Trending Topics

.

.

Tuesday, December 06, 2011

Can't or Not Want

Ck, sial! Lagi-lagi soal dirimu!
Ini sudah lewat dari tiga tahun usia perasaan ini Abe, tapi aku masih belum meraih apa-apa. Aku yang entah harus kukatakan berkali-kali, aku lebih dari sekedar menyayangimu sebagai seorang ‘teman kecil’ saja. Mirisnya aku kurasa aku mencintaimu 3 tahun belakangan ini. yaa.. banyak yang sudah tahu.
Ingat soal puisiku yang ‘when new hopes come to my beautiful darkness’? Tadinya kukira cerita kita akan berakhir sudah disana, tapi ternyata hanya berlalu bagai rombongan burung migrasi yang lewat atas atap rumahku. Dan peristiwa itu justru menyadarkanku dari keragu-raguan tentang apa perasaanku terhadapmu masih bertahan hingga sekarang atau tidak, dan jawabannya tak berubah, sama sekali.
Abe, kalau tiba-tiba aku teringat soal masa depan, jujur aku takut. Bukan apa-apa, oke! Kuakui aku ini agaknya berlebihan, tapi memang inilah yang aku rasakan, jadi mau apa lagi? Soal perasaan semacam apa yang aku rasakan terhadapmupun belum sekalipun kurasakan sebelumnya. Tepat. Kau yang pertama! Jadi aku tak bisa ambil keputusan atau tentukan sesuatu atas ini karena aku samasekali tak punya pengalaman..
Tanya ke Ibuku, oh! Sungguh !! ide buruk. Bukan apa-apa, kalau yang seandainya kau itu orang lain yang ibuku belum kenal sebelumnya tak apa, tapi masalahnya ini adalah soal kau, teman kecilku, tetanggaku, dan ya kau tentu tahu betul seberapa dekat keluarga kita, hahah! Hell yeah!
Cuhat ke teman? Oke, great idea! Aku punya Tjoeploek yang yaah.. Tak pernah keberatan oleh yang semacam ini. tapi tentunya tak setiap saat aku bisa katakan semua yang aku ingin katakan pada mereka. Seberapapun dekatnya kami, aku tetap tak bisa betul-betul terka fikiran mereka. Aku tak mau jadi orang yang terlalu egois yang memaksa orang lain hanya mendengarkanku saja. Dan satu satunya choice yang kupunya hanya kata-kata di otakku dan MS Words di Oentoeng.
Cukup, adanya cukup membantuku mengurangi beban fikiran soal hal ini. tapi mereka tak lebih dari sekedar tempat bagiku untuk melampiaskan emosiku, kekecewaanku terhadapmu, mengutarakan impianku, dan menulis doaku pada TUhan soal seberapa aku ingin menemukan sesuatu yang indah dan jelas dalam hidupku. Mereka tak bisa memberiku sugesti apapun. Dan beginilah jadinya, aku hanya terombang ambing dalam semua fikiran tentangmu.
Kau kan juga seumuran denganku, jadi aku tahu bukan tak mungkin kau juga rasakan yang semacam ini pada satu dari banyak teman perempuanmu. Dan yang seperti itu, pahit sekali rasanya kala aku fikir ulang. Aku akan katakan ini, aku mencintaimu, mencintai seseorang selain keluargaku sendiri untuk kali yang pertama kali! Kau dengar? Tidak, bagus. Dan rasanya sungguh sia-sia mencintai seseorang secara sepihak. Biarpun begitu, hidupku sungguh akan jauh lebih hampa dari pada saat ini tanpanya.
Abe, kadang aku berfikir andai saja aku lebih beruntung dengan mencintai orang lain yang dapat membalas perasaanku, pasti akan sangat menyenangkan.. aku akan punya seseorang untuk kuajak bicara tentang banyak hal, melakukan hal bersama, dan bedanya dia adalah orang yang antara aku dan orang itu ada sebentuk perasaan dan ikatan yang berbeda, singkatnya sebentuk interaksi sosial baru yang sialnya belum pernah kualami sampai sekarang.
Aku pernah ikut kuis di internet, dan menurut hasilnya aku ini orang yang setia. Tak Cuma itu, di psikotes yang pernah aku ikuti pun peringkat kesetiaanku hanya satu angka di bawah superior. Apa jangan-jangan karena itu aku jadi tak bisa berpindah darimu. Mau bagaimana lagi, aku memang tak bisa. Abe, tak Cuma aku beberapa orang temanku pun pernah jika hanya soal mencintai seseorang dalam kurun waktu tahunan, tapi mereka bisa menyukai orang lain dalam kurun waktu itu. Sedangkan aku, mana?
Abe, jujur. Kau ingin bunuh aku ya, ha?! Sekarang aku takut kesetiaan yang Tuhan anugerahkan kepadaku ini malah jadi belati yang menusukku kala aku terlelap dan memimpikan dirimu. Aku tahu I’m not goog looking, dan bukan hanya itu, aku punya banyak kekurangan lain. Dan gezzz aku tak bisa pungkiri terkadang aku agak tak yakin dengan yang itu. Maksudku, yaah itu terkadang mereka membuatku agak menarik diri. Dan bukan hanya itu, aku punya banyak kekurangan lain. Tapi, itu bukan apa-apa sih, toh sekalipun tubuhku langsing dan tinggi semampai, rambutku sepunggung, wavy, dan berwarna sepia, dan kulitku terang, aku jenius dan tallented, aku belum tentu punya nyali untuk katakan semuanya padamu. Lagipula, Abe, bukankah cantik itu relatif?#plakk
Bicara soalmu, tak pernah bisa dilepaskan dari Naoya. Dan hebatnya hari ini, aku bisa menggambar Naoya lagi setelah sekian lama. Ah, sungguh aku rindu padanya. lama aku tak menulis karena banyaknya tugas sialan itu, dan tak menulis berarti tak bertemu dengannya. Kalian memang berbeda, kau dan Naoya sungguh berbeda. Meski yah, sudah pernah kujelaskan sebelumnya jika kalian punya beberapa kesamaan, tapi dari konteks lain, konteks yang tengah kuperhatikan saat ini, kalian cukup berbeda. Dan tak seperti temanku, aku tak ingin buru buru menyimpulkan jika kau adalah Naoya yang datang ke hidupku. Aku takut jika begitu, saat suatu ketika aku sakit olehmu berarti Naoya menyakitiku juga, dan aku tak akan pernah siap soal yang satu itu.
Soal masa depanku, bagaimanapun, tak ubahnya dengan begitu banyak anak perempuan lain di dunia ini, aku ingin hidup bahagia bersama orang yang kucintai. Dan aku tak sabar untuk tahu itu siapa. Hahaha.. maksudku bukan tak sabar untuk mengalaminya lho!*dor*
Kembali soal kesetiaanku, dan tak mudahnya bagiku untuk melupakan sesuatu yang pernah menjadi hal penting dalam hidupku. Jika aku saat inipun masih memiliki perasaan yang sama terhadapmu seperti saat itu, bagaimana dengan tiga atau lima tahun kedepan, dan bagaimana jika ternyata pangeran yang diutus Tuhan untuk mendampingiku seumur hidupku, untuk menghabiskan banyak masa indah bersamaku, untuk berbagi banyak hal denganku, untuk menjadi satu-satunya orang yang aku cintai itu, bukan, kau..
Aku hanya takut menyakitinya,
Dan jika aku hanya berkelut dalam rasa bersalah itu seumur hidupku, aku hanya bisa memaknai setiap detik yang kulewati bersamanya sebagai sesuatu yang tak lebih menyenangkan dari menunggu seseorang keluar dari ruang operasi. Dengan mengabaikan banyak hal aku mengatakan ini; Abe, jika kau benar tak ingin membunuhku, menolehlah kearahku, perhatikan aku sebentar,  dan katakan sesuatu setelah kau tahu semuanya, karena sekalipun apa yang akan kau katakan pahit adanya untukku, itu bisa membantuku untuk setidaknya mencoba untuk tak lagi setia padamu. Pada segala kepalsuan dan bayang-bayang semu-mu. Aku, tak ubahnya dengan kaum humanis lainnya, jugalah membutuhkan kebahagiaan. Aku masihlah remaja yang labil, dan mungkin perinsipku ini bisa berubah sewaktu-waktu, tapi satu yang kutahu, ini tak akan berubah banyak. ‘Aku, tak hanya berfikir soal kebahagiaan di hari setelah mati. Aku tahu semua pemuka Agama anjurkan begitu, tapi Tuhan tak anjurkan kita untuk hidup sengsara bukan? Jikalau sengsara saat ini memang bisa buahkan kebahagiaan setelah mati, semua orang pasti ingin cepat mati. Tapi bagiku, selama kita hidup kita akan melewatkan banyak hal jika kita hanya berfikir sesuatu tentang masa yang akan datang. Cepat atau lambat, waktu itu pasti tiba, tapi selagi disini, di surga sederhana Tuhan yang kita sebut dunia ini, kita juga punya banyak hal berharga, keluarga, teman, dan banyak orang lain yang kita cintai dan juga mencintai kita. Sangat disayangkan jikalau itu semua terlewat begitu saja. Selama kita tak melakukan hal yang merugikan diri sendiri dan orang lain, menurutku kita tak bersalah. Jadi menikmati hidup bukanlah sebuah dosa, karena itupun berarti kita juga turut mensyukuri apa yang Tuhan berikan, bukan?
Abe, yang terakhir aku ingin cerita padamu dengan cara paling pengecut yang pernah orang gunakan di Bumi ini, ya dengan hanya menulis ini dan tak pernah meminta orang lain untuk membacanya. Oke, cukup dan lupakan. Tadi malam, aku bermimpi tentangmu. Kebetulan sorenya, aku lewat jembatan yang masih dalam proses pembuatan atas paksakan dua rekanku*hei kalian!* argghh.. Dan itu bukan main membuat kakiku gemetar. Tapi sial sekaligus beruntungnya kejadian itu terulang lagi di mimpiku. Tapi latarnya sedikit berbeda. Aku tetap sedang berjalan di atas jembatan yang sedang dalam proses pembuatan hanya saja jembatannya sedikit lebih luas dari pada yang asli, juga masih dengan kedua sobatku itu. Tapi begitu mereka berlalu karena berjalan lebih cepat dariku, seseorang menepuk pundakku pelan. Tentu aku kaget, dan begitu aku menoleh, aku bukan lagi sekedar kaget. Masalahnya itu kau Abe, kau! Dalam hati aku jelas berteriak histeris karenanya. Tak perduli itu dalam mimpi apalagi jikalau itu nyata.
Masalahnya, selama ini, ketika kita berpapasan di jalan, kita hanya saling berlalu tanpa saling mengucapkan apapun. Paling paling hanya saling memandang beberapa saat dan langsung memalingkan muka setelahnya. Tapi dalam mimpi yang sepenuhnya merupakan puncak kegilaanklu terhadapmu itu, kau, seorang kau yang begitu kaku biasanya dihadapanku bersikap –secara mendadak- berubah menjadi begitu hangat. Aaahh!
Belum berhenti aku terkaget karenamu, tiba-tiba kau mengatakan sesuatu, dan oh, Tuhan! itu benar-benar menggoyahkan mentalku!
“Bagaimana, jembatannya membuatmu takut pasti!” Aku benar-benar speechless. Tak ubahnya seperti di kenyataannya saja.
“Ahaha.. sungguh! Kakiku gemetaran tadi.” Jawabku kaku dan kau tersenyum mendengarnya. Kau tampak begitu relax dengan komunikasi itu, bertolak belakang denganku yang rasanya seperti mau mati! Setelah itu, dengan diawali olehmu kita terus berbincang sepanjang jalan seolah kita masih seakrab duabelas tahun lalu. Terkadang, diselingi dengan tawa kita yang memaksa kita untuk berhenti berjalan sejenak. Segala hal yang terjadi itu membuat perjalanan yang lebih panjang dari aslinya itu terasa benar-benar singkat. Ah, Abe, kapan kau benar-benar bisa seperti yang di mimpiku itu?
Mungkin itu hanya mimpi karena aku memang merindukan saat-saat seperti duabelas tahun lalu. Dan sisanya tak ada kaitannya dengan kita sekarang. Abe, dulu, saat baru saja aku menyadari bahwa aku ternyata menyukaimu, hampir setiap malam aku memimpikanmu. Tapi ternyata tiga tahun setelahnya, aku masih memimpikanmu meski tak sesering dulu. Dan mungkin jikalau kau memang akan menerimaku suatu saat nanti, saat itu saking bahagianya aku akan memimpikanmu sekalipun saat sedang tak tidur.
Abe, selamat malam. Kebetulan kala aku menulis tepat kata ini waktu telah menunjukan pukul 9.55pm dan aku belum mengerjakan tugas artikelku yang deadlinenya lusa. Cukup puas sudah aku menulis untuk malam ini. yaah setidaknya sedikit beban di pundakku mereda. Aku berterimakasih pada laptopku tercinta Oentoeng yang telah menyediakan tempat untukku berkeluh kesah. Aku berterimakasih pada jembatan yang kemarin membuatku gemetaran, aku berterimakasih padamu Abe yang meskipun lagi-lagi aku menetapkanmu sebagai tokoh utama tanpa sepengetahuanmu, bagaimanapun testimoni setengah gila ini adalah sebuah karya. Tak perduli akan kutertawakan atau kutangisi suatu saat nanti, ini tetap buah tangan yang lahir atas dasar ide dan kegilaan originalku dan tentunya juga inspirasi yang tak henti mengalir dari kisah melankolis sepihakku terhadapmu. Hahahaha~

Sesedih apapun, tetap harus diakhiri dengan tawa
Sebahagia apapun, tangis tetap turut serta
Jadi adapun tangis dan tawa itu bukanlah merupakan simbol atas emosi sedih maupun bahagia
Tak ubahnya hidup, itu hanya sekedar pilihan
Dan keputusan seseorang adalah ujung tombak kehidupan
Kini tombakku hanya berupa bilah kayu
Beri aku waktu, maka nanti akan kumiliki ujung paling mengkilap yang pernah ada
Kala aku telah berhasil memutuskan
Segalanya tentang kita
Atau yaah.. mungkin banyak hal lain yang akan lebih berarti dari ini dalam hidupku nanti.


In a Happiness that also fill by sorrow
Yuanita WP
That always make a wish for a better tomorrow
In life, love, and leaves of autumn




*Abe is call name of Lincoln when he was child

No comments:

Post a Comment