Trending Topics

.

.

Saturday, December 14, 2013

Di Pojok Barat Laut FIB

Guyes, sisakan sedikit celah dari sekian banyak kertas putih yang masih tak ternodai di muka bumi ini untuk kutulisi sebuah testimoni. Karena menulis itu sendiri adalah kompetensi terdasar yang pantasnya kami miliki setelah metodologi, daya jual kami kedepannya, para sejarawan yang bertugas untuk meninggalkan jejak-jejak yang dapat ditelusuri generasi berikutnya, para treasurer kisah, makna, dan peristiwa.

Aku belajar banyak di tempat baru ini, dari sejarah di balik kisah di buku sekolahan yang mencengangkan sampai cara main kartu ketika menunggu hujan reda selepas kuliah. Menemukan begitu banyak orang baru, dan pola-pola baru. Tapi sungguh, masalah apapun yang terjadi disini sekarang, aku menikmati dan mensyukuri saat-saat yang berlangsung setiap harinya. Untuk kali pertamanya sepanjang hidupku, aku menemukan orang-orang yang seselera denganku, bahkan dalam lajur dan pola yang sama, dosis mereka berada jauh diatasku. Bagi kalian yang awam kelas ini dan pernah mengenalku, menurut kalian orang-orang di kelasku sekarang mungkin lebih Yuanita Wahyu Pratiwi daripada Yuanita Wahyu Pratiwi sendiri.

Di lingkunganku sebelumnya, aku banyak diasumsikan sebagai mahluk konservatif yang jadul, apatis teknologi, berselerakan musik aneh, Soekarnois, dan saking kritisnya jadi terkesan gemar menuai keributan. Tapi di kelas ini keroncong jadul adalah lumrah, orang yang jauh lebih konservatif dariku juga banyak, Soekarnois yang radikal pun ada, dan pengetahuanku seketika jongkok ketika ditempatkan dalam podium yang sama dengan mereka. Orang-orang ini luar biasa. Dengan cara mereka sendiri, mereka demikian berapi-api menyusuri jalan yang mereka tentukan masing-masing. Beberapa orang, termasuk didalamnya orang itu, bahkan sangat influental. Seketika mereka menjadi sosok yang dimiliki seluruh kelas, bagian tak terpisahkan dari kelas, mengambil pos-pos minor dalam gerilya humor di jam-jam selepas kuliah.

Dalam rezim baru negara hidupku ini, aku lepas jauh dari masterku di Bandung sana. Ada dua sisi yang sepertinya berlawanan dari ini, aku bisa lebih mandiri darinya, satu-satunya orang yang dipercaya tidak lagi sebagai sayap kanannya melainkan penerbang utama, sekaligus berada jauh dari bimbingannya, dan minim progress tentunya. Seketika nanti kami bertemu dan menggambar bersama lagi, karya kami pasti tidak lain lagi akan berupa bak langit dan bumi. Bakat itu seperti prerogatifnya, mencatatkan angka pasti dalam kualitas dirinya, dan banyak orang mengakui itu, ia memang luar biasa. Selanjutnya, dunia yang pernah kujelajahi bersama masterku ini membawaku menemukan posisi dalam negara ini. Aku, veteran artistik.

Selepas makrab jurusan, ada event lagi beberapa bulan setelahnya. Ketika itu, opening recruitment dibuka, dan aku menuliskan namaku di kolom 'seksi artistik'. Beberapa hari setelahnya, dibuka sebuah sesi wawancara, kami dipertemukan satu sama lain dan dengan koordinator kami. Detik itu, orang-orang yang kemudian menjadi veteran artistik ini mulai mengidentifikasi satu sama lain. Dan entah takdir atau apa, kami dipertemukan lagi dalam otoritas sama di waktu-waktu selanjutnya. Dari kelompok kecil yang ambisius dan telaten ini aku menemukan apa yang membuatku amat mensyukuri keberadaanku disini.

Konsep bahagia yang kutemukan disini bukan lagi sekedar tertawa, tapi tulus merasa bahagia tanpa harus menahan diri dan mengorbankan lebih banyak hal-hal yang harus membuatmu menahan kebahagiaanmu terlebih dahulu. Bahagia adalah konsep timbal balik yang seimbang, tanpa tekanan dan keterpaksaan, dan di sebidang teras luas di pojok paling barat laut fakultas aku membuktikan bahwa teorema-teoremaku atas ini benar adanya. Bagaimana kelompok-kelompok dalam society terbentuk kadang secara sederhana disebabkan oleh kesenangan yang sama. Ketika mereka menyenangi sesuatu, mereka akan berbicara tentang itu, yang lain yang juga senang akan menanggapinya, dan diantara mereka kemudian akan timbul timbal balik seimbang yang menyenangkan satu sama lain, demikianlah konsepnya, dan itu terbukti aplikatif diantara kami.

Kadang aku bertanya, demikian banyak intrik terjadi antara hanya segelintir orang di kelas ini, satu yang demikian membekukan apabila dipertemukan dengan yang panas tetap akan saling menghancurkan, dan wilayah sekitarnya tetap akan mengalami anomali karenanya, tapi di pojok barat laut ini semuanya terkesan damai. Orang-orang yang memiliki kerelaan lebih ini semacam dibayar oleh nilai yang tak kasat mata. Yang jelas, ada suatu motivasi diantara mereka yang membuat banyak petang dalam hari-hari mereka yang melelahkan dengan sukarela mereka habiskan disini, dengan kegiatan yang hanya begitu-begitu saja, bahkan tak jarang menelan korban berupa jejak permanen cat di pakaian-pakaian mereka, dan konsumsi yang apa adanya. 

Kini kerja kami hampir usai, seperti periode pertama penugasan kami, aku merasa seolah waktu-waktu merepotkan tiap petang ini amat berharga untuk berlalu. Istirahat di kamar sambil lebih memperhatikan kerapihannya sedikit tak cukup menyenangkan untuk menggantikan saat berharga di pojok barat laut fakultas tersebut. Kami, orang-orang yang memiliki kesediaan lebih ini, yang dibayar oleh nilai yang tak kasat mata ini, yang bahagia ini, akan mendapati lubang besar sarat kekosongan diantara satu angka dengan yang lain dalam jam-jam dimana kami biasanya berkarya bersama.

Pembicaraan mengalir tentang banyak hal, kadang disisipi keluhan oleh udara dingin, tugas, hujan yang tak kunjung reda dan rasa lapar. Lagu-lagu dari genre yang kami sukai mengontrol harmonisasi mood kami. Lagu-lagu yang datang dari waktu yang lalu membawa kisah lalu ke atmosfer baru. Yang lain tak mengerti, tapi rasanya akan sangat lucu sekali mendapati diri mendengarkannya di dua atmosfer yang luar biasa berbeda. Kami, masing-masing, datang dari latar belakang berbeda, tak pernah saling mengenal sebelumnya, dengan kisah masing-masing di waktu yang lalu, membuka lebar tangan untuk menangkup kisah baru yang akan semakin memperkaya warna dalam hidup kami.

Petang yang berharga bersama kalian, waktu yang menyenangkan di kelas. Rasanya pasti berat ketika kita mulai mengambil spesialisasi pilihan yang tak serta merta sama. Aku tak bisa secara selengkap ini merasakan desiran darahku beritmekan nada bahagia. Karenanyalah aku tak ingin ini lekas berlalu.


Di suatu petang yang lalu, dalam kamarku yang amat jauh dari sini,
dalam khawatir dan segala gundah yang membuncah aku mengucap doa,
aku akan tinggal di tempat yang jauh, jauh dari orang-orang yang menyayangiku disini, maka pertemukanlah aku dengan orang-orang yang membahagiakanku, Ya Tuhan.



Big thanks,
to God,
to people who has become God's agent to realized my pray.

Yuanita WP, 12-14-13

No comments:

Post a Comment