Pernah di suatu ketika
Aku menerka
akankah segera tiba luka, juga neraka
atau hanya dangkalku salah menerka
jikalau nyatanya kau bawakan aku penawar segala duka
Oh, sial. Ini enambelas, angka enam. Angka yang entah kenapa aku rasa memiliki hubungan yang cukup erat dengan diriku sendiri. Enambelas yang kukira harusnya istimewa seperti apa yang pernah aku utarakan sebelumnya, tapi ternyata tak ubahnya dengan yang lainnya, bahkan sedikit lebih sepi. Entahlah.. harusnya aku memang tak terlalu mengharap, tapi selalu saja ada sesuatu yang memacu hatiku untuk tak pernah urung berharap ketika aku mengingat soal hari ini, tanggal ini. Dan aku tak bisa mendakwa dirinya karena aku memang tak mengenali sedikitpun tanda, ia lolos tanpa sisa, kabur tanpa cela.
Bulan Mei, bulan yang rasanya amat sangat lama sekali datangnya kala aku menunggunya di Januari. Baru kemarin seingatku, kita semua merayakan tahun baru, atau kami, yaah acara ramai itu. haha..
Tapi beberapa minggu lalu, bulan itu lantas begitu saja meniban dimensi waktu yang kupijaki. Membuat mau tak mau aku dan segalanya berorientasi pada periode 31 hari yang baru, yang memiliki satu hari peringatan, tak istimewa sih, hanya soal diriku tetapi yaah..
Mei, 20th 2012
yang seharusnya jadi peringatan ke enambelas tahunnya aku menghirup oksigen bumi.
Sebenarnya, tak ada yang salah. Toh tanggal itu samasekali tak dihapuskan dari kalender dan masih tertera dengan sangat jelas disana, ttapi.. lihatlah apa yang aku punya saat ini, 7 jam menjelang detik itu tiba.
1. Keluargaku yang sibuk sendiri dengan urusannya masing-masing
2. Laptop, modem, buku gambar -sedikit hiburan-
3. Tanpa event khusus
4. Kucing-kucingku yang tidur pulas
5. Televisi yang bicara sendiri
6. Tenggorokan yang kering
7. Tugas yang belum selesai
8. Jadwal Ulangan Harian Matematika, praktek tari saman
9. PR FISIKA DAN KIMIA
SHIT!
Jadi apa istimewanya? Ah rasanya aku ingin menyembunyikan tanggal besok dari kalender, dan memunculkannya ketika segalanya istimewa. Mungkin aku egois, aku tahu aku bukan lagi anak TK yang pada lumrahnya meminta pesta ulang tahun yang meriah pada orang tuanya. Lagipula siapa pula yang meminta pesta? cukup beri aku sesuatu yang bisa mencirikan bahwa besok adalah hari yang berbeda dari biasanya itu saja. Mau menyuruh kucingku menyanyi untukku, atau apa terserah.
Tapi itu bodoh namanya, menyembunyikan tanggal besok dari kalender adalah hal terbodoh yang pernah kudengar dari fikiranku sendiri. Manabisa? Lagipula, bagaimanapun aku tak setuju soal hal sepi ini, tanggal dua puluh Mei besok akan tetap tiba pada waktunya, atau akan lebih cepat ketika aku tetap berfikiran bodoh macam ini.
Tahun ini berbeda, karena ini adalah kali pertamanya aku merasa tua. Seperti halnya di akun fb-ku, ketika aku berkenalan dengan seorang Otaku, yah mereka yang berhobi sama denganku seputar anime dan manga, aku tanya usia mereka, rata-rata tiga belas, empat belas, oh man, aku terlalu tua. Selain itu usia ini adalah usia yang menaungi tahun keduaku di SMA, hanya tinggal menghabiskan tahun ini, lalu menunggu sampai beberapa bulan didepannya maka aku akan lulus. Itu berarti ini satu-satunya kesempatanku untuk bersenang-senang tapi apa nyatanya? Dilihat dari sudut pandang manapun kondisiku sama, merana karena tak bisa bersua dengan IPS dan sedang dalam kondisi kehilangan feel pada first love#plakk
Oke, baik yang pertama ataupun yang kedua, itu samasekali tak ada bedanya, sama sama mengenaskan. yah.. sama sama benar-benar menjauhkan diriku sejauh-jauhnya dari kemungkinan bahagia.
Padahal, aku benar-benar bersyukur masih diberikan Tuhan kesempatan untuk hidup sampai detik ini, menggaje, berkarya dan menikmati dunia. Aku juga amat sangat bersyukur karena di tahun keramat ini, 2012, langit masih cerah, angin masih sejuk, Jakarta masih macet, dan Indonesia masih damai dengan kerusuhan-kerusuhan kecil disana-sini yang tak pernah menyepi*apanyayangdamai?!* Setaidaknya kita tak dijajah lagi man!
Suatu ketika, kau jemput aku dengan kencana
lagi sore menyambut senja
musik waltz mengalun
kala kita berkeliling memandang seputaran istana
malam menjelang, rembulan datang
musik waltz kian tegas menyuarakan eksistensinya
dibawah sorot malu cahaya bulan
aku melihat wajahmu
maka terhapus segala lukaku
menguaplah kecewaku
Aah.. Andai kata bulan menyinar konsisten,
namun tidak
Ia pergi dan selepasnya pun tak lagi kudapati dirimu
sekedar bayangkah ini? sebatas imajinasikah ini?
Angin yang berhembus tak cukup memberiku arti
makna dari kisah yang tak terkuak disini
Esok hari, bulan berganti matahari
menyilaukan bagimu yang hanya muncul dalam kelam di malam hari
aku tak minta, hanya bicaralah
ujarkan beberapa untai kata
demi menegaskan makna
sebuah makna.
membeku, biru, dalam alunan musik waltz
meremas kian erat yang dingin
melumat kian kuat yang lemah
kala kita berkeliling memandang seputaran istana
malam menjelang, rembulan datang
musik waltz kian tegas menyuarakan eksistensinya
dibawah sorot malu cahaya bulan
aku melihat wajahmu
maka terhapus segala lukaku
menguaplah kecewaku
Aah.. Andai kata bulan menyinar konsisten,
namun tidak
Ia pergi dan selepasnya pun tak lagi kudapati dirimu
sekedar bayangkah ini? sebatas imajinasikah ini?
Angin yang berhembus tak cukup memberiku arti
makna dari kisah yang tak terkuak disini
Esok hari, bulan berganti matahari
menyilaukan bagimu yang hanya muncul dalam kelam di malam hari
aku tak minta, hanya bicaralah
ujarkan beberapa untai kata
demi menegaskan makna
sebuah makna.
membeku, biru, dalam alunan musik waltz
meremas kian erat yang dingin
melumat kian kuat yang lemah
No comments:
Post a Comment