=3=#ngaco

Warna yang di compose sehingga menghasilkan harmoni yang biasa tertampilkan pada musim gugur adalah warna-warni yang saya suka. Cokelat, oranye, kuning telur, keemasan, agak kehitaman, sedikit dark lime, dan masih banyak lagi. Pokoknya warna-warna yang tak jauh dari situlah. Selain itu, menurut saya juga, menghabiskan waktu untuk berjalan jalan di taman, lalu berhenti di pinggir sungai, memandangi cahaya keemasan matahari senja yang terpantul di sungai sambil menikmati semiliran angin dingin yang dibubuhi lembaran lembaran daun cokelat berbagai bentuk yang turut menari bersamanya. Ituu… KEREEENN!!

Yang jelas intinya sudah sejak lama saya menyukai Autumn#reader:wan, Autumn siapa?-halah-
Tak peduli barisan pohon besar di depan Perpus Umum pas peralihan antara musim kemarau ke hujan pun daunnya agak cokelat-apa item yak?- dan berguguran juga saking kenceng anginnya. Musim yang beneran pengen banget saya alami pertamakali kala saya menginjakkan kaki di negara subtropis manapun atau bahkan di ranah benua biru sana suatu saat nanti adalah musim gugur. Yang menjadi latar dari Eiffel yang saya lihat secara langsung pertama kalinya nanti pun saya harap musim gugur. Dan yang menemani saya kala itu saya harap adalah Naoya#amin..


Yang Kedua, PARIS!
Yap, kalian tau itu kota impian saya sejak lama. Sejak kapan ya? Persisnya saya lupa yang pasti udah dari SD. Kenapa saya suka sama Paris?#nah ini siapa lagi?-ngek-
Yang pertama bukan karena Paris itu kota cinta, kota romantis atau apa. Toh, mengerti apa seorang saya yang duduk di SD tentang begonoan? Pertama saya suka karena itu kota kayaknya menghargai seni banget. Seni nggak jadi kebutuhan quarter-aja-nggak kayak disini. Disana, bahkan primer. Orang orang bisa hidup hanya dengan mengamen atau menjadi pelukis jalanan. Dan tentu mereka bukan hanya membawa kecrekan beras asal dan bernyanyi sesuka hati sambil memasang tampang melas, melainkan benar-benar menyuguhkan apa itu seni. Kota ini juga kota mode, meski akhir akhir ini sedikit tersaingi Milan dan London, atau bahkan Rio de Janeiro. Tapi tetap saja, yang namanya Paris itu ya identik betul dengan fashion. Dan asal kalian tau, aku urakan urakan begini, lumayan tertarik untuk jadi seorang fashion designer, hohooho..
Belakangan, setelah saya sudah mulai melirik dunia romance dan akhirnya terjun bebas semaunya kesana, benar harus kuakui, Paris itu romantis…#ugyaaa!!

Dan kedua kata itu dikombinasikan dengan dijembatani satu konjungtor yang bermaknakan ‘di’

AUTUMN IN PARIS a.k.a Musim Gugur di Paris#oke kalo diterjemahkan agak sedikit iloy
***

Err, Sekarang review dikit ya?
Pertama, perasaan saya dipermainkan sama ini novel. Sebelum baca saya udah denger sih dari temen-temen yang udah baca. Katanya sedih lah, kasian lah, terakhirnya mati lah, cowoknya mati lah, sad ending lah, pokoknya saya udah dapet banyak bocoran deh. Awalnya saya kira itu cerita cukup klise, tapi ternyata ide cerita yang sudah lumayan lumrah itu berhasil dikemas dengan menarik. Di awal cerita munculah seorang cewek amburadul blasteran Indo-France, yang sangat ditonjolkan sebagai seorang yang cerewet dan mudah penasaran, yang  kemudian difonis menjadi tokoh utama. Setelah dirinya, muncul orang lain. Seorang pria*wedeew..* yang kebetulan bikin saya takjub, terpana, plus ngakak, karena kenapa?

Pertama, namanya ituloh, Sebastien! Sebastien Michaelis kali.. huahahhaXD
mungkin Sebastien itu versi French-nya Sebastian..

Yang kedua, si Sebastien ini mengingatkan saya sama Tamaki, Francis, Sanji, Michiru Nishikiori, dan banyak chara anime lainnya yang kurang lebih sejenis#eh, setipe. Yang saya suka dari mereka, termasuk si sebastien ini, meski mereka seenaknya flirting sana sini, tebar pesona sana sini, tapi tetep ada di mata mereka wanita yang punya kedudukan paling tinggi dibanding semua sasaran flirting mereka. Biasanya, mereka justru menjaga jarak dan hanya menjadi sebatas teman tanpa melakukan hal yang lebih jauh terhadap si wanita. Intinya, mereka tetap pribadi yang menghormati wanita kurang lebih.

Then, Si Sebastien ini benar-benar ditampilkan dengan tabiat asli khas orang Prancis. Liat aja seberapa sering dia tebar pesona, seberapa gampang dia dapet cewek baru, dan seberapa banyak mantannya atau bahkan pacarnya. Asal kalian tau, kebanyakan orang Prancis memang gitu, jangankan seorang fiktif seperti Sebastien, Napoleon-pun ternyata begitu..*ssstt..

Yang terakhir, SEBASTIEN PAKE KACAMATA!!!
entah kenapa saya juga demen ngeliat yang matanya agak mblawur#plakk
nggak sih, cuman cowok pake kacamata itu kayaknya keren aja gitu…
Berwibawa, keliatan pinter, apalagi kalo pas lagi benerin kacamata yang bagian hidungnya itu pake telunjuk doang#WWHOOAAA XDD*mimisan*

Alkisah, dalam cerita tersebut, masih di bagian awal, si Sebastien ini sering bikin Tara naik darah gara gara sering seenaknya cerita tentang cewek-ceweknya ke Tara yang notabene, menyukai Sebastien. Tapi, overall, di awal appearing, Tara sama Sebas itu cukup serasi kalo menurut saya.

Setelah mereka berdua, datanglah seorang lagi, yang kalo dibayangan saya, ibarat Sebas, Tara dan si orang baru ini Cuma punya 1 warna untuk mewakili diri mereka, Tara itu cokelat muda, Sebastien Kuning-Biru, dan si orang baru ini Hitam-Putih-entah kenapa-. Yak dialah Tatsuya Fujisawa, yang mengingatkan saya pada my dear Naoya, coba aja dia pake kacamata..#wan, banguun..!

Dia itu termasuk tipe yang saya incar#apadah. Yaa.. dimana seeh, nyari yang tipe begitu? Dimana woyy?!#ribut, dihajar warga

Yaaampuun, dia itu tampan, rambutnya hitam lurus, tak neko-neko. Dengan wajah oriental campur agak barat. Dan warna mata abu-abu gelap. Aiihh.. ^////^
Udah gitu, pengertian, penuh kejutan, baik banget, dan perlu digaris bawahi, romantis kawan-kawann..
Oiya, dia PINTER MASAK!XD

Kalo ngomongin soal ceritanya, awalnya saya nggak ngira jika si Tatsuya ini adalah aktor utamanya, beneran awalnya saya kira si Sebas. Lagipula di awalan cerita, perannya si Tatsuya ini bagai ubur-ubur, yang muncul, mendem, muncul, mendem, muncul lagi, mendem lagi#fiuhh..
Dan semua berubah saat negara api menyerang#salah!
Dan semua berubah saat Sebastien ke Nice, dari sana mulai tuh kedekatan-kedekatan antara Tara dan Tatsuya terbaca, mereka tanpa disadari sering pergi bareng dan semakin saling mengenal. Terus cara-caranya si Tatsuya yang melibatkan acara siaran radionya Elise dalam hubungan mereka itu saya akui cukup romantis dan kreatif juga. Semenjak itulah Tatsuya mulai bikin saya gigit jari. Yang saya perhatiin dari ini novel, kenapa ya hampir setiap pertemuan antar tokohnya itu dilakukan di jam istirahat makan, apa mungkin karena istirahat makan di Prancis itu lama ya? Terus lagi, si Tatsuya itu seneng banget megang kepalanya Tara. Kalo ini, emang ada sih tipe cowok yang emang kebiasaan suka megang kepala ceweknya. Setau sayaa~

Nah, di bagian pemunculan masalah, waktu Tara mulai merasakan sesuatu yang lain terhadap Tatsuya, saya sempet memfonis dia serakah. Ck, nggak serakah juga sih, maksudnya kok tega, kok bisa gitu lho berpindah secepat itu, wong saya aja nggak bisa bisa#stoopp! curcol lagi gua buang ke kali lu!

Tapi semua itu berhasil diluruskan Elise, bahwa sebagaimanapun Tara itu terkadang cemburu, sebagaimanapun ia tetap selalu mengharapkan perhatian Sebastien, ia bukan menyukai Sebastien dalam konteks hubungan antara laki-laki dan perempuan. Melainkan hanya sebagai teman atau kakak saja. Ini juga yang saya pelajari dari novel ini, bahwa ternyata menyukai seseorang pun ada tingkatannya, ada level dan bagiannya sendiri, dan perasaan suka itu tak tentu berhujung cinta.

Sejak disadarkan oleh Elise itulah, Tara tak lagi bimbang tentang perasaannya teradap Tatsuya. Sedang Tatsuya sendiri, ia jatuh cinta pada Tara sejak pertamakali melihatnya di Bandara, seperti ceritanya pada acara siaran Elise di Radio. Ada hebatnya lagi, cowok yang saya kira lawan mainnya Tara pertamanya, ternyata bener malah protective banget. Sampe sebelum Tara sama Tatsuya berhubungan lebih jauh, si Sebas ngancem Tatsuya, kalo dia nggak mau serius sama Tara, lebih baik dia mundur, karena kalo sampe Tatsuya menyakiti hati Tara, Sebastien-lah yang akan dihadapinya.

Hubungan Tara sama Tatsuya itu harmonis, manis, dan bikin melting banget. Mereka nggak mengumbar kemesraan macam orang Prancis lainnya kalo pacaran-mereka memang bukan orang Prancis sih-. Mereka hanya menghabiskan waktu untuk mengobrol, sharing, makan bersama, saling mentraktir, bergantian memasak, dan bersenang-senang di banyak tempat. Namun kesederhanaan itulah yang justru membuat mereka tahu, akhirnya, apa yang mereka inginkan dalam hidup mereka telah sama-sama mereka temukan.

Sayangnya, hidup tak akan berjalan semudah yang mereka bayangkan kedepannya. Misi Tatsuya ke Paris, selain untuk memenuhi kontraknya di perusahaan Ayahnya Sebastien, yakni untuk menemui cinta pertama Almarhumah ibunya dan menitipkan pesan beliau padanya lah yang menjadi sumber dari berbagai masalah yang kemudian timbul.
Dari Warna mata, kabut kelabu yang menyelimuti binar mata mereka, kabut yang sewarna itu, nantinya akan memudar dan memperlihatkan kenyataan apa yang takdir sembunyikan dari mereka. Ketika semuanya kemudian berbalik sulit, ketika sesuatu yang entah datang dari mana tiba tiba meremas hati mereka berdua, menghancurkan mereka pelan pelan, dan lambat laun, kenyataan yang ada memang harus mereka terima bahwa hidup yang mereka kira telah sempurna ini mengeruh begitu saja. Satu bagian saja hilang, maka kebahagiaan itu akan hilang, pudar, dan menguap habis pada waktunya, tergantikan oleh kesunyian, ketika akhirnya, kedua pasang kelabu itu berpisah, selamanya..
#HHUUUAAAAAAA!!!!*nangisdarah

Kemarin tercatat saya selesai membaca novel itu pukul 12.35, tapi sampe sore saya masih nyesek. Berkali-kali saya bengong lalu menggumam pelan, ‘yaampun.. Tatsuya-nya kasian, Tatsuya-nya kasian..’
RALAT, sampe ini pagi, bangun tidur saya masih nyesek!

Haahh.. bener deh, ini novel!
Tapi jujur, sebagai seorang pembaca perempuan, saya bukan simpati kepada Tara disini, melainkan Tatsuya. Sayangnya Point of View yang digunakan disini itu orang ketiga, seandainya orang pertama, dan yang nyeritain itu Tatsuya, nangis saya pasti lebih parah dari ini. Tapi pemilihan POV-nya tepat, dengan mengambil sudut pandang sebagai orang ketiga, pembaca jadi bisa lebih merasakan pergelutan batin antar tokoh yang jadi jurus cesplengnya ini novel. Kalo POV-nya dari Tara, mungkin gak akan se-seru ini jadinya.
Kenapa saya justru simpati sama Tatsuya? Coba liat, disini dia sebagai pihak laki-laki, pihak yang dimana mana selalu jadi sang pengambil keputusan, termasuk saat ia harus mengatakan yang sebenarnya pada Tara, meski ia terus mengulurnya karena tak sanggup dan akhirnya Tara tahu sendiri. Disini dia begitu kecewa pada semuanya, pada hidupnya, dan saya rasa dia tipikal orang yang pasrah, tipikal orang yang merasa jika setelah semua yang telah ia usahakan, tak ada lagi yang bisa ia lakukan. Ia hanya bisa pasrah dan berharap Tara bahagia. Egois sekali, saudara-saudara.. Egois pada dirinya sendiri, dengan seenaknya si Monsieur ini mengesampingkan perasaan, hati, rasa sakit yang ia rasakan, bahkan jiwa dan raganya yang hampir lebur demi kebahagiaan orang lain. Meski itu adalah wajar karena Tara bukan siapa-siapa, dia bukan orang lain bagi Tatsuya, Tara itu cintanya, harapannya, apa yang ia inginkan untuk melengkapi hidupnya, juga adiknya, ternyata..

Cerita tragis yang berlatarkan musim gugur ini sangat saya rekomendasikan untuk dibaca kawan..
Terutama bagi kalian yang belum baca dan lebih kudet dari saya, jika anda ingin menangis, baca ini!#ngiklan :P


Nggak, sebenarnya banyak yang saya dapet dari ini novel disamping Cuma nangis. Ada banyak, banyak pelajaran hidupnya. Novel ini juga secara tak langsung menerangkan mengenai berbagai jenis cinta. Nggak percaya? Baca aja. Dari mulai cintanya Sebastien ke Pacar-pacarnya, Cintanya Tara ke Sebastien, Cintanya Sebastien ke Tara, Cintanya Tara ke Tatsuya, Cintanya Jean-Daniel ke Sanae, Cintanya Kenichi-ayah angkat Tatsuya- ke Sanae, Cintanya Jean-Daniel ke Ibunya Tara, dan masih banyak lagi, dan ternyata itu semua adalah cinta yang berbeda.

Oiya, saya nggak boleh ketinggalan memvonis cerita ini. Ini Novel bukan Sad Ending lagi, tapi Double Sad Ending! Secara, nyampe mereka udah nggak bisa barengan, nyampe Tatsuya pulang ke Jepang dan nggak akan balik ke Paris lagi aja itu udah Sad Ending banget, nah ini? Udah gitu pake acara meninggal lagi Tatsuya-nya, kan namanya menyiksa pembaca kalo begini namanya. Kasian tau.. Tatsuya-nya…

Oke, Overall, 4 jempol yang saya punya rela saya persembahkan buat ini novel. Alamaak, kerenn! Lama saya tidak membaca novel yang bikin saya greget sebegininya. Bagi kalian yang baca ini post dan belum baca novelnya, saya ancam, HARUS BACA!

Ya

Ya


Ya


Ya




Yaaaaa?






#jatoh
Aduh!







#bangun, benerin baju
Oke, selamat siang dan salam olahraga! -Yuanita WP, 2012-

No comments:

Post a Comment