Yo~, aku sedang UAS tapi sungguh tak bisa
menahan hasrat untuk tidak menulis#dasar ==”
Lagipula UAS di kelas IPA apa menariknya?
yang menarik hanya PKN dan Sejarah saja~
yang menarik hanya PKN dan Sejarah saja~
Oke, langsung saja, disini mungkin aku hanya
akan curhat, tapi sembari berbagi tips soal..
“beranikan saja dirimu, toh ia tak akan membunuhmu.”
Mungkin dalam beberapa kasus, steatment ini
tidak berlaku. Seperti halnya jika kau berurusan dengan seorang psikopat atau
ripper yang baru keluar dari penjara. Tapi yang jelas, dalam kasusku dan
manusia normal lainnya dalam artian yang biasa-biasa saja, jelas ini berlaku.
Jadi begini, aku akan mencoba untuk sedikit memberi doktrin. Tenang, ini bukan
semata ajaran sesat atau apapun yang membahayakan stabilitas jiwa lainnya, ini
hanya soal pengalamanku yang hendak kubagi karena akupun merasa agak miris jika
melihat korban setelahku berjatuhan lagi. Meski ini sudah semacam hukum alam.
Lumrah, ini seperti kebanyakan masalah manusia
seusiaku lainnya, terutama perempuan, karena sesuatu yang berlebihan yang kami
miliki itu, yang biasa disebut perasaan sensitif sebagai alibi haha. Yap, soal
err.. yah, kuakui mengatakan ini tak semudah ketika kau sedang kasmaran man~
Ketika kau sedang kasmaran mungkin kau akan menggombal semaumu, mengagung-agungkan
seseorang disana dengan umbul-umbul tinggi tanpa melihat kenyataan, melupa,
terbang tinggi, lalu menunggu takdir tanpa disadari. Entah takdir itu akan
melambungkanmu semakin tinggi atau menjatuhkanmu ke dasar terdalam. Terdengar
mengerikan? Maaf. Yang sedang kasmaran, nikmati saja, jangan hiraukan, ini
hanya kata kata orang patah hati#plakk. Hehe~
Mau apa lagi, begitulah kenyataannya#sigh
Sekarang, dengan mudahnya, semuanya meluncur
pasti karena memang mungkin sudah waktunya. Dengarkan saja, siapa tahu berguna
karena ini pengalaman hidupku sendiri. Beberapa waktu yang lalu, dengan naifnya
aku memalingkan muka dari kenyataan. Aku tidak menyesalinya, karena
bagaimanapun, itu saat-saat yang menyenangkan. Segala dalam hidupmu akan terasa
lebih membahagiakan, dan tak akan miskin gairah meski hanya dalam konteks yang
sia-sia.
Jadi begini, jika kau berkenan untuk membaca
postku yang lalu-lalu, yeah, kasusnya adalah aku sempat-atau masih- terlibat
kisah tunggal yang rumit dengan seorang teman kecilku. Rumit, yeah karena tak
pernah ada kejelasan soal ini. Aku hanya bisa diam, menatap kosong semua yang
telah berlalu dengan sia-sia. Waktu yang kubuang. Adakalanya, aku berfikir jika
ini lebih baik daripada mendapati kenyataan yang menyakitkan hati. Hey, itu
berpotensi mengakibatkan kasus bunuh diri, meski separah apapun sepertinya aku
adalah individu yang sanggup bertahan.
Tapi, itu hanya pemikiran dari satu sisi. Ketika
aku mendapati diriku waras suatu waktu, mungkin aku menyesal, toh saat ini,
ketika ia tahu segalanya, ia tak membunuhku.
Haha~
Mungkin, budaya negara kita tak memperkenankan
individu warganya menjadi seorang pecinta murni yang kejam dan agresif.
Segalanya selalu penuh toleransi dan basa-basi, dari urusan kenegaraan,
politik, sampai kisah cinta warga negaranya. Seperti begini, seorang yang
menyandang status sebagai perempuan, sesuai kebijaksanaan adat lama, tak pada
lumrahnya menjadi vokal soal suara hatinya. Tak perlu dalam kasus ini sebagai
seorang perempuan, lantas mengatakannya, yaah.. bagi hanya yang masih berpegang
pada adat lama sih, karena kurang lebihnya aku masih demikian. Bagi yang lebih
berpaham liberal, ini samasekali bukan masalah. Menurutku, tak perlu
mengatakan, hanya saja tunjukan saja sebisanya, secara implisit, jangan menarik
diri, karena semakin begitu, kemungkinan baiknya akan semakin besar muncul.
Selain itu, langkah positif akan selamanya lebih baik daripada hanya berdiam
diri, seperti yang hanya akubisa lakukan. Istilahnya, jadi, aku gagal? Yap,
belum berhasil sampai kasusku hampir usai, apalagi namanya jika bukan gagal.
Oleh karena itu, jangan jadi orang gagal.
Kesempatan yang ada, selagi itu masih bisa diambil, ambilah. Jangan hanya
berdiam diri karena dengan berdiam itu berarti kau telah merelakan sesuatu hal
untuk pergi, tanpa pernah tahu itu akan kembali lagi atau tidak. Ini berlaku
soal apapun, kan?
Meskipun dalam kasus ini, aku belum sepenuhnya
menyerah. Oke, aku tahu aku hanya punya detik-detik terakhir saat ini, tapi tak
kupungkiri aku masih berharap ia mau mengkonfirmasi segalanya. Meluruskan apa
yang sebenarnya terjadi padanya soal ini, tanggapannya. Agar ya, aku bisa
mengambil langkah selanjutnya, entah itu untuk tetap menikmati saat-saat
terakhir ini, atau melangkah maju, mengubur segalanya hanya sebagai bagian dari
sejarah hidupku.
Demikianlah, tak lagi kudapati debar itu.
Meskipun sampai detik ini ketika kami bicara, aku masih merasakan ada sedikit
desiran yang melanda. Masih menyenangkan melihatnya, masih menyita perhatianku
soal kisahnya, masih menyisakan seberapa dari waktuku untuknya, nyatanya masih
begitu, meski aku juga tak tahu sampai kapan kisah ini akan berkesinambungan.
Satu bulan lagi, dua bulan lagi, sampai ulang
tahunnya, sampai akhir tahun ini, atau bahkan lima tahun lagi. Tak ada yang
bisa memastikan. Soal takdirku, hanya ada ditangan Tuhan, bukan ditanganmu atau
ditanganku sendiri. Aku hanya berusaha menikmati hidup ini sebisanya.
Aku percaya Naoya-ku akan tiba, dan kau, sekarang
kau bukan Naoya. Aku pastikan kau bukan Naoya, tapi segalanya bisa berbalik
suatu saat nanti, kau, aku, takdirku, segalanya bisa berubah. Aku hanya bisa
mengatakannya sekali lagi, tak ada ruginya jadi aku yang saat ini, yang memilih
untuk diam, meskipun sekalinya aku memilih untuk bicara mungkin apa yang aku
alami bisa lebih baik lagi. Yang jelas, dengan mengambil keputusan untuk diam
ini berarti aku telah memasuki percabangan baru yang membawa kisahku kepada
babak yang baru. Aku masih menunggu.
Tapi bagi kalian, dalam hal ini tak pada
tepatnya kalian hanya diam. Bergerak akan jauh lebih baik, dan dengan langkah
yang lebih berarti, mungkin alur hidupmu akan bermuara pada ending yang lebih
membahagiakan. Mungkin, oke?
Yuanita WP,
sedang UAS – 6Juni 2012
No comments:
Post a Comment