Trending Topics

.

.

Friday, July 06, 2012

Sebatas Hanya di Bibir Saja




Hey hey~ Apa kabar semuanya? Monsieur, mademoiselle~
Saya harap semuanya sebaik saya hari ini :D
Lagi lagi, Author membawa kejanggalan kehadapan anda sekalian, of course I’m talking about the tittle, sounds so old isn’t it?

Hohoho… jika anda adalah para penggemar Indonesian Songs jaman 70-90an, para penikmat hasil sastra periode balai pustaka, Abdoel Moeis Lovers(?), Marah Rusli Holic(?), mungkin anda nggak akan sampe keselek baca tulisan yang diatas.

Yeah, sastra memang lebih mantap kalo pake style jadul, lebih kerasa seninya… -ariniad-

Saya setuju se tuju tujunya!(?)
Tapi, apa tulisan ini merupakan sastra?
Saya ndak yakin, mungkin ini lebih pantas disebut sebagai, unek unek hati berisikan sugesti untuk introspeksi diri
Hehe, saya memang hobi mensugesti orang lain, itu bakat alami saya wkwkw*bakat macam apa?!* secara, Menteri Propaganda Tjoeploek gitu loh><



Ingin buktikan, apa sebenarnya genre dari tulisan ini?
Silahkan baca dan saya tunggu jawabannya di komen :D


Hem, jadi saya akan memulai kelas sugesti ini dari satu pertanyaan sederhana. Pertanyaan simple nan unyu yang biasa menghiasi kertas soal test wawancara English Conversation kelas Beginner. Yaitu,

Tell me, Where is your dream place?
*Sound effect: cringcringcring*

Kalo pertanyaan itu sampe ke saya, saya punya berbagai jawaban sesuai dengan tingkat kematangan usia mental saya.

Umur 2-3 tahun:

Istana tuan puteri nan indah, dengan pelangi yang tak pernah hilang dari langitnya. Alat transportasi utama berupa kereta kuda, dengan pakaian penduduk sipil berupa baju wajib pesta ulang tahun balita*ituloh, gaun-gaunan macam begitu haha*. Ada taman yang cantik di setiap sudut istana dimana tumbuh bunga bunga ajaib penuh glitter yang bisa bicara, disana semua boneka saya juga bisa bicara dan bisa saya ajak main, sayuran di piring pun bisa bicara, ah, cukup. Imajinasi anak kecil selalu gila.

Umur 5-6 tahun:

Sebuah rumah kayu dengan perapian ditengah hutan dengan sungai yang mengalir tenang dan airnya jernih. Udara yang bersih, rumput hijau, hutan lebat yang penuh warna. Semua bahan makanan bisa diambil sesukanya dari hutan, dan hewan hewan bisa bicara.*lagi-lagi*

Umur sepuluh tahunan:

Sebuah mobil trailer yang amfibi. Di dalamnya ada banyak fasilitas yang tingkat kelengkapan dan kenyamanannya serupa rumah. Mobil itu bisa dibawa keliling dunia karena bisa berenang, bahkan terbang. *apakah ini dream place? Silakan tanya pada diri saya enam tahun lalu ini*

Umur 11 tahunan:

Sebuah komplek peternakan dengan banyak kuda. Sebuah rumah didalamnya dengan gaya country, transportasi utama berupa karavan dan kuda tunggang, memiliki kolam renang dan sungai kecil yang mengaliri semenanjung peternakan. Memiliki taman bermain dengan bianglala dan carrousel pribadi didalamnya, dan jangan lupakan, ini legendaris, Rumah Pohon. Yah, begitulah, nyaman~

Umur 13 tahunan:

Oke, ceritanya akan mulai dari sini.
Hem.. saya mulai membuka mata soal dunia, sehingga dream place bukan lagi tempat antah berantah yang penting bersuasana sesuai kehendak saya, melainkan memiliki latar konkrit yang berlokasi di salah satu petak tanah di bumi ini. Yeah, saya jatuh cinta pada kota Paris, Prancis. Hello, ada yang nggak kenal? Pasti nggak punya tv haha~

Pasti kenal lah~ Kenapa saya jatuh cinta sama ini kota? Secara beuh.. Romantis buanget ><, selain itu, la tour Eiffel nan megah, atmosfernya yang bikin kita serasa jadi bintang pelem drama romens kalo kita ada disana. Kota yang tentram dan kondusif, pastry shop yang mantaap, coffee shop kelas prima, dan florist juga gerai lukisan yang bertebaran di sana sini. Selain itu, yang nggak boleh dilupakan, ini kota Fashion! Dimana di sepanjang Champ Elysees, siap-siap ngiler kalo nggak punya uang, secara Dolce Bagana, Louis Vuiton, Gucci, uhuyy~

Selain itu, warganya tau betul apa itu seni :D
meski saya dapat beberapa trivia kalo mereka itu agak kurang ramah sama orang asing karena, menganggap nggak perlu buat ramah sama orang asing, secara para French itu darah biru~

Yang penting mereka betul tahu apa itu keindahan xD
Dan lagi, soal sejarah… Ada sebuah kutipan, yang menyatakan bahwa

Paris adalah latar untuk tiga hal saja, Fashion, Revolusi, dan Cinta -Jeanine Basinger-

Haha, benar memang. Dan sejarah dunia mungkin nggak akan terdengar secemerlang sekarang tanpa adanya eksistensi kota Paris yang melatar belakanginya. Berbagai kisah terkover baik disana dari ‘Rongsokan Fenomenal’ seorang Gustaf Eiffel, gerbang kemenangannya Napoleon, sampai Monalisanya DaVinci yang masih chubby sampai sekarang#plakk
I’m not kidding ><V

Semuanya punya nilai sejarah yang dijaga dengan baik. Para seniman punya ruang apresiasi yang luas dan intuisi seni masyarakat lebih dihargai. Itulah mengapa industri kreatif lebih merajai perekonomian dibanding industri pengolah sumber daya alam atau elektronika.

Dan begitulah, bagaimana ceritanya seorang Yuanita Wahyu Pratiwi bisa terpesona lantas jatuh cinta pada Paris.

Tapi, sadarkah kita bahwasanya ‘Dream Place’ itu punya arti lain? Sekarang definisi yang timbul di kepala saya justru lebih dominan ke arah yang berbeda. Dream Place bisa dibilang adalah tempat impian dimana nantinya, apabila sudah mencapainya, nggak sejengkalpun kita ikhlas beranjak dari sana. Dan saya rasa Paris dalam konteks ‘Dream Place’ saya bukan yang seperti itu. Itulah mengapa keyakinan saya soal Paris mulai transparan. Paris, memang bukan ‘Dream Place’ bagi saya itu lebih sebagai ‘A Dreamy Place Where I will Go for Someday’

So, sekarang kalau ditanya ‘Dream Place’ saya harus jawab apa? Nanya lagi gitu ke tutor-nya bahwa ‘Dream Place’ yang anda maksud itu yang bagaimana. Sepertinya tidak perlu.

Paris adalah sebuah tempat yang ingin betul saya kunjungi seberapapun mustahilnya. Niatan saya kesana bukan untuk menjual kewarganegaraan, cari suami bule Prancis yang kece, mendulang Euro, apalagi sampai lantas berdomisili dan lupa sama negeri sendiri mentang-mentang kondisi kita punya rumah ini kian memprihatinkan saja kian hari. Bukan itu. Saya kesana sekedar ingin plesir, melegakan dahaga saya akan keingintahuan terhadap salah satu tempat legendaris itu, merasakan atmosfernya, mengabadikannya dari sudut pandang saya dalam sebuah karya, dan mempelajari banyak hal dari mereka. Terlalu jahat kalau sampai kita mendustai identitas diri dengan kabur kesana lalu melupa. Jika setelah kita dibesarkan di negeri ini lalu kita kabur ke negeri lain tanpa kembali, akankah kita biarkan negeri ini nantinya menua bersama orang tua kita, tanpa terurus dan terregenerasi lagi. Jika begitu bukankah keadaannya hanya akan semakin buruk dan tenggelam?

Saya menulis ini lagi-lagi bukan tanpa alasan. Beberapa tahun yang lalu, ketika saya mengemukakan keinginan saya untuk ke Paris dihadapan anak-anak lain seusia saya, mungkin mereka tak terlalu mendalami maksud saya. Lantas mereka pun berbondong bondong menemukan dream place mereka sendiri setelah mencap saya sebagai calon emigran lupa diri. Dari Swiss, Jerman, sampai yaampun, mirisnya, KorSel, hanya karena para boyband yang menari-nari haah~

Dan impian mereka, bukan sekedar seperti saya, tapi juga ingin berkehidupan disana. Melanjutkan nafas sampai tua di negeri orang. Oke, saya tahu saya samasekali tak berkepantasan untuk mengkritik impian siapapun, tapi… ini membuat hati saya sendiri khawatir. Khawatir jika bibit-bibit yang tengah ditanam ini hanya dandelion-dandelion yang akan memperindah tanah lain. Khawatir jika kegersangan dan ketidak suburan yang menyertai mereka tumbuh, yang mempersulit pertumbuhan mereka hanya akan membuat mereka mengenang masa tumbuh di negeri ini sebagai masa suram yang harus mereka tanggalkan secepatnya dengan eksodis ke tanah yang lebih makmur.
Soal negeri yang menua, saya berfikir tentang suatu yang hampir jadi ketetapan. Bahwa gelombang urbanisasi dari penduduk desa yang berbondong bondong mencari pencerahan kehidupan ke kota sudah menjadi fenomena. Kehidupan itu pasti berkembang kan, saya pikir, mungkin nggak akan mustahil kalo urbanisasi generasi kita adalah emigrasi ke luar negeri. Liat deh, kalau orang tua kalian juga pelaku urbanisasi. Gimana keadaan kakek nenek kalian dan desa mereka di jauh sana? Sepi? Haha pasti kan? Sampai sampai harus ada program transmigrasi buat mengisi itu kembali. Jika orang muda semuanya urbanisasi, yang tersisa tentu hanya penduduk manula yang udah nggak produktif lagi, jika sudah begitu mustahil pembangunan bisa berjalan merata. Buat kalian yang berfikiran buat eksodis hanya karena nggak puas atau bahkan kecewa sama keadaan negara kita yang sekarang, tolong fikir lagi. Apa kalian mau jika Indonesia suatu hari hanya tinggal tanah usang para manula?

Dari pengakuan para dreamer itu soal Dream Place mereka, mereka bilang mereka tetap sih cinta Indonesia. Tapi, cinta itu nggak akan ada gunanya jika sebatas hanya di bibir saja kan? Cinta memang tumbuh dari perasaan, tapi cinta diregenerasi dan dikukuhkan lewat perbuatan. Dan eksodis ke negeri orang, lalu melupakan identitas lahiriah sebagai seorang WNI itu bukan standar yang pantas ditetapkan sebagai cinta.

Yang terakhir, saya minta maaf jika bicara terlalu banyak. Saya juga minta maaf jikalau racauan saya terlalu lancang dan terlalu menggurui. Niatan saya sungguh bukan begitu. Saya cinta negeri ini, dan hanya prihatin jika perlahan ditinggalkan generasi yang akan datang hanya karena kesalahan kesalahan padanya yang tak kunjung bisa diperbaiki. Jika bukan kita siapa lagi yang bisa mengambil tindakan untuk memperbaikinya? Meski butuh banyak usaha, menikmati kegemilangan diatas jerih payah lebih berharga tentunya daripada menerimanya secara instan. Dan keadaan yang seperti sekarang ini, terutama oleh dampak reformasi, dimana pers diberi kebebasan, lihatlah, jadi begitu banyak lembaran buku sejarah yang menunggu untuk ditulisi nama kita. Banyak sekali peluang untuk dapat meraih kegemilangan bukan hanya pada satu masa.

Dream Place yang sesungguhnya bagi saya adalah rumah, karena sejauh apapun saya pergi, selama apapun itu, saya hanya punya satu tempat kembali, Rumah saya sendiri.

Sebagai pembasuh jiwa nasionalisme kita yang kian gersang, ada dua lirik lagi di bawah ini yang saya persembahkan untuk menutup racauan saya malam ini.

Indonesia Pusaka

Indonesia Tanah Air beta
Pusaka abadi nan jaya
Indonesia sejak dulu kala
tetap di puja-puja bangsa
Disana tempat lahir beta
Dibuai, dibesarkan bunda
Tempat berlindung di hari tua
Sampai akhir menutup mata…


Tanah Air

Tanah air-ku tidak kulupakan
‘Kan terkenang selama hidupku
Biarpun saya pergi jauh,
tidak ‘kan hilang dari kalbu
Tanah-ku yang kucintai, Engkau kuhargai…

Walaupun banyak negeri kujalanai
Yang masyur permai di kata orang
Tetapi kampung, dan rumahku
disanalah kurasa senang
Tanah-ku tak kulupakan… Engkau kubanggakan…

Resapi deh, maknanya dalem kan? ^^




Ps: Saya ngetik sendiri lho~ nggak coppas ><V
Seriusan~~
Hebat kan masih apal? Hohoho…
Akan selalu apal tentunya, wong ada itu di Playlist Winamp saya :D



Selamat Tengah Malam
Yuanita WP

No comments:

Post a Comment