Pertama, saya ingin mengucapkan kepada anda sekalian, atau
kepada saya sendiri mungkin,
SELAMAT TANGGAL
20&21 OKTOBER!!!
Jikalau andaikata novel saya sudah meraja di pasaran, sudah
usai dan sudah saya terbitkan, lalu sudah pula dibaca oleh banyak orang,
mungkin saja posting kali ini menjadi posting yang kian ditunggu oleh banyak
pembaca karena bagi rentetan kejadian di novel saya, apa yang saya kisahkan
terjadi di tanggal 20 dan 21 Oktober adalah intinya, puncak emosi di tengah babak
permunculan masalah.
Sejak dahulu kala, entah kapan, mungkin jauh sebelum negara
api menyerang atau bahkan sebelum komet Sozin yang mengawali perang
datang*ngawur*, saya sudah kebangetan cinta sama bulan Oktober. Sebab bulan ini
yang di jazirah Eropa sana merupakan latar waktu dari pertengahan musim gugur
yang memanja. Dan saya suka musim gugur seperti yang pernah saya katakan
berulang kali. Selain itu, entah kenapa saya rasa bulan ini cukup romantis.
Udaranya sejuk, matahari becahaya agak malu-malu, angin dinginnya kerap kali
memaksa kita untuk menghangatkan diri, merapat di depan perapian sambil menikmati langit sorenya yang luar
biasa indah. Dalam sebentangan layar horizon yang tak bertepi, berkombinasi
segala varian dari awan-awan, entah itu mereka yang berketinggian rendah,
sedang, sampai yang benar-benar tinggi. Mereka merangkai diri satu sama lain,
menguntai kisah seolah mereka adalah guratan-guratan cat minyak oleh kuas-kuas
para pelukis agung. Menggumpal, berarak menyebar, membentuk diri seolah
pulau-pulau bermassa jenis rendah yang mengapung tanpa dosa di udara.
Semburat-semburat sirrus, baik yang stratus maupun kumulus memang tak ikut andil memainkan warna, tapi mereka yang
membawa kesan megahnya tak kunjung lepas, melapisi seluruh permukaan horizon
dengan transparansi yang memanja, cantik, dan memesona. Dan itu semua
berlangsung dengan kejutan yang hadir bervariasi setiap harinya, tak pernah
sama.
Langit siang hari yang terbaik memang hanya bisa ditemui di
hari-hari musim panas. Tapi visualisasi langit sore yang eksotis milik musim
gugur tak akan bisa tertandingi oleh musim apapun dimanapun. Jika tak percaya,
boleh bandingkan mulai sore ini.
Intensitas hujan memang sudah mulai menunjukkan peningkatan.
Ini yang sebenarnya tak terlalu kusukai. Tapi selama matahari masih belum
terlalu nyaman dalam persembunyiannya, masih hanya grimis saja yang kerap
meraja, dan belum datang musim petir dan badai, aku masih menyukainya. Jadi,
yaah… diatas segala kombinasi itu, aku bertaruh kalian akan bersegera menyerukan
persetujuan denganku, bahwa Oktober memang sempurna.
Oke, berikut ini adalah apa yang ada di novelku, yang
membuatku semakin menggilai Oktober~
Tokyo, Oktober 20th 2012
§Butuh semalam suntuk bagiku hingga akhirnya kuputuskan
untuk memberikannya pada partnerku. Partner yang selalu membuat kami canggung
seperti orang yang baru berkenalan setiap aku berada bersamanya.
§ Naoya, kau mengalihkan kehidupanku. Aku tak yakin aku
hanya sekedar menyukaimu. Mungkin aku mencintaimu, tapi aku tak berani mengakuinya,
bahkan pada diriku sendiri.
§ Ini bukan soal masa depan yang hancur berantakan atau
aset jutaan milyar yang mungkin akan hilang tapi ini soal hati. Organ yang
begitu riskan meski abstrak.
§ Pada halnya aku takut kehilangan masa depanku yang telah lama
kunantikan, takut kehilangan mimpi-mimpi dan asa hidup yang telah hampir seumur
hidupku kuhabiskan waktuku hanya untuk merangkainya, mengabadikannya dengan
menjadikannya tujuan akan kemanakah arus hidupku yang tak luput dari pasang
surut ini bermuara. Aku takut nantinya, karena merasakan rasa sakit yang
teramat sangat itu akhirnya aku memutuskan untuk mengakhiri hidupku.
§ Aku takut karenamu aku
kehilangan hari-hariku kemudian, kehidupanku.
§
Personalitas kami yang bagaikan langit dan bumi adalah
alasan mengapa aku sering menitik beratkan ruang pikir tentang Naoya dalam
otakku ke arah pesimisasi. Ia 180˚ berbeda denganku.
§ Segala hal dapat dimilikinya dengan mudah, sedangkan aku? Disini aku tak ubahnya seperti siput berkerang tipis dan
lusuh yang terdampar di kumpulan kerang mutiara. Dan ironisnya si siput jatuh
cinta pada sang Pangeran kerang yang memiliki mutiara hitam paling berkilau
diantara yang lainnya.
§ Kami berdua berjalan di tengah hujan lebat, berusaha
untuk menembusnya. Dan kini perjalanan manis yang singkat ini akan segera
berakhir. Sesungguhnya aku tak menginginkan itu. Meski kutahu ini lagi-lagi
ironis. Menyedihkan! Aku mengharapkan sesuatu yang mustahil! Berharap
rangkulannya ini tak pernah terlepas, berharap hangat tubuh kami yang membaur
tak pernah terurai. Biarlah kami terus berada di tengah hujan seperti ini,
biarlah hujan ini tak pernah mereda, biarlah hujan ini membunuh kami
pelan-pelan, asalkan aku bisa terus seperti ini. Meski ini semua hanyalah
sebuah kenyataan yang semu.
§ “Meck, bolehkah aku mengatakan sesuatu?” Tanyanya lirih.
§ “Dan kau juga telah mengajarkan padaku tentang satu hal
yang teristimewa…”
§ “Karena hati tak akan membohongi pemiliknya.”
§ “Dan hatiku berkata
bahwa aku harus mengatakan ini. Meck, aku... Je’t Aime…”
§ Jikalau harus
kulukiskan dengan metaforasi, mungkin rasanya aku seperti tengah terbang dan
yang dapat menjatuhkanku adalah apa yang Naoya katakan setelahnya.
§“Tapi Meck, kumohon kau tetap mengizinkanku menyimpan
perasaan ini. Karena perasaan ini sungguhlah istimewa, yang pertama bagiku,
yang membuatku selalu merasakan kedamaian di setiap detik di hari-hariku yang
melelahkan.”
§ “Aku sangat senang tadi, sungguh tak terkira rasanya saat aku mengetahui jika perasaanku selama ini
tak bertepuk sebelah tangan. Tapi seketika itu juga tukasanmu menjatuhkanku.
Kau tahu rasanya, sakit...” Aku
tersenyum pahit kearahnya. Dan ia hanya membalasnya dengan raut penyesalan yang
semakin tergambar jelas.
§ “Ha? Kau bilang apa tadi?” tanyaku sekali lagi untuk
memastikan segalanya.
§“Meck, jadilah pacarku...” pintanya lagi. Kali ini aku mendengarnya jelas karena konsentrasiku
penuh terpusat padanya.
Tokyo, October 21th 2012
§
“ Bukan! Aku tidak menolaknya! Aku hanya berkata jika aku
tak bisa menjawabnya saat itu juga. Aku hanya minta waktu untuk memikirkan
semuanya dengan otak yang jernih karena malam itu aku sudah tak mampu lagi
memikirkan semuanya dengan benar. Tapi sampai sekarangpun otakku belum jernih
juga. Jadi, ada yang punya saran lebih baik dari yang diberikan Kimmy?”
tanyaku.
§ Naoya,
maaf jika sekiranya aku telah menyita
waktumu. Jika kau bersedia datang, kutunggu di taman belakang sekolah sampai
pukul 5.pm nanti. Merci Beaucoup. Sara
Meckino.
§ “Meck, tunggu! Kumohon..” kali ini kuraskan tangan
teduhnya yang hangat persis seperti semalam menggenggam telapak tangan kiriku,
menahanku. Tuhan sehebat inikah imajinasiku?
§“So,soal semalam, soal ppertanyaanmu yang semalam iituu… err, masih berhak kah aku menjawabnya?” tanyaku agak
tergagap.
§ “Tentu Meck. Berapa tahun lagi pun kau baru ingin menjawabnya
akan tetap kudengarkan.”
§ “Dicintai memang indah, tapi pernahkah kau berpikir apa
yang aku pikirkan? Mencintai itu lebih indah dari dicintai.” DEG. Ia tersenyum, tapi aku, aku kini
merasakan debar yang aneh. Bukan lagi seperti yang aku rasakan jika bersama
Naoya belakangan. Tapi aku terhenyak. Mencintai lebih indah daripada dicintai,
bukankah kebanyakan orang berpikir sebaliknya?
§ “Dan aku rasa jawabanku juga bukan tidak.” ujarku pelan.
Sangat pelan malah.
§ “Jadi, kau, Meck…” ah, syukurlah Naoya mendengarnya. Aku jadi tak perlu mengulangnya, “ mengiyakan
pertanyaanku kemarin..?”
§ “Terimakasih...” Aku
tersentak, tiba-tiba saja Naoya membawaku dalam dekapannya. Hingga kini tak ada
lagi jarak antara jantung kami kecuali belulang rusuk dan selapis kulit yang
membungkus rusuk kami masing-masing. Dentuman dengan tempo yang sama cepatnya
itu menyatu, membaur dan menciptakan keselarasan dalam sebuah tekanan yang tak
terlukiskan. Hangat, atmosfer hangat yang nyaman ini berhasil menetralisir suhu
tubuhku yang turun drastis karena nervous
stadium tinggi tadi. Sungguh, aku tak pernah merasa senyaman ini dalam dekapan
siapapun, bahkan sahabatku sekalipun. Semuanya serasa pas, suhu tubuhku dan
suhu tubuhnya, ukuran tubuhku dengan ukuran tubuhnya, ukuran tangan kami yang
saling menggenggam, suasananya, segalanya terasa sangat pas tanpa satu titik
pun yang melenceng. Ya, rencana-Mu Tuhan, rencana-Mu yang kau paparkan hari ini
sungguhlah indah. Tapi tak sampai beberapa menit ia melepaskannya. Membuat
jarak kami semakin dekat, dekat, dekat dan akhirnya menghilang. Jarak itu
membaur bersama dengan deru nafas kami yang mulai kembali ke keadaan normal.
§ Kapanpun, kapanpun selagi dan selama kami sama-sama
terbuai perasaan ini. Dan kurasa itu akan jadi waktu
yang sangat-sangat lama.
§ Lembaran di halaman pertama bab baru sejarahku. Sejarah
cintaku. Yang pertama, dengan seorang pemuda dari kasta darah
biru ini. Seorang yang dimana perasaan yang kurasakan
terhadapnya adalah cinta yang berawal dari rasa kagum. Rasa kagum yang
berlanjut menjadi keputus asaan sejenak yang melahirkan dilema yang begitu
berat
soal menentukan dimensi antara aku dan dirinya, apakah itu
sekedar mimpi ataukah kenyataan. Kini aku telah menentukannya, apapun yang
nantinya kuhadapi, aku telah menentukan bahwa aku memilih kenyataan. Dan
ternyata kenyataan tidaklah sekejam yang kukira sepertinya. Toh nyatanya, perasaanku ini tak hanya bertepuk sebelah
tangan.
Yak, itu kiranya,
penggalan demi penggalan dari cerita yang saya karang setahunan yang lalu, dan
berlatarkan waktu tepat hari ini. Awalnya saya tulis cerita ini dengan penuh
harap jikalau kiranya tepat dalam momen ini saya bisa juga merasakan apa yang
dirasakan oleh seorang Sara Meckino tadi, tapi ternyata nihil. Yah, yang
namanya harapan itu bisa terkabul, bisa tidak kan? Haha, sudahlah, saya tak
hendak bermuram durja. Mungkin memang belum saatnya kejutan sebesar Naoya
sampai kepada saya di saat-saat ini. Tuhan tahu apa yang terbaik untuk saya.
Bagaimanapun saya
tetap cinta Oktober atas keindahannya, romantismenya, semangatnya, dan
atmosfernya yang menyenangkan. Terimakasih Oktober karena telah membawa saya
menciptakan kisah ini, dan tentu, saya berharap saya memiliki Oktober saya
sendiri nantinya, bersama seseorang yang mungkin masih berada di jauh sana, dan
memimpikan hal yang serupa dengan saya.
Untuk Meck &
Naoya, selamat! Sekalipun belum banyak yang membaca fiksi seratusan lembar ini,
saya tetap harus memberi selamat pada pasangan paling inspiratif sepanjang
hidup saya hingga saat ini. Ini salah satu dedikasi saya untuk kalian yang
sudah hidup dalam imajinasi saya empat tahunan belakangan ini dan membawa saya
menikmati saat-saat menulis saya. Doakan saya semoga suatu hari kisah kalian
bukan hanya ada dalam imanjinasi saya, tapi di angan-angan banyak orang yang
juga terhipnotis oleh kalian sebagaimana saya.
Enjoy your joyful
October! See you~
No comments:
Post a Comment