Oh, hai! Selamat tanggal 14 Ferbuari…
Aku harap bukan hanya aku yang sedang menggila ^^
Aku pernah mendengar
sedikit soal salah satu versi sejarah Valentine, dan menurutku itu cukup keren.
Kisah tentang St. Valentinus yang secara diam-diam memperjuangkan nasib kisah
cinta para serdadu yang hendak berpisah dengan pujaan hati mereka akibat
perang. Mereka yang sejatinya tak diperbolehkan menikah itu dinikahkan secara
sembunyi-sembunyi oleh si St. Valentinus yang pada akhir kisahnya dihukum
penggal karena aksinya terendus massa. Sebelumnya, selama ia masih di penjara,
banyak yang mengiriminya cokelat dan karangan bunga, itulah yang mengakar
akhirnya pada tradisi Valentine belakangan ini.
Ini kan hanya soal
memperingati sebuah hari dimana St. Valentinus yang telah berjasa
memperjuangkan soal cinta para serdadu dan gadis-gadis mereka yang terhalang
perang itu dihukum mati. Lagipula perjuangannya juga memang hebat kok. Dan
kini, kebebasan atas cinta itu sudah bisa dinikmati oleh semua orang di dunia
ini. Itu berarti apa yang selama hidupnya diperjuangkan oleh si Santo
terlaksana. Kebebasan atas cinta itu mungkin bisa dimaknai oleh sebagian orang
sebagai kebebasan dalam konteks yang lebih, tapi bagi kita yang masih mengingat
akan batasan-batasan yang sudah kita tetapkan sebelumnya, itu tak seharusnya
jadi masalah. Hidup memang bergantung pada bagaimana lingkungan yang
mempengaruhinya, tapi keputusan terakhir tetap kembali padamu dan prinsipmu
kan?
Menurutku sendiri,
Valentine juga bukan momen khusus. Bukan berarti aku akan menjawab dengan klise
seperti jawaban jutaan orang yang mungkin pernah mengatakannya begini; ‘Yang
namanya hari kasih sayang itu kan bukan hanya Valentine saja, setiap hari juga
seharusnya kita selalu penuh kasih sayang terhadap siapa saja.’ Hhhh.. geezz..
Sungguh, kata-kata itu
atau kata lain semacamnya yang kurang lebih memiliki arti sama membuat aku
terkadang mempertanyakan kembali eksistensiku sebagai seorang gombalis. Aku
memang gombalis yang biasa mengumbar kata-kata sarat gombalisme dalam
tulisanku, tapi soal Valentine, aku samasekali belum pernah membahasnya kok.
Jikalau dalam pengertian mayoritas orang Valentine adalah momen yang paling
romantis, menurutku tidak juga. Valentine justru adalah momen dimana setangkai
mawar atau sekotak cokelat yang kau berikan kepada pasanganmu turun harga
dimatanya karena discount terhadap dua jenis komoditi itu memang sedang marak
di pasaran.
Romantisme itu erat
kaitannya dengan selera. Romantisme tak melulu soal buket mawar merah, cokelat,
teddy bear, atau benda lucu dan imut lainnya. Aku suka mawar, aku suka cokelat,
tapi bagiku justru akan lebih romantis jika pasanganku sendiri memasak sesuatu
untukku. Hahaha meski itu yaa… pasanganku? Nihil, aku tak punya pasangan =3=
Dan dibanding malam dengan gemerlap lampu bentuk hati dimana-mana, sebuah senja
di pinggir danau dengan dedaunan oranye berguguran itu lebih keren. Kalian pun,
beranggapan tak lain dari demikian bukan? Karena sebagaimana selera orang yang
berbeda-beda, standarisasi dari sebuah kata romantis pun pasti juga
berbeda-beda bagi setiap individu. Romantis bisa jadi hanya sebuah percakapan
hangat di coffee shop, atau sebuah film yang kalian tonton berulang kali.
Oke, selamat bersenang-senang
ya untuk kalian yang merayakannya. Di Valentine ini, atau kapanpun, jadikanlah
seseorang di sisi kalian sebagai mereka yang dilahirkan paling beruntung untuk
memiliki kalian. Dan bagi kalian yang ragu akan merayakannya atau tidak, atau bahkan
sudah punya rencana tapi bertubrukan dengan filsafat keluarga, santai saja.
Jikalau kalian memang beranggapan bahwa filsafat yang melarang itu tidak akan
pernah menyesatkan dan kalian percaya sepenuh hati tanpa ganjalan apapun,
bolehlah kalian tinggalkan si empat belas Februari ini. Toh, jikalau kalian
yakin soal itu, hari istimewa untuk kalian bukan hanya hari ini saja. Tapi bagi
yang ingin betul merayakannya, jika acara yang ingin anda gunakan untuk memaknai
momen ini memang sudah tersusun secara sistematis, tak usah berkecil hati soal
tanggapan buruk orang-orang soal momen ini. Selama kalian yakin jika ini tak
menyalahi aturan manapun, sementara kalian masih percaya Tuhan, sementara
kalian yakin telah pegang penuh kontrol atas diri kalian dan kalian yakin bisa
mengendalikannya, lakukan saja. Toh tak ada Agama yang mengajarkan umatnya
berbuat buruk kan? Jangan sampai tradisi yang ada malah memelencengkan pesan
sesungguhnya yang ingin dibawa oleh momen ini.
No comments:
Post a Comment