yaah, hidupku akhir akhir ini cukup normal, tak ada yang terlalu spesial dan mengena untuk diabadikan dalam beberapa bait puisi, itulah mengapa aku tak terlalu produktif belakangan ini, beberapa post justru teronggok begitu saja, berdebu dan dikerubungi semut, andai inspirasi dan semangat menulis bisa datang sesuai dengan hendakku..
Oh, no.
jika semua berjalan sesuai kehendakku, hidupku akan jauh lebih datar dari ini, dan asal kau tahu, aku tak terlalu suka.
Di bawah Matahari Senja yang Keemasan
Di sana kita duduk berpaling, memaku diri pada persepsi sendiri
Di tepian sabana, bertolak punggungan kita memandang mala
menelaah makna, mendalami hati
dalam keegoisan sendiri
Hikayat turunan dari nirwana, berlembar membuka
merebah asa dalam ketiadaan murka, hanya ada emosi tanpa kata
luapan tanpa hara, kisah tanpa perantara
kasihku menelaah tanpa suara, membawaku terlarut dalam maya
Aku terdustai mala
nyatanya dunia diam, tapi aku terjatuh jua
senja oranye di dua mata, berlainan warna di pasang lainnya
seperti halnya berpunggungan kita, persepsi kita melayang sendiri pada jalannya
terbawa hati melambung tinggi, teryata
sakit yang kita dapati, sayang..
adakah kau sudi terima
jika luka ini kupersembahkan untukmu jua?
sementara padamu telah menganga , sesabit luka olehnya
adakah, adakah?
Ah senja.. kala ritme yang rancak memelan..
senja, kala segala mulai berputar dalam angan
kala berupa-rupa warna tertuang dalam kanvas bulan
laras memadu..
Wahai kau pengagum senja,
Adakah nanti sekali, di suatu masa
Kita tak lagi sama meluka?
Adakah nanti sekali, di suatu masa
Kita tak lagi menyendu pada mega?
Adakah nanti sekali, di suatu masa
Kita tak lagi berpunggungan di tepi sabana?
Adakah nanti sekali, di suatu masa
Aku bisa melihatmu tak lagi terpaku pada arah yang menyakiti mu
Adakah nanti sekali, di suatu masa
Kita berbagi pandang laras padu cahaya cantik ini berdua, dengan senyum tanpa luka
bersisian lagi bertautan penuh asa
Tak ada.
Masih menyendu, rasanya selalu..
Kurasa kuakan sampanan hidupku cukup memberiku tahu
Tak ada makna guna dari menanti bulan yang merindu bintang
karena selamanya, dua persepsi berbeda kutub tak akan pernah melaras padu
Dan objek yang selama ini kupindai hanya punggungmu
punggungmu yang tersirami cahaya keemasan matahari senja
yang menyilaukanku pada maya
yang membawaku pada mala/
-Yuanita WP, 2012-
No comments:
Post a Comment