Puas Kalian??!
Puas Kau Ilana Tan?
Puas Kau Marshella Riyanto yang telah memberikan saya ebook nggak penting ini buat dibaca?
Puas Kau Bella Civia Noverianti yang telah membuat saya penasaran lebih jauh terhadap isi novel ini?
Puas Kau “Autumn in Paris” yang judulnya sudah membuat saya kepincut dan akhirnya membuat saya memutuskan untuk mengorbankan setengah waktu minggu saya yang “mahal” hanya untuk melahap habis sisa 4/5 buku yang belum terbaca tadinya?
Puas Kalian menguras air mataku hari ini?!
Puas Kau Marshella Riyanto yang telah memberikan saya ebook nggak penting ini buat dibaca?
Puas Kau Bella Civia Noverianti yang telah membuat saya penasaran lebih jauh terhadap isi novel ini?
Puas Kau “Autumn in Paris” yang judulnya sudah membuat saya kepincut dan akhirnya membuat saya memutuskan untuk mengorbankan setengah waktu minggu saya yang “mahal” hanya untuk melahap habis sisa 4/5 buku yang belum terbaca tadinya?
Puas Kalian menguras air mataku hari ini?!
Ini tersangkanya! |
Oke, kalian berhasil,
dan nilainya lumayan! LULUS KKM! Yeeahh!#plak
*Maap yang diatas saya songong~#sujud-sujud*
*Maap yang diatas saya songong~#sujud-sujud*
Sebenarnya saya ini
sangat sangat kudet, secara ini novel udah dari kapan tau terbitnya dan saya
baru baca =3= Sebenernya, udah niat men, dari dulu dulu. Semenjak saya tau dari temen saya yang katanya sodaranya beli ini buku setaun yang lalu. Toh dari judulnya aja,
saya udah kepincut berat, tuh liat, AUTUMN IN PARIS!
Pertama, AUTUMN!
yoohoooo, tau gak sih, itu musim favo saya sejak zaman dahulu kala, sejak saya tahu bahwa di dunia ini gak Cuma ada musim kemarau, musim hujan, dan musim layangan. Sejak saya tau bahwa negara-negara beriklim subtropis dan dingin memiliki empat musim dimana salah satunya adalah musim gugur. Saya nggak peduli seberapa noraknya saya terhadap salju. Toh, orang kan biasa mikirnya gitu, yang gak ada disini dan ada disana itukan Cuma salju!
yoohoooo, tau gak sih, itu musim favo saya sejak zaman dahulu kala, sejak saya tahu bahwa di dunia ini gak Cuma ada musim kemarau, musim hujan, dan musim layangan. Sejak saya tau bahwa negara-negara beriklim subtropis dan dingin memiliki empat musim dimana salah satunya adalah musim gugur. Saya nggak peduli seberapa noraknya saya terhadap salju. Toh, orang kan biasa mikirnya gitu, yang gak ada disini dan ada disana itukan Cuma salju!
Musim panas? Banyak. Musim semi? Tinggal
nunggu tiap pagi juga ada kembang yang mekar. Nah, musim gugur? Ini pas kemarau
dateng aja ke kebon jati, nah itu pada meranggas semua daunnya kan jadi pada
gugur. Kalo salju? Kan nggak ada. << nih pemikiran orang norak, tauan
salju mah di freezer kulkas juga ngampar kalo gak pernah dikuras#plakk
Gak tau kenapa, saya
memang lebih tertarik sama Autumn dibanding musim lain. Keren aja gitu, meski
namanya dalam bahasa Jepang terdengar lawas, of course, Autumn in Japanese called as “AKI”. And “AKI” in the sundanese
has a same meaning as “EYANG KAKUNG”=3=#ngaco
Warna yang di compose
sehingga menghasilkan harmoni yang biasa tertampilkan pada musim gugur adalah
warna-warni yang saya suka. Cokelat, oranye, kuning telur, keemasan, agak
kehitaman, sedikit dark lime, dan masih banyak lagi. Pokoknya warna-warna yang
tak jauh dari situlah. Selain itu, menurut saya juga, menghabiskan waktu untuk
berjalan jalan di taman, lalu berhenti di pinggir sungai, memandangi cahaya
keemasan matahari senja yang terpantul di sungai sambil menikmati semiliran
angin dingin yang dibubuhi lembaran lembaran daun cokelat berbagai bentuk yang
turut menari bersamanya. Ituu… KEREEENN!!
Yang jelas intinya
sudah sejak lama saya menyukai Autumn#reader:wan, Autumn siapa?-halah-
Tak peduli barisan pohon besar di depan Perpus Umum pas peralihan antara musim kemarau ke hujan pun daunnya agak cokelat-apa item yak?- dan berguguran juga saking kenceng anginnya. Musim yang beneran pengen banget saya alami pertamakali kala saya menginjakkan kaki di negara subtropis manapun atau bahkan di ranah benua biru sana suatu saat nanti adalah musim gugur. Yang menjadi latar dari Eiffel yang saya lihat secara langsung pertama kalinya nanti pun saya harap musim gugur. Dan yang menemani saya kala itu saya harap adalah Naoya#amin..
Tak peduli barisan pohon besar di depan Perpus Umum pas peralihan antara musim kemarau ke hujan pun daunnya agak cokelat-apa item yak?- dan berguguran juga saking kenceng anginnya. Musim yang beneran pengen banget saya alami pertamakali kala saya menginjakkan kaki di negara subtropis manapun atau bahkan di ranah benua biru sana suatu saat nanti adalah musim gugur. Yang menjadi latar dari Eiffel yang saya lihat secara langsung pertama kalinya nanti pun saya harap musim gugur. Dan yang menemani saya kala itu saya harap adalah Naoya#amin..
Yang Kedua, PARIS!
Yap, kalian tau itu kota impian saya sejak lama. Sejak kapan ya? Persisnya saya lupa yang pasti udah dari SD. Kenapa saya suka sama Paris?#nah ini siapa lagi?-ngek-
Yang pertama bukan karena Paris itu kota cinta, kota romantis atau apa. Toh, mengerti apa seorang saya yang duduk di SD tentang begonoan? Pertama saya suka karena itu kota kayaknya menghargai seni banget. Seni nggak jadi kebutuhan quarter-aja-nggak kayak disini. Disana, bahkan primer. Orang orang bisa hidup hanya dengan mengamen atau menjadi pelukis jalanan. Dan tentu mereka bukan hanya membawa kecrekan beras asal dan bernyanyi sesuka hati sambil memasang tampang melas, melainkan benar-benar menyuguhkan apa itu seni. Kota ini juga kota mode, meski akhir akhir ini sedikit tersaingi Milan dan London, atau bahkan Rio de Janeiro. Tapi tetap saja, yang namanya Paris itu ya identik betul dengan fashion. Dan asal kalian tau, aku urakan urakan begini, lumayan tertarik untuk jadi seorang fashion designer, hohooho..
Yap, kalian tau itu kota impian saya sejak lama. Sejak kapan ya? Persisnya saya lupa yang pasti udah dari SD. Kenapa saya suka sama Paris?#nah ini siapa lagi?-ngek-
Yang pertama bukan karena Paris itu kota cinta, kota romantis atau apa. Toh, mengerti apa seorang saya yang duduk di SD tentang begonoan? Pertama saya suka karena itu kota kayaknya menghargai seni banget. Seni nggak jadi kebutuhan quarter-aja-nggak kayak disini. Disana, bahkan primer. Orang orang bisa hidup hanya dengan mengamen atau menjadi pelukis jalanan. Dan tentu mereka bukan hanya membawa kecrekan beras asal dan bernyanyi sesuka hati sambil memasang tampang melas, melainkan benar-benar menyuguhkan apa itu seni. Kota ini juga kota mode, meski akhir akhir ini sedikit tersaingi Milan dan London, atau bahkan Rio de Janeiro. Tapi tetap saja, yang namanya Paris itu ya identik betul dengan fashion. Dan asal kalian tau, aku urakan urakan begini, lumayan tertarik untuk jadi seorang fashion designer, hohooho..
Belakangan, setelah saya sudah mulai melirik dunia romance dan akhirnya terjun bebas semaunya kesana,
benar harus kuakui, Paris itu romantis…#ugyaaa!!
Dan kedua kata itu
dikombinasikan dengan dijembatani satu konjungtor yang bermaknakan ‘di’
AUTUMN IN PARIS a.k.a
Musim Gugur di Paris#oke kalo diterjemahkan agak sedikit iloy
***
Err, Sekarang review
dikit ya?
Pertama, perasaan saya
dipermainkan sama ini novel. Sebelum baca saya udah denger sih dari temen-temen
yang udah baca. Katanya sedih lah, kasian lah, terakhirnya mati lah, cowoknya
mati lah, sad ending lah, pokoknya saya udah dapet banyak bocoran deh. Awalnya
saya kira itu cerita cukup klise, tapi ternyata ide cerita yang sudah lumayan
lumrah itu berhasil dikemas dengan menarik. Di awal cerita munculah seorang
cewek amburadul blasteran Indo-France, yang sangat ditonjolkan sebagai seorang
yang cerewet dan mudah penasaran, yang
kemudian difonis menjadi tokoh utama. Setelah dirinya, muncul orang
lain. Seorang pria*wedeew..* yang kebetulan bikin saya takjub, terpana, plus
ngakak, karena kenapa?
Pertama, namanya
ituloh, Sebastien! Sebastien Michaelis kali.. huahahhaXD
mungkin Sebastien itu versi French-nya Sebastian..
mungkin Sebastien itu versi French-nya Sebastian..
Yang kedua, si
Sebastien ini mengingatkan saya sama Tamaki, Francis, Sanji, Michiru
Nishikiori, dan banyak chara anime lainnya yang kurang lebih sejenis#eh,
setipe. Yang saya suka dari mereka, termasuk si sebastien ini, meski mereka
seenaknya flirting sana sini, tebar pesona sana sini, tapi tetep ada di mata
mereka wanita yang punya kedudukan paling tinggi dibanding semua sasaran
flirting mereka. Biasanya, mereka justru menjaga jarak dan hanya menjadi
sebatas teman tanpa melakukan hal yang lebih jauh terhadap si wanita. Intinya,
mereka tetap pribadi yang menghormati wanita kurang lebih.
Then,
Si Sebastien ini benar-benar ditampilkan dengan tabiat asli khas orang Prancis.
Liat aja seberapa sering dia tebar pesona, seberapa gampang dia dapet cewek
baru, dan seberapa banyak mantannya atau bahkan pacarnya. Asal kalian tau,
kebanyakan orang Prancis memang gitu, jangankan seorang fiktif seperti
Sebastien, Napoleon-pun ternyata begitu..*ssstt..
Yang terakhir,
SEBASTIEN PAKE KACAMATA!!!
entah kenapa saya juga demen ngeliat yang matanya agak mblawur#plakk
nggak sih, cuman cowok pake kacamata itu kayaknya keren aja gitu…
Berwibawa, keliatan pinter, apalagi kalo pas lagi benerin kacamata yang bagian hidungnya itu pake telunjuk doang#WWHOOAAA XDD*mimisan*
entah kenapa saya juga demen ngeliat yang matanya agak mblawur#plakk
nggak sih, cuman cowok pake kacamata itu kayaknya keren aja gitu…
Berwibawa, keliatan pinter, apalagi kalo pas lagi benerin kacamata yang bagian hidungnya itu pake telunjuk doang#WWHOOAAA XDD*mimisan*
Alkisah, dalam cerita
tersebut, masih di bagian awal, si Sebastien ini sering bikin Tara naik darah
gara gara sering seenaknya cerita tentang cewek-ceweknya ke Tara yang notabene,
menyukai Sebastien. Tapi, overall, di awal appearing, Tara sama Sebas itu cukup
serasi kalo menurut saya.
Setelah mereka berdua,
datanglah seorang lagi, yang kalo dibayangan saya, ibarat Sebas, Tara dan si
orang baru ini Cuma punya 1 warna untuk mewakili diri mereka, Tara itu cokelat
muda, Sebastien Kuning-Biru, dan si orang baru ini Hitam-Putih-entah kenapa-. Yak dialah
Tatsuya Fujisawa, yang mengingatkan saya pada my dear Naoya, coba aja dia pake
kacamata..#wan, banguun..!
Dia itu termasuk tipe
yang saya incar#apadah. Yaa.. dimana seeh, nyari yang tipe begitu? Dimana
woyy?!#ribut, dihajar warga
Yaaampuun, dia itu tampan, rambutnya hitam lurus, tak neko-neko. Dengan wajah
oriental campur agak barat. Dan warna mata abu-abu gelap. Aiihh.. ^////^
Udah gitu, pengertian, penuh kejutan, baik banget, dan perlu digaris bawahi, romantis kawan-kawann..
Oiya, dia PINTER MASAK!XD
Udah gitu, pengertian, penuh kejutan, baik banget, dan perlu digaris bawahi, romantis kawan-kawann..
Oiya, dia PINTER MASAK!XD
Kalo ngomongin soal
ceritanya, awalnya saya nggak ngira jika si Tatsuya ini adalah aktor utamanya,
beneran awalnya saya kira si Sebas. Lagipula di awalan cerita, perannya si Tatsuya
ini bagai ubur-ubur, yang muncul, mendem, muncul, mendem, muncul lagi, mendem
lagi#fiuhh..
Dan semua berubah saat negara api menyerang#salah!
Dan semua berubah saat Sebastien ke Nice, dari sana mulai tuh kedekatan-kedekatan antara Tara dan Tatsuya terbaca, mereka tanpa disadari sering pergi bareng dan semakin saling mengenal. Terus cara-caranya si Tatsuya yang melibatkan acara siaran radionya Elise dalam hubungan mereka itu saya akui cukup romantis dan kreatif juga. Semenjak itulah Tatsuya mulai bikin saya gigit jari. Yang saya perhatiin dari ini novel, kenapa ya hampir setiap pertemuan antar tokohnya itu dilakukan di jam istirahat makan, apa mungkin karena istirahat makan di Prancis itu lama ya? Terus lagi, si Tatsuya itu seneng banget megang kepalanya Tara. Kalo ini, emang ada sih tipe cowok yang emang kebiasaan suka megang kepala ceweknya. Setau sayaa~
Dan semua berubah saat negara api menyerang#salah!
Dan semua berubah saat Sebastien ke Nice, dari sana mulai tuh kedekatan-kedekatan antara Tara dan Tatsuya terbaca, mereka tanpa disadari sering pergi bareng dan semakin saling mengenal. Terus cara-caranya si Tatsuya yang melibatkan acara siaran radionya Elise dalam hubungan mereka itu saya akui cukup romantis dan kreatif juga. Semenjak itulah Tatsuya mulai bikin saya gigit jari. Yang saya perhatiin dari ini novel, kenapa ya hampir setiap pertemuan antar tokohnya itu dilakukan di jam istirahat makan, apa mungkin karena istirahat makan di Prancis itu lama ya? Terus lagi, si Tatsuya itu seneng banget megang kepalanya Tara. Kalo ini, emang ada sih tipe cowok yang emang kebiasaan suka megang kepala ceweknya. Setau sayaa~
Nah, di bagian pemunculan
masalah, waktu Tara mulai merasakan sesuatu yang lain terhadap Tatsuya, saya
sempet memfonis dia serakah. Ck, nggak serakah juga sih, maksudnya kok tega,
kok bisa gitu lho berpindah secepat itu, wong saya aja nggak bisa bisa#stoopp!
curcol lagi gua buang ke kali lu!
Tapi semua itu berhasil diluruskan Elise, bahwa sebagaimanapun Tara itu terkadang cemburu, sebagaimanapun ia tetap selalu mengharapkan perhatian Sebastien, ia bukan menyukai Sebastien dalam konteks hubungan antara laki-laki dan perempuan. Melainkan hanya sebagai teman atau kakak saja. Ini juga yang saya pelajari dari novel ini, bahwa ternyata menyukai seseorang pun ada tingkatannya, ada level dan bagiannya sendiri, dan perasaan suka itu tak tentu berhujung cinta.
Sejak disadarkan oleh
Elise itulah, Tara tak lagi bimbang tentang perasaannya teradap Tatsuya. Sedang
Tatsuya sendiri, ia jatuh cinta pada Tara sejak pertamakali melihatnya di
Bandara, seperti ceritanya pada acara siaran Elise di Radio. Ada hebatnya lagi,
cowok yang saya kira lawan mainnya Tara pertamanya, ternyata bener malah protective banget. Sampe sebelum Tara
sama Tatsuya berhubungan lebih jauh, si Sebas ngancem Tatsuya, kalo dia nggak
mau serius sama Tara, lebih baik dia mundur, karena kalo sampe Tatsuya
menyakiti hati Tara, Sebastien-lah yang akan dihadapinya.
Hubungan Tara sama
Tatsuya itu harmonis, manis, dan bikin melting
banget. Mereka nggak mengumbar kemesraan macam orang Prancis lainnya kalo
pacaran-mereka memang bukan orang Prancis sih-. Mereka hanya menghabiskan waktu
untuk mengobrol, sharing, makan
bersama, saling mentraktir, bergantian memasak, dan bersenang-senang di banyak
tempat. Namun kesederhanaan itulah yang justru membuat mereka tahu, akhirnya,
apa yang mereka inginkan dalam hidup mereka telah sama-sama mereka temukan.
Sayangnya, hidup tak
akan berjalan semudah yang mereka bayangkan kedepannya. Misi Tatsuya ke Paris,
selain untuk memenuhi kontraknya di perusahaan Ayahnya Sebastien, yakni untuk
menemui cinta pertama Almarhumah ibunya dan menitipkan pesan beliau padanya lah
yang menjadi sumber dari berbagai masalah yang kemudian timbul.
Dari Warna mata, kabut
kelabu yang menyelimuti binar mata mereka, kabut yang sewarna itu, nantinya
akan memudar dan memperlihatkan kenyataan apa yang takdir sembunyikan dari
mereka. Ketika semuanya kemudian berbalik sulit, ketika sesuatu yang entah
datang dari mana tiba tiba meremas hati mereka berdua, menghancurkan mereka
pelan pelan, dan lambat laun, kenyataan yang ada memang harus mereka terima bahwa
hidup yang mereka kira telah sempurna ini mengeruh begitu saja. Satu bagian
saja hilang, maka kebahagiaan itu akan hilang, pudar, dan menguap habis pada
waktunya, tergantikan oleh kesunyian, ketika akhirnya, kedua pasang kelabu itu
berpisah, selamanya..
#HHUUUAAAAAAA!!!!*nangisdarah
#HHUUUAAAAAAA!!!!*nangisdarah
Kemarin tercatat saya
selesai membaca novel itu pukul 12.35, tapi sampe sore saya masih nyesek.
Berkali-kali saya bengong lalu menggumam pelan, ‘yaampun.. Tatsuya-nya kasian, Tatsuya-nya kasian..’
RALAT, sampe ini pagi, bangun tidur saya masih nyesek!
RALAT, sampe ini pagi, bangun tidur saya masih nyesek!
Haahh.. bener deh, ini
novel!
Tapi jujur, sebagai seorang pembaca perempuan, saya bukan simpati kepada Tara disini, melainkan Tatsuya. Sayangnya Point of View yang digunakan disini itu orang ketiga, seandainya orang pertama, dan yang nyeritain itu Tatsuya, nangis saya pasti lebih parah dari ini. Tapi pemilihan POV-nya tepat, dengan mengambil sudut pandang sebagai orang ketiga, pembaca jadi bisa lebih merasakan pergelutan batin antar tokoh yang jadi jurus cesplengnya ini novel. Kalo POV-nya dari Tara, mungkin gak akan se-seru ini jadinya.
Tapi jujur, sebagai seorang pembaca perempuan, saya bukan simpati kepada Tara disini, melainkan Tatsuya. Sayangnya Point of View yang digunakan disini itu orang ketiga, seandainya orang pertama, dan yang nyeritain itu Tatsuya, nangis saya pasti lebih parah dari ini. Tapi pemilihan POV-nya tepat, dengan mengambil sudut pandang sebagai orang ketiga, pembaca jadi bisa lebih merasakan pergelutan batin antar tokoh yang jadi jurus cesplengnya ini novel. Kalo POV-nya dari Tara, mungkin gak akan se-seru ini jadinya.
Kenapa saya justru
simpati sama Tatsuya? Coba liat, disini dia sebagai pihak laki-laki, pihak yang
dimana mana selalu jadi sang pengambil keputusan, termasuk saat ia harus
mengatakan yang sebenarnya pada Tara, meski ia terus mengulurnya karena tak sanggup
dan akhirnya Tara tahu sendiri. Disini dia begitu kecewa pada semuanya, pada
hidupnya, dan saya rasa dia tipikal orang yang pasrah, tipikal orang yang
merasa jika setelah semua yang telah ia usahakan, tak ada lagi yang bisa ia
lakukan. Ia hanya bisa pasrah dan berharap Tara bahagia. Egois sekali,
saudara-saudara.. Egois pada dirinya sendiri, dengan seenaknya si Monsieur ini
mengesampingkan perasaan, hati, rasa sakit yang ia rasakan, bahkan jiwa dan
raganya yang hampir lebur demi kebahagiaan orang lain. Meski itu adalah wajar
karena Tara bukan siapa-siapa, dia bukan orang lain bagi Tatsuya, Tara itu
cintanya, harapannya, apa yang ia inginkan untuk melengkapi hidupnya, juga
adiknya, ternyata..
Cerita tragis yang
berlatarkan musim gugur ini sangat saya rekomendasikan untuk dibaca kawan..
Terutama bagi kalian yang belum baca dan lebih kudet dari saya, jika anda ingin menangis, baca ini!#ngiklan :P
Terutama bagi kalian yang belum baca dan lebih kudet dari saya, jika anda ingin menangis, baca ini!#ngiklan :P
Nggak, sebenarnya
banyak yang saya dapet dari ini novel disamping Cuma nangis. Ada banyak, banyak
pelajaran hidupnya. Novel ini juga secara tak langsung menerangkan mengenai
berbagai jenis cinta. Nggak percaya? Baca aja. Dari mulai cintanya Sebastien ke
Pacar-pacarnya, Cintanya Tara ke Sebastien, Cintanya Sebastien ke Tara,
Cintanya Tara ke Tatsuya, Cintanya Jean-Daniel ke Sanae, Cintanya Kenichi-ayah
angkat Tatsuya- ke Sanae, Cintanya Jean-Daniel ke Ibunya Tara, dan masih banyak
lagi, dan ternyata itu semua adalah cinta yang berbeda.
Oiya, saya nggak boleh
ketinggalan memvonis cerita ini. Ini Novel bukan Sad Ending lagi, tapi Double
Sad Ending! Secara, nyampe mereka udah nggak bisa barengan, nyampe Tatsuya
pulang ke Jepang dan nggak akan balik ke Paris lagi aja itu udah Sad Ending
banget, nah ini? Udah gitu pake acara meninggal lagi Tatsuya-nya, kan namanya
menyiksa pembaca kalo begini namanya. Kasian tau.. Tatsuya-nya…
Oke, Overall, 4 jempol
yang saya punya rela saya persembahkan buat ini novel. Alamaak, kerenn! Lama
saya tidak membaca novel yang bikin saya greget sebegininya. Bagi kalian yang
baca ini post dan belum baca novelnya, saya ancam, HARUS BACA!
Ya
Ya
Ya
Ya
Yaaaaa?
#jatoh
Aduh!
#bangun, benerin baju
Oke, selamat siang dan salam olahraga! -Yuanita WP, 2012-
No comments:
Post a Comment