Trending Topics

.

.

Sunday, March 09, 2014

Sosiologi :v

Aduh, hidup ini emang let it flow banget ya~ atau saya aja yang gitu? ahahaha~
lagian, tahukah anda apa yang sedianya saya ingin lakukan di malam senin yang tenang nan syahdu ini? Simple, berhubung di HMJ kebetulan saya awak media. Minggu lalu kami mengadakan rapat kecil kecilan mengenai penerbitan mading bulan ini. Tanpa bisa direm, tiba tiba saya meracaukan ide yang saya punya, dan asemnya langsung diangguki setuju oleh yang lain. Akibatnya, saya harus memberi makan rasa lapar saya sendiri. Ide ini kembali kepada saya bak boomerang yang mendarat patuh pada tuannya. Usul saya kembali sebagai mandat untuk membuat review sebuah film yang lagi in, The Act of Killing. Gak usah serius amat karena ini cuma sebatas informasi buat mading yang gak mungkin ditongkrongin orang berjam jam kaya majalah konvensional, jadi cukup nonton, liat liat reverensi, dan nulis beberapa paragraf aja. Setelah itu, mungkin beberapa bab awal di bukunya Michel Munoz yang Early Kingdoms of Indonesian Archipelago and Malay Peninsula, bisa saya selesaikan.

Tapi apa? Saya malah nyasar ke blog, buka blog orang-orang dan tiba tiba jadi pengen nulis hal yang samasekali diluar rencana. Perihal mata kuliah pengantar sosiologi minggu lalu yang, cukup nyeleneh.

Jadi gini, pada hari Kamis yang lalu, kami mendapatkan sebuah mata kuliah wajib buat anak sejarah UGM yang katanya ciri khasnya ada di sejarah sosial, yakni kelas pengantar sosiologi. Kelas ini diisi oleh internal maupun eksternal kelas kami, yang didalamnya terdapat beberapa anak dari jurusan lain. Alhasil, kelas jadi lebih ramai jadi biasanya. Untuk atmosfer kelas yang ramai, kami sudah cukup dibuat trauma oleh kelas PKN yang juga hadir di semester ini. Gile aja, anak sejarah, dicampur sasindo, dan yang ngajar, sori, maaf banget pak, tapi luar biasa garing. Seisi ruangan ada yang bbman, tidur, makan, ngobrol, instagraman, selfie, dan masih banyak lagi, tapi beliau tetap asyik sama ppt yang isinya 149 SLIDE! Kalian tahu apa yang saya lakukan? Menertawai secara paspasan kelakar bapak dosennya yang gak lucu hahaaha~ yaabis gimana, saya paling depan, gak enak juga. Lagipula, saya udah sakit hati duluan sama dosen yang satu ini. You know? Beliau ngajar Pancasila dan Kewarganegaraan tapi gak ada semangatnya. Dia ngajar ini cuma karena punya sertifikat penataran P4 jaman jebot *baca: orba* dan aslinya adalah seorang dosen sastra jawa~ =3=
Di kali pertama pertemuan, si bapaknya ini bilang kalo kuliah ini gak usah dipusingin. Katanya, kita belajar PKN, menghadiri kelas ini, cuma sebagai syarat aja. Karena syarat ini mutlak dan wajib sebagaimana keputusan rektor, jadi TERPAKSA lah kita mengulang lagi apa yang sudah dipelajari sejak SD. Yang penting kalian hadir penuh, pasti nilainya bagus. LOL bikin patah semangat bangeet~

Oke, bro. Hari gini siapa sih yang masih percaya sama Pancasila? Dasar negaranya kayaknya udah ganti jadi apatisme dan radikalisme golongan deh. Tapi saya masih percaya. Saya percaya kalo Pancasila bukan dongeng. Ia adalah sebuah rumusan yang apabila dijalankan secara transparan, aplikatif, dan konsekuen tanpa internalisasi nilai-nilai ekstensi dari elit manapun bakalan sangat baik buat negara ini, dan itu udah teruji ya. Tapi ada ujian baru tjoy. Itu loh yang katanya sistem Khilafah yang diusung sama intelektual muslim. Tapi sori, saya gak setuju. Agama itu kebutuhan, religiusitas itu pribadi, negara adalah kesatuan yang majemuk dan tak bisa diseragamkan, terlebih dengan internalisasi yang mengindoktrinasi. Semua orang boleh punya tindakan dan argumen dibelakang tindakannya, tapi udah bukan jamannya lagi untuk memobilisasi masa, dan menciptakan dominasi satu atas yang lain.

Kembali ke kelas sosiologi. Begitu kelas ramai, datanglah seorang bapak yang udah cukup tua. Pastinya diatas 50 lah. Katanya aja, dia lulus kuliah taun 74. Trauma terhadap kelas PKN seketika datang lagi. Anjrit, masa iya kelas gua semester dua isinya begini semua, gimana IP bisa naik :v Pikiran saya tiba-tiba dikuasai oleh umpatan-umpatan seperti itu, meskipun ketika saya memperhatikan lebih jauh si bapak-bapak ini, ada yang aneh. Dia udah tua, tapi rambutnya masih item cuy, kaga ubanan. #bokap gua aja udah ubanan :v

Berhubung ketika itu papan tulis di ruang multimedia sedang entah kemana, beliau akhirnya mengurungkan niat untuk menggunakan papan tulis dan memilih sebuah laptop yang dihubungkan dengan proyektor dan sebuah mic sebagai alat bantu mengajarnya. 

'Aduh, nih bapak-bapak bakalan ceramah panjang lebar dah.' kira kira begitulah suudzon yang tercetus begitu saja di kepala saya.

Kelas beliau dimulai dengan amat standar, nyambungin proyektor, meminta sukarelawan untuk membantu beberapa urusan teknis lainnya, lalu menyampaikan perkenalan. Dia bilang, dia satu satunya pria yang jadi kepala pusat studi wanita, dan seketika itu juga suudzon di kepala saya hilang. Bapak ini, dari gaya bicaranya, kayaknya kelasnya bakal cukup menarik.

Tapi semua kesan yang sempat terelevasikan itu kemudian turun lagi ketika dengan horror *terutama buat saya yang duduk paling depan* beliau bertanya pada kami semua tentang apa itu sosiologi. Dan yang kena, siip, pas banget rekan di sebelah saya. Untung, bro, untung bukan saya.

Mbak, apa itu sosiologi mbak?

MAMPUS. Sosiologi ya? Ilmu tentang masyarakat? Masa sesederhana itu sih? Aduh gak mutu banget jawaban gue. Ya abis gimana dong, dulu gue belajar sosiologi gak nyampe setaun, itu pun beberapa kali pak Adar gak masuk. Meski kelasnya asik dan gue masih inget beberapa materi, tapi kan pasti jauh lebih cetek dibanding para IPS sejati ini~ AAA kenapa tadi gue duduk didepan??!

Kira-kira begitulah, yang ditanya sebelah saya, malah saya yang kalap. Saya tetap bertahan gak ditanya :3

Dari sebuah estimasi akan slideshow membosankan, kuliah ini justru jadi sangat menyenangkan. Si pak dosen yang kepala pusat studi wanita ini, ternyata orang yang kakkoi, sebagaimana guru-guru sosiologi lain yang pernah saya kenal. Beliau ini selain jadi dosen dan peneliti juga jadi pembina model. Dan coba kalian bayangkan, kehidupan macam apa yang dia jalani? 

Beliau sempat membahas tentang lokalisasi? Kalian tau apa? Yoman, itu lho, Gg. Dolly, Sarkem dsb. Kok saya tahu? Yaiyalah, pengetahuan saya luas :v Maklum, ini obrolan saya sama Nadiah Juwairiah Karimah yang calon anak UI itu~ Dan kami punya cita-cita, kapan kapan mau main ke Red Light District. Jadi kata beliau, penutupan lokalisasi itu salah. Katanya di Jogja, selain sarkem ada lokalisasi lagi, saya lupa namanya, tapi tempatnya di Kota Baru. Beberapa tahun yang lalu, lokalisasi tersebut di tutup. Kata beliau, menutup lokalisasi itu sama halnya kayak mbakar sarang tawon. Kalo rumahnya diancurin, tawonnya bukan mati, tapi kabur kemana mana, dan malah membahayakan orang luar. Seandainya terkumpul dalam sebuah lokalisasi, akan lebih mudah buat mengontrol dan memantau mereka baik secara psikis maupun kesehatan. Karena prostitusi itu penyakit lama yang pastinya susah disembuhin. Menurut beliau, yang dibutuhkan para PSK di lokalisasi itu cuma 3, maaf saya sebutkan, tapi ini pengetahuan juga sih. Pertama jelas kondom, buat mencegah penularan penyakit dan pengaman paling dasar. Yang kedua tissue basah, dan yang ketiga, lubricant. Kalo nggak tahu, jangan di search di google ya, nanti yang keluar malah yang nggak-nggak. Lubricant itu sejenis pelumas, karena praktek prostitusi itu pekerjaan kan ya, jadi kalo nggak ada perasaan ya otomatis 'sakit', ya jadi itu, dikasih lubricant :v

HAA INI BAHASAN PALING DEWASA DI BLOG INI~ #woy

Tapi mending kalian baca ya, nah saya mendengarkan secara langsung, ditengah teman-teman saya yang malah ikutan meracau. Bayangkan saya baru 17 tahuuun~~ :v

Selain lokalisasi, ilmu lain yang juga beliau bagikan adalah bagaimana mendeteksi invirginitas pada seseorang *laki laki maupun perempuan* secara sederhana dan akurat. 
  • Pertama lingkar kepala, kalo lingkar kepala anda besarnya sama kaya dari ujung paling bawah akar rambut sampe ke bibir, itu berarti masih virgin, dan sebaliknya.
  • Kedua, di belakang lutut, di sekitar garis lipatan ada urat-urat yang keliatan warna biru-biru, nah kalo uratnya masih lurus lurus, berarti masih virgin, sedangkan kalo udah bengkok, bengkok, nggak.
  • Ketiga, tulang selangka. Kalo di bawah tulang selangka ada semacam lipatan kaya kejiret karet gitu, berarti sudah tidak virgin, dan sebaliknya. 
Percaya nggak percaya sih, coba aja dites bandingin hasil kamu sama ibumu. Kata beliau ini akurat, meski penjelasan medisnya gak perlu dijabarkan~ 

Disamping itu, beliau juga mengajari kami membaca garis tangan, berbicara soal zodiak, berbagi hikmah dari pengalaman hidup beliau dan masih banyak lagi. Meski sosiologi itu asing, sekilas pertemuan kemarin sudah cukup membuka lebar pandangan mata kami. Sosiologi yang katanya ilmu serakah itu ternyata cukup aneh juga. Kalo dibandingin sama psikologi, kayaknya orang-orang sosiologi lebih punya cara yang nyeleneh. Ah, kayaknya saya jadi tertarik nih, haha~ Siplah, bismillah aja~


No comments:

Post a Comment