Trending Topics

.

.

Thursday, November 07, 2013

Mendung tak Berarti Hujan



Guyes, mari bicara teologi~
Konsep ketuhanan buat anda sekalian itu apa? Buat saya, sampai sejauh ini masih sangat sederhana. Bahwa memang ada kuasa maha tinggi yang mengontrol segala mekanisme di dunia ini. Manusia dikelilingi rupa-rupa keterbatasan, dan hanya ada satu yang pantas membuat manusia tidak melupa untuk mengontrol kesombongannya, Tuhan itu sendiri. Jadi disanalah Dia, menggenggam kendali atas segalanya, menjaga setiap hal berada dalam batasnya, karena ketika satu hal saja sempurna, dunia ini tak lagi jadi dunia. Setiap hal di dunia ini partikuler, meski kerap kali digeneralisasi, itu hanya teori, atau mungkin memang hukum. Tapi dalam hukum sekredibel apapun, selalu ada celah yang sangat fleksibel bagi Kuasa Tuhan, celah itu yang mestinya membuat manusia sadar akan kedudukannya yang amat kecil.

Sekali lagi, celah itu membawa Tuhan menyentuhkan kuasa-Nya pada saya. Kemarin, Rabu. Cuaca disini sangat tak nyaman. Panas, tapi mendung tak kunjung pergi. Membuat angin semakin enggan muncul dan suhu semakin ganas. Saya memulai kuliah pukul satu siang di ruang multimedia, tepat serupa seperti Rabu-Rabu yang lain.

Post terakhir saya tulis tepat seminggu yang lalu. Di hari yang sama, hal yang ingin saya bahas saat ini pun sama. Setelah hampir seminggu bertahan dengan kekecewaan akan langkah mundur salah satu aspek dalam hidup saya, hari Rabu ini ia kembali mendekat. Di tengah hujan gerimis, mendung yang meraja, cerah bagi saya masih datang darinya. Membuat saya kemudian melupa akan kegamangan hari yang sudah sore kala itu, dan larut sekali lagi dalam kesenangan yang dengan sangat ringannya mengalir mengitari kami.

Saya selalu berprasangka baik soal ini, tapi tepat ketika saya mulai lelah untuk menduga-duga, ia datang dengan ajaibnya, kembali seperti sedia kala. Seperti perkiraan sekaligus harapan saya, pesawat kertas itu memang sudah lepas dari kodratinya sebagai hanya secarik kertas yang terlipat dan dilambungkan angin. Ia telah melampaui suatu titik dimana campur tangan hukum fisika masih berkuasa lalu berpegangan tangan dengan semesta. Pesawat itu tetap mengudara dalam keterbatasannya ketika ia sudah menyerahkan diri sepenuhnya. Ia siap untuk senang, maka Tuhan mengabulkannya.

Saya tak tahu, apakah ini Cakra Manggilingan, atau fluktuatifismenya Sorokin. Mungkin akan mundur lagi, lalu maju lagi, atau jalan ditempat yang berjarak, entahlah. Saya hanya bisa menduga, menggapai-gapai tak berdaya dari dimensi lain ke dimensi gelap didepannya, apa yang kita sebut bersama dengan masa depan. Tak usah berpikir sedemikian rumit, esok pagi pun masa depan. Saya, sebagaimana dirimu sepertinya, tak tahu apa yang akan terjadi. Tapi melangkahlah kedepan, dan bagilah sebagian dari duniamu. Atmosfer semacam ini, sungguh, berharga.




Hujan tak mampu menghancurkanmu, aku tahu karenanya kau bisa mengajarkanku ketegaran. Bagaimana mestinya kau demikian lihai bertahan dalam kesenangan ditengah dinamika dunia yang kadang kejam.

Pergipun aku akan menantimu kembali.

No comments:

Post a Comment