Trending Topics

.

.

Tuesday, February 14, 2012

Valentine, really?



Oh, hai! Selamat tanggal 14 Ferbuari…
Aku harap bukan hanya aku yang sedang menggila ^^


Tiap kali datang si bulan kedua yang berarti ancaman bagi kas negaraku *uangsaku maksudnya* karena banyak yang berulang tahun ini, datang juga banyak hal lain. Semisal, jadwal ujian, dan yaah.. tentu si momen legendaris yang satu ini. Aku heran, sungguh, kenapa setiap Valentine datang harus diributkan sih? Bagi yang merayakannya, ya rayakan saja, dan bagi yang tidak, sungguh, tak usah lah mengutuk terlalu, cukup nikmati saja discount cokelat yang banyak disebar supermarket. Beres kan?

Aku pernah mendengar sedikit soal salah satu versi sejarah Valentine, dan menurutku itu cukup keren. Kisah tentang St. Valentinus yang secara diam-diam memperjuangkan nasib kisah cinta para serdadu yang hendak berpisah dengan pujaan hati mereka akibat perang. Mereka yang sejatinya tak diperbolehkan menikah itu dinikahkan secara sembunyi-sembunyi oleh si St. Valentinus yang pada akhir kisahnya dihukum penggal karena aksinya terendus massa. Sebelumnya, selama ia masih di penjara, banyak yang mengiriminya cokelat dan karangan bunga, itulah yang mengakar akhirnya pada tradisi Valentine belakangan ini.


Yang namanya hari bersejarah itu wajar betul adanya jika dirayakan, diperingati, atau hanya sekedar diingat. Dan bagaimana cara mengingat atau merayakannya, itu terserah pada yang ingin melakukan. Oke, masalah disini sering muncul akibat anggapan soal banyak tradisi Valentine dengan sentuhan barat yang cenderung negatif menurut adat masyarakat kita yang akhirnya membuat si Valentine ini tak seramah kedengarannya bagi sebagian orang. Tapi meski aku juga tak terlalu menggubris soal ini, aku tak begitu pro apalagi kontra, aku tetap agaknya merasa kurang enak jika mendengar ada orang yang begitu mengutuk hal ini.

Ini kan hanya soal memperingati sebuah hari dimana St. Valentinus yang telah berjasa memperjuangkan soal cinta para serdadu dan gadis-gadis mereka yang terhalang perang itu dihukum mati. Lagipula perjuangannya juga memang hebat kok. Dan kini, kebebasan atas cinta itu sudah bisa dinikmati oleh semua orang di dunia ini. Itu berarti apa yang selama hidupnya diperjuangkan oleh si Santo terlaksana. Kebebasan atas cinta itu mungkin bisa dimaknai oleh sebagian orang sebagai kebebasan dalam konteks yang lebih, tapi bagi kita yang masih mengingat akan batasan-batasan yang sudah kita tetapkan sebelumnya, itu tak seharusnya jadi masalah. Hidup memang bergantung pada bagaimana lingkungan yang mempengaruhinya, tapi keputusan terakhir tetap kembali padamu dan prinsipmu kan?

Menurutku sendiri, Valentine juga bukan momen khusus. Bukan berarti aku akan menjawab dengan klise seperti jawaban jutaan orang yang mungkin pernah mengatakannya begini; ‘Yang namanya hari kasih sayang itu kan bukan hanya Valentine saja, setiap hari juga seharusnya kita selalu penuh kasih sayang terhadap siapa saja.’ Hhhh.. geezz..

Sungguh, kata-kata itu atau kata lain semacamnya yang kurang lebih memiliki arti sama membuat aku terkadang mempertanyakan kembali eksistensiku sebagai seorang gombalis. Aku memang gombalis yang biasa mengumbar kata-kata sarat gombalisme dalam tulisanku, tapi soal Valentine, aku samasekali belum pernah membahasnya kok. Jikalau dalam pengertian mayoritas orang Valentine adalah momen yang paling romantis, menurutku tidak juga. Valentine justru adalah momen dimana setangkai mawar atau sekotak cokelat yang kau berikan kepada pasanganmu turun harga dimatanya karena discount terhadap dua jenis komoditi itu memang sedang marak di pasaran.

Romantisme itu erat kaitannya dengan selera. Romantisme tak melulu soal buket mawar merah, cokelat, teddy bear, atau benda lucu dan imut lainnya. Aku suka mawar, aku suka cokelat, tapi bagiku justru akan lebih romantis jika pasanganku sendiri memasak sesuatu untukku. Hahaha meski itu yaa… pasanganku? Nihil, aku tak punya pasangan =3=

Dan dibanding malam dengan gemerlap lampu bentuk hati dimana-mana, sebuah senja di pinggir danau dengan dedaunan oranye berguguran itu lebih keren. Kalian pun, beranggapan tak lain dari demikian bukan? Karena sebagaimana selera orang yang berbeda-beda, standarisasi dari sebuah kata romantis pun pasti juga berbeda-beda bagi setiap individu. Romantis bisa jadi hanya sebuah percakapan hangat di coffee shop, atau sebuah film yang kalian tonton berulang kali.

Oke, selamat bersenang-senang ya untuk kalian yang merayakannya. Di Valentine ini, atau kapanpun, jadikanlah seseorang di sisi kalian sebagai mereka yang dilahirkan paling beruntung untuk memiliki kalian. Dan bagi kalian yang ragu akan merayakannya atau tidak, atau bahkan sudah punya rencana tapi bertubrukan dengan filsafat keluarga, santai saja. Jikalau kalian memang beranggapan bahwa filsafat yang melarang itu tidak akan pernah menyesatkan dan kalian percaya sepenuh hati tanpa ganjalan apapun, bolehlah kalian tinggalkan si empat belas Februari ini. Toh, jikalau kalian yakin soal itu, hari istimewa untuk kalian bukan hanya hari ini saja. Tapi bagi yang ingin betul merayakannya, jika acara yang ingin anda gunakan untuk memaknai momen ini memang sudah tersusun secara sistematis, tak usah berkecil hati soal tanggapan buruk orang-orang soal momen ini. Selama kalian yakin jika ini tak menyalahi aturan manapun, sementara kalian masih percaya Tuhan, sementara kalian yakin telah pegang penuh kontrol atas diri kalian dan kalian yakin bisa mengendalikannya, lakukan saja. Toh tak ada Agama yang mengajarkan umatnya berbuat buruk kan? Jangan sampai tradisi yang ada malah memelencengkan pesan sesungguhnya yang ingin dibawa oleh momen ini.


“Cinta yang suci tak seharusnya turun harga oleh ketidak beradaban manusia. Iya kan?”




No comments:

Post a Comment