Trending Topics

.

.

Friday, October 19, 2012

P.R.E.S.S.U.R.E

Bukan bermaksud untuk mengulas mengenai salah satu —entah apa namanya— besaran turunan atau apa begitu, yang ada kaitannya —entah dalam bentuk apa— dengan seorang cendekiawan maha penting semasa peradaban manusia sejarah yakni Archimedes-sama, melainkan hanya ingin, yaah… seperti biasa mengemukakan pendapat secara lisan dan tulisan selama pasal 28 UUD 1945 belum dihapuskan atau diamandemen hingga hanya menyisakan 5 % dari fungsi awalnya. Yeah, itu neraka. Jikalau pasal 28 UUD 1945 negara kita akan jadi negara otoriter yang rakyatnya samasekali dibungkam, bedanya dengan orde baru hanya soal transparansinya. Toh di masa orde baru, kita punya Undang-Undang yang menjamin hak asasi dalam segi apapun, negara kita jelas menyandang jubah demokrasi, tapi sistem didalamnya penuh konspirasi. Oke, yang lalu biarlah berlalu, ambil hikmahnya saja dan mari menjadi lebih baik di kesempatan selanjutnya.

Pressure dalam Fisika selalu memberi pressure tersendiri bagi para unPHYSICable students macam saya. Tapi bukan hanya preassure man, hampir setiap bab, setiap subbab, setiap paragraf, setiap ulasan, setiap contoh soal dan latihannya, setiap ulangan, atau ujian penting akan lebih parah lagi, yeah, semuanya selalu berselaras dengan sangat padu bersama yang namanya pressure. Selain itu, pahitnya, ternyata, atau memang tak usah melibatkan kata ternyata, semua eksakta, Matematika, Kimia, dan bahkan kini Biologi pun hampir demikian. Aaahh…

Kalian, sesungguhnya dan sebetul-betulnya saya penasaran substansi mana yang sesungguhnya hakiki, persepsi mana yang sesungguhnya lurus, teorema mana yang sesungguhnya tak melenceng dari sunatullah? Bahwa sebenarnya kehidupan anak SMA normal itu seperti apa?

Saya bertanya demikian dengan entah naif atau polos, atau konyolnya mungkin, karena memang saya merasa batasan normal telah jauh terlampaui oleh siklus hidup saya belakangan, sebagai seorang kokousei. Kalau memang apa yang dimuat di film, komik jepang, atau anime yang biasanya saya tonton tentang kehidupan bahagia, seru nan menyenangkannya para penyandang seragam putih abu-abu—atau seragam SMA lainnya— memang salah karena terlalu membahagiakan, lantas seperti apa yang sepatutnya disebut normal?

Saya rasa, soal itu saya hanya memiliki tak lebih dari satu patokan saja, oke siklus hidup yang semacam ini: Bangun pagi, terpaksa harus gesit padahal saya tidak tergolong cukup gesit, tak punya waktu bersantai barang sedikit selepas bangun tidur pagi, buat sarapan sendiri, berangkat sendiri karena sakit hati sebab jika saya minta antar yang ada malah diomeli—oke, saya lelah dengan yang satu itu—, terperangkap dalam jurang neraka modern yang namanya macet, jalan kaki ribuan langkah setengah berlari karena buat saya terlambat datang adalah soal harga diri, belajar eksak dengan hanya setengah hati, uang jajan yang pass-nya kadang melampaui batas kewajaran#apamaksudnya?!, hampir setiap malam, mengatur jadwal untuk membantai satu persatu tugas, menumpas ketidak adilan oleh kediktatoran akibat kapitalisme dan imperialisme para PR dan Tugas hingga waktu tidur banyak tersita, akibatnya mengantuk di sekolah, belajar tak maksimal, remedial memberondong kemudian, masalah dengan teman, dan jujur, kesepian…#plakk—sadar wan!— =3=

TAK SEPANTASNYA YANG SEPERTI ITU DISEBUT NORMAL KAN??!!

Entah kenapa, yaah… meski sekarang saya punya lebih banyak waktu untuk mengurusi diri saya sendiri, kepentingan saya, tugas-tugas saya, dan rencana masa depan saya, saya merasa waktu-waktu saya bergulir tak seindah yang sediakala, ketika saya masih gila, meneriakkan variabel lima huruf yang sekarang kembali terdengar tabu di telinga saya, apalagi?—cinta—, tentu saja, yang pertama, dan sekarang sudah mengudara hingga entah kemana.

Meski saya tak mendapat apa-apa, kecuali sebesit kecewa yang tak hilang-hilang juga seberapapun lamanya, dan, oh! Inspirasi, jangan lupakan itu! Saya banyak menulis, menggambar, dan menghasilkan karya yang membuat saya sendiri tercengang dan melongo tak percaya apakah benar kiranya saya yang membuatnya kala itu. Tapi diluar itu, terutama soal apapun yang berhubungan langsung dengan dirimu, nothing, semuanya pergi tanpa sisa, bung! Sayang ya? Tentu saja, apalagi untuk saya sendiri, anda kan tak tahu apa-apa. Yeah, tentu saja.

Saya tak mengatakan apapun soal ini, jadi mungkin ini memang salah saya yang terlalu pengecut. Padahal, andai anda tahu, saya dulu berharap cukup banyak terhadap yang pertama ini, diri  anda, tapi ternyata harapan saya sedemikian mudahnya lepas mengudara.

Dalam satu tahun belakangan, rupanya banyak kenyataan pahit yang harus saya terima. Pertama, tentunya soal dirimu, disaat-saat terakhir saya masih menggenggam erat perasaan terhadap anda, saya mendapati pengakuan gamblang anda soal penolakan yang baru saja anda terima, kasihan, kita. Haha. Lalu, hubungan kita, maksudku entah dalam konteks apa, dan saya rasa lebih dalam konteks interaksi sosial biasa, mengalami cukup banyak kemajuan, tapi… sayang, aahh sial! Stadiumnya sudah turun drastis, saya tak lagi menggilai, atau gila sendiri, dan kala itu saya mendapati kenyataan bahwa sembuh terkadang tidak menyenangkan. Saya punya banyak kesempatan berkontak baik secara langsung maupun tidak dengan anda, tapi sayangnya saya sudah tak gemetaran lagi, semuanya kembali biasa. Lalu, saya juga harus melepas cinta saya yang pergi meninggalkan saya untuk sementara waktu, cinta yang lebih hakiki dari yang tadi, yang tak akan terganti sebentanganwaktu hidup saya, Cinta saya terhadap disiplin ilmu sosial. Saya sudah cerita, berdeklamasi, berorasi, berkali-kali, dimanapun, dan kiranya anda pernah mendapati bagaimana saya berbicara soal ini, anda sekalian tentu mengerti seberapa kecewanya saya ketika dijebloskan ke kelas IPA dan tak lagi diperkenankan bersua dengan IPS tercinta.

IPS dan anda, dikau, atau entahlah. Kalian yang teganya meninggalkan saya yang depresi berat tanpa keberadaan kalian ini sendirian. Kalian tahu, saya tertekan, saya kehilangan, berat, saya tidak pernah lantas mengatakan iya, dan menyetujui untuk kalian tinggalkan begitu saja, tapi kenapa kalian melakukannya? Dan kompak, dalam waktu yang hampir bersamaan.

Kini hanya ada beberapa yang saya cintai; Tuhan, Orang Tua saya, Keluarga saya, dan Negara saya.  Itu kiranya cinta-cinta yang akan saya perjuangkan dalam hidup saya kedepannya. Meski saya sangat sangat berharap untuk cinta yang lainnya, biarpun tidak lagi untuk yang pertama, mungkin untuk yang sejati.


Yaampun… pressure. Luar biasa sekali dampaknya. Saya dalam kondisi-kondisi tertentu tak bisa dipungkiri tetap stress, meski saya termasuk salah satu dari yang berpemikiran cukup santai. Dan dalam kondisi yang sedemikian melas begini keadaan saya lebih miris lagi. Terkadang, dikala tekanan itu mencapai puncaknya, dimana kepala saya rasanya seperti ingin pecah dan secara egois tiba-tiba saya berkeinginan untuk rehat sebentar dari babak dalam skenario yang sedang klimaks itu, melintas pemikiran lain di otak saya, jika sekarang saya dipaksa membiasakan diri dengan yang seperti ini, akankah nanti tiba waktunya saya akan terbiasa bekerja dibawah tekanan dan merindukannya ketika tak lagi saya dapati tekanan dalam hidup saya? Mungkin saja. Oleh karenanya, sesulit apapun keadaannya, meski masih dalam teori yang masih terlalu ideal, saya berusaha untuk menikmati hidup ini selagi mesin waktu belum dapat ditemukan, toh, apa yang kita dapati dan punya sekarang belum lagi tentu dapat kita punya di waktu mendatang.


Owari
10-18-2012
12:21

No comments:

Post a Comment