Trending Topics

.

.

Saturday, April 26, 2014

HEART CONFESSION



Lama sekali blog ini luput dari pembaharuan. Rasanya saya terlalu disibukkan oleh hal-hal yang entah apa wujudnya, tapi tiba-tiba setelah berlalu, ternyata menyita begitu banyak waktu saya. Soal apa yang terjadi akhir-akhir ini, sebenarnya banyak sekali. Bahkan sampai saya tak menyanggupi untuk menceritakannya satu persatu. Yang jelas, apapun itu, dari kegagalan perpindahan, suatu kemajuan atau kemunduran gagal yang terlampau semu, perjuangan mid semester, ketagihan personality quiz online, ditengokin emak, sebuah gagasan tentang kepedulian terhadap bangsa, hingga rejeki nomplok di akhir bulan, semuanya akan saya bahas disini. Tidak secara menyeluruh, tapi terangkum oleh sebuah sudut pandang yang paling mutakhir, padu, dan enak dinikmati, sudut pandang hati yang sarat emosi, dan feminim banget pastinya wkwk#dor

Ya emang gitu. Meskipun saya kerap ngaku-ngaku boyish, sebodoan, urakan, gembelan, bodotuing, dan kawan kawan, jika ditelusuri ke dalam dalam, maksud saya kali ini dalam hal gagasan dan cara pandang, cewe sama cowo itu memang bueda buenge. *ALAY DIH* Ya kalopun cewe itu cengeng, gampang ngambek, itu wajar coy. Karena memang cara pandangnya tuh semuanya dari otak turun ke hati. Gak cuma dipikir, tapi juga dirasa. Kadang ada baiknya, misalnya, ketika mengimajinasikan sesuatu, pasti bakalan lebih representatif karena unsur tak kasat mata plus abstrak macam perasaan, kondisi sosiologis dan psikologis bakal turut berpadu didalamnya. Kalo ngarang jelas jago, dan kalo nulis hal hal yang berbau ilmiah, empiris, dan analitis itu pasti hasilnya enak dibaca, ceritanya runut dan mengalir, fakta-faktanya kebanyakan terangkai dengan baik dalam proporsi yang sedap dipandang mata, tapi ya kadang justru interpretasi dan intervensi penulis lebih bermain dominan. Ini, ini susahnya jadi cewe, apalagi kalo memang demikian profesinya.

Kalo kerjaan kami para remaja cuma menggalaukan situasi asmara, gak bener, tapi gak sepenuhnya salah juga. Buat saya pribadi, itu so yesterday, abege beud gitu masih galo galoan. Karena pada halnya, di akhir-akhir 17 menuju 18 tahun ini, saya punya banyak urusan, gak cuma nangisin nasib yang tak kunjung memihak hati. Mario Teguh sibuk membesarkan hati para jomblo dengan steatment “Yang baik untuk yang baik” yang dilanjut dengan memberi pengertian bahwa kalo anda jomblo, berarti jodoh anda itu lagi sibuk memperbaiki diri demi bertemu orang baik seperti anda. Yaa terserah, tapi itu kan pandangan hidupnya Mario Teguh, gak usah protes kalo kalian coba dan gagal. Jikalau memang aplikatif buat hidup anda para pemirsa ya sukur, tapi kalo gak ya, jadilah teguh tanpa mario. #dor

Jujur sekarang, kematirasaan saya yang sejak yang pertama itu masih berlanjut. Getaran lain hanya berfrekuensi sangat kecil, tak pernah berdampak demikian besar. Sekalinya saya berpikir saya telah maju begitu jauh meninggalkan dia, saya hanya tak menoleh padanya untuk beberapa saat, sibuk melihat sesuatu di depan yang begitu cepat redup hingga ketika ia benar-benar redup, saya lihat ke belakang, ternyata belum selangkahpun saya beranjak dari tempat yang saya pikir sudah saya tinggalkan. Entah ini maju atau mundur. Entah ini sinyal yang bermakna bagi suatu hari di masa mendatang nanti atau hanya utopia masa lalu yang menghampiri lagi. Sialnya, keberanian untuk pergi jauh yang telah terpupuk lama itu hilang lagi, runtuh oleh getaran yang sungguh sangat saya pertanyakan mengapa ia bisa kembali lagi. Dan saya betulan tak mengerti bagaimana harus mendefinisikan atau menjawabnya dengan respon macam apa.

Saya tahu tuan, kau tak berbuat apa apa. Sepatah kata pun hanya sebuah yang benar-benar patah tanpa tersinambung panjang tak berkesudahan. Saya masih yakin persepsi ini hanya soal diri saya sendiri, tak ada kelibatannya dari pihak anda kecuali sebagai titik yang dipandang sedemikian dalam tanpa pernah tersentuh dasarnya. Tuan kau punya kehidupanmu, begitupun saya, dan tak sekian darinya cukup untuk disebut padu. Semuanya berjalan, searah kedepan tapi dalam lajur yang persis berbeda. Bersebelahan tapi berkejaran, sekali kita sempat berdampingan, salah satu kemudian berlari mendahului ditarik oleh waktu dan dilemparkan kembali oleh kesempatan. Sekali waktu saya merenung dalam kegelapan malam yang diterangi lampu neon kamar saya, tapi tak demikian dalam. Semuanya hanya serta merta lewat, saya hanya merasa terikat kembali dan biasa-biasa saja. Saya hanya bertanya-tanya, adakah ujung dari tali yang mengikat saya lagi kali ini berakhir pada simpul yang mengikatkan kita, atau ia hanya serpihan harapan konyol saya yang tertiup angin, kembali pada saya, dan menjerat saya tanpa saya sadari, sementara kau disana berlari jauh dan semakin jauh meninggalkan saya dengan tali-tali.

Persis saya  kira, cinta hanya soal nama. Esensinya dimengerti oleh setiap orang tanpa bisa diterjemahkan sepenuhnya dalam lisan dan aksara manusia. Perasaan itu abstrak, tersembunyi dan fleksibel untuk dikeluarkan dalam bentuk apapun, apakah sama dengan yang dirasa, samasekali berbeda, diada-adakan, atau ditiada-tiadakan. Hati wanita adalah lautan yang dalam, kata Rose Dewitt Bukatter yang sudah sepuh itu, tapi hati yang bukan wanita pun sama gelapnya bagi orang lain. Kita tak bisa bisa menjatuhkan nilai mutlak dan memvonis, kecuali beropini dan berekspektasi. Berbicara dalam bahasa diri sendiri dan berusaha mengartikan bahasa orang lain dengan bahasa yang hanya dimengerti diri sendiri.

Kadang hati ini terasa tercekik, tertimpa sesuatu yang berat, dipenuhi gelembung yang meletup-letup, atau diayun di ketinggian yang tak masuk akal. Ia dibuat berdesir, mencelos, terhantam, dan berbunga-bunga. Tak hanya soal roman murahan remaja pengangguran, tapi juga soal tugas tugas, keluarga yang dari jauh sana senantiasa mengirim doa, godaan-godaan sisi buruk manusia, dan manajemen ekonomi bulanan. Ketika ransum dan kas negara menipis, sementara medan perang masih panjang, panik tentu menerjang. Setiap hari, bagi hati dan otak kami adalah kerja keras. Antara melawan antusiasme untuk menyenangkan diri sendiri  dan bertahan dalam keadaan yang tak begitu senang tapi selamat sampai akhir tujuan. Tugas yang bertubi-tubi membombardir sejak genderang ujian tengah semester ditabuhkan, menuntut kerja keras tanpa kata menyerah yang panjang. Nasionalisme terhadap komitmen dan konsistensi dipertanyakan ketika ditengah jalan banyak halangan melintang, dari sesuatu yang serius dan genting semisal waktu yang minim keterbatasan amunisi, dan tugas yang terlalu kuat untuk ditaklukan, sampai godaan gadis-gadis pribumi dengan jenewer dan opium di genggaman jemari mereka yang lentik—para jejaring sosial dan kuis kuis internet yang menagih—.

Untunglah perang telah usai. Pertempuran sarat darah, keringat dan air mata di mid semester telah diakhiri dengan penyerahan makalah kepada pihak penuntut. Kami yang meraih kemenangan dengan sukacita masih tak bisa sepenuhnya berbahagia. Penjajah masih mengusik kedaulatan, dan kata merdeka dari segala sisi kehidupan. Tugas tak henti datang dari pesawat-pesawat yang seliweran siang malam. Menjatuhkan bom-bom yang tak mengizinkan kami tidur nyenyak dan malas malasan sepanjang hari. Selama toga belum memayungi otak yang gersang akan ilmu ini, atau bahkan sampai toga yang kedua kalinya di suatu tempat di seberang lautan sana, atau bahkan pula sampai yang ketiga kalinya di belahan dunia lainnya, sampai karirmu cemerlang, sampai karyamu dihargai orang, sampai ujung ujung seujung ujungnya yang mampu kau telusuri, perjuangan masih harus diusahakan, dan dinikmati setiap detiknya dengan suka cita dan kesyukuran.

Ditengah perjuangan tak kenal lelah, support dari orang-orang terkasih adalah yang paling mendorong, memberi lebih dari sekedar suntikan, tamparan, atau dorongan, melainkan sebuah gebrakan motivasi yang meluap luap. Bulan ini nyokap, emak, alias ibu saya dan turut serta adek saya berkunjung ke petakan kos nan awesome ini, dimana buku buku bertebaran, baju digantung entah itu bersih, kotor atau setengah kotor, ransum berisi mie instan tanpa adanya makanan lain yang lebih layak bahkan sekedar camil-camilan. Sebuah kondisi maha keren yang mengundang keprihatinan sejuta umat manusia beradab. Meski hanya sebentar, itsokay. Rindu terobati, semangat terisi lagi. Pertamanya dipisah jarak memang tak menyenangkan sama sekali, tapi kini, terbiasa sudah harus dipaksakan sekalipun sulit. Karena jika tidak, terpaksa pun hanya akan membuat segala yang saya jalani disini tak bisa berjalan selancar mestinya ia bisa. Toh no matter, kami tetap dipersatukan oleh sesuatu yang tak kasat mata, dan itu lebih kuat dari sekedar satuan terkuat yang bendawi.

Ekonomi bulanan saya di dua yang paling dekat ini lumayan terkuras, pertama untuk buku-buku wajib dan yang kedua untuk buku wajib juga dan instal laptop kesayangan, satu-satunya dan terutama saya. Suatu ketika, nyokap mengingatkan saya untuk menyempatkan sholat dhuha kalaupun susah bangun untuk tahajud. Bagus buat kelancaran rejeki, siapa tahu kalo ngelamar-ngelamar beasiswa gampang dapet, rejeki bulanan meskipun banyak pengeluaran gak sampe seret. Setelah dinasehati, sekali waktu pintu hati saya tergedor. Saya memutuskan untuk menjalaninya barang dua rokaat. Dan subhanalloh, bulan ini yang saya kira bakal seret ternyata malah surplus. Saya dapet banyak diberi uang sama bude bude saya ketika silaturrahmi ke tempat Mbah saya kemarin. Dan juga sangu bonus dari emak hehe. Alhamdulillah sekali. Ketika saya mensyukurinya, saya ingat saya baru hanya ingin memulainya, dan Tuhan telah sedemikian baik pada saya. Dan sekarang, seperti tak pantas saya mencari alasan lagi untuk melanjutkannya,  yaah barang rutin beberapa kali seminggu.

Bulan depan hampir setahun saya pindah domisili. Memperingati setahun pula sebulan penuh rasa cemas, kekhawatiran dan teka teki. Menanti snmptn sebagai akhir atau awal dari perjuangan baru. Sekarang teman teman saya yang merasakannya dan semoga sukses untuk mereka semua. Segera menyusul dan menjadi apa yang mereka inginkan. Berkembang sesuai dengan hati yang tersinkron dengan pikiran dan persetujuan yang dipertanggung jawabkan sepenuh penuhnya. Setahun pula angka belakang usia saya akan berganti, dan berarti sudah semakin tua lah saya. Saya hanya berharap kedewasaan dapat mengiringinya serta, keseriusan akan saya kenal lebih baik, dan tanggung jawab dapat lebih saya rangkul lebih erat.

Soal jadi move on apa nggak, sudahlah, biarlah waktu yang bicara. Saya tak bermaksud menanti ketidak pastian, saya pun tak menuntut kepastian. Hakmu bro kalau kau punya kehidupanmu sendiri, demikian pun saya. Kita jarang ketemu dan saya gak begitu tersiksa kok. Itsokay, mari berjalan di jalur kita masing masing. Yang ada di depan itu cuma bisa ditebak dengan probabilitas yang tak kita ketahui sama sekali. Entah saya memang sial soal seperti ini karena dengan bodohnya masih terpaku untuk sekian lama, atau ini memang bermakna sesuatu, saya hidup hari ini untuk hari ini.

Tadi saya mengutip kata-katanya para tokoh yang di undang di Mata Najwa yang kebetulan terselenggara di GSP dan saya bisa nonton langsung. Mereka menyepakati konsep usaha akan berarti sesuatu di masa mendatang. Sekecil apapun itu, kalau kita berjuang lebih, kita akan mendapatkan lebih. Saya tak tahu game ini terdiri dari berapa level, tapi di level ini, monster yang harus saya kalahkan hanyalah rasa malas. Saya beruntung, termasuk sangat beruntung, oleh karenanya saya tak ingin menyia-nyiakannya dibanding mereka yang tak berada di posisi yang senyaman saya. Semoga ini benar-benar menjadi langkah maju, amin.

No comments:

Post a Comment