Kembali bersama saya disini,
pemilik blog sepi yang sedang kesepian sendiri di Kost-an. Yeah, saya, memang,
ya, anak baru, hehe#plakkk. Tepatnya, Maba atau Mahasiswa Baru di sebuah
universitas ternama di negeri ini#gayalo wan wan…
Singkatnya, tadi pertama kalinya saya mampus, eh, ngampus :D#garing
Tadi itu ada tes TOEFL buat Maba-Mabanya, besok ada tes TPA, dan hari Jum’atnya baru saya registrasi sebelum di weekend nanti akan kembali ke kampung halaman saya, Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Indonesia, Asia Tenggara, Asia, Bumi.
Pada kenyataannya momen ini
memang bukan momen yang unik, toh sekian banyak Maba yang membanjiri GSP tadi
juga mengalami hal yang kurang lebihnya sama dengan saya, tapi beginilah saya memaknai
kehidupan sejauh ini. Ia tak ubahnya belang pada bulu kucing. Kita dapat
menggeneralisasikannya se umum mungkin hingga mereka hanya terbagi menjadi
beberapa klasifikasi sederhana, misalnya oranye, belang, hitam, dan putih. Tapi
sadarlah segera bahwa dibawah naungan klasifikasi belang, ada berapa milyar
motif belang?, ada berapa banyak kombinasi bulu yang berbeda dari setiap
warnanya? Sama halnya dengan kehidupan saya rasa. Hari ini, ada sekian ribu
orang yang mengalami hal yang sama seperti saya, sama sama ‘belang’ istilahnya,
tapi secara esensi, bagi tiap-tiap kami, sudah disiapkan pola-pola tersendiri
untuk diikuti, tanpa ada yang persis sama, sehingga ke’belang’an segala
peristiwa yang kami alami hari ini memang unik, bagi setiap individu kami.
Saya berangkat pagi, diantar
Bapak saya sama halnya dengan Maba lain yang masih kikuk dan masih didampingi
orang tua. Petualangan saya dimulai di tukang nasi Rames, di gang depan kost,
disitu saya menyimpulkan ada beberapa orang, pada meja yang sama dengan saya,
yang bernasib sama seperti saya hari ini, tapi entah karena apa, tak sepatahpun
percakapan saya ujar disana kecuali dengan Bapak saya. Masuklah berikutnya kami
ke UGM, masih tanpa teman baru buat saya. Sekitar jam 7, saya memaksa untuk
menjemput takdir saya dan pamitan sama Bapak saya yang hendak kembali ke rumah
mbah saya, meski masih juga tanpa teman. Merasa saya bukan satu-satunya yang
sabishi, akhirnya saya memberanikan diri untuk menembus kerumunan yang sedang
melihat nomor kursi di papan pengumuman, tahu nomor, saya pun masuk dan duduk
dengan tenang (baca:grogi).
Sepuluh sampai lima belas menit
awal, kursi di sekitar saya masih kosong melompong, dan palingan hanya diisi
oleh segelintir dua gelintir orang di pojok-pojok yang cukup jauh dari saya. Tapi
tak lama, doa saya dijabah juga sama Yang Maha Kuasa, seseorang di sisi kanan
saya menyapa saya dengan memanggil ‘mbak’. ‘Whut?? Mbak? Kapan gua kawin sama
Mas lo?!’ batin saya, tapi mengingat segera bahwa ini DJOGDJAKARTA, maka hal
seperti itu bukanlah hal yang tabu. Maklum, sedikit culture shock, di Cikarang
mana ada cewek ABG kenalan manggilnya Mbak? Palingan juga ‘Eh, namanya siapa?’,
atau nggak alusnya ‘Kamu namanya siapa?’, kalo temen SD saya, si Siti Rohmah,
bisa jadi ‘Eh, siapa lu?’. Sedangkan disini? Hah, extremely different -_-
Tapi nggak papa, karena si Mbak yang manggil saya Mbak itulah yang akhirnya jadi temen pertama saya. Mbak Yuliana, Sastra Arab~ :D#jadi inget JIJAH :’’’’D
Temen saya yang selanjutnya masih
cewek juga, FIB juga, seseorang berbulu mata lentik yang duduk di sebelah kiri
saya. Nggak jauh beda, anak arkeologi ini juga manggil saya demikian, bahkan
lebih parah karena Mbak Yenni ini manggil saya MBAKNYA! -_-
haah, bener bener deh, Culture Shock di Jogja aja sebegininya, gimana gua ke Netherlands kali ya? X3
haah, bener bener deh, Culture Shock di Jogja aja sebegininya, gimana gua ke Netherlands kali ya? X3
Lanjut ke test TOEFL ya bro~
tesnya sih biasa aja, ini kali ketiganya saya TOEFL-LIKE test, jadi saya udah
biasa#cih
Saya paling suka bagian Structure, karena saya cuma expert disitu. Di listening saya Budi(budeg dikit#boong banyak~ =3=) dan di Reading saya muaaalleeess buuangeet, textnya gak banget sumpah, mana soalnya paling banyak lagi -_-. Di samping itu, kami semua di tempatkan di ruang utama GSP tanpa meja. Otomatis, saya harus nunduk sepanjang test dan itu tak ayal membuat kepala saya kliyengan sesudahnya.
Saya paling suka bagian Structure, karena saya cuma expert disitu. Di listening saya Budi(budeg dikit#boong banyak~ =3=) dan di Reading saya muaaalleeess buuangeet, textnya gak banget sumpah, mana soalnya paling banyak lagi -_-. Di samping itu, kami semua di tempatkan di ruang utama GSP tanpa meja. Otomatis, saya harus nunduk sepanjang test dan itu tak ayal membuat kepala saya kliyengan sesudahnya.
Selesai TOEFL, saya keluar bareng
temen baru saya si Mbak Sastra Arab tadi, dengan berdesakkan diantara lautan
manusia. Persis waktu saya memijak langkah keluar pintu, terjadi momen yang
sangat sinetron. Waktu itu, saya smsan sama temen seperjuangan dan sekampung
halaman saya, Adhera. Beliau dapet kloter kedua, tapi udah dateng dari pagi.
Niatnya pengen ketemuan dulu, pas beliau dateng saya malah udah masuk, dan pas
saya keluar, beliau malah baru saja masuk. -_- Akhirnya, saya memilih untuk
meng-ignore Adhera dan melanjutkan petualangan saya bersama Mbak Yuliana.
Begitu turun tangga ke bagian GSP
kiri bawah, suasana kemahasiswaan seketika berubah menjadi suasana
kemanasik-hajian, banyak kakak-kakak Mala(mpir)#dor yang mengorasikan
komunitasnya masing masing sambil membawa plang komunitasnya juga, dan mulai
menarik Maba-maba yang celingukan untuk menjadi korban mereka. Dalam kesempatan
maha alay itu, saya melihat beberapa orang eksentrik yang salah satunya saya
kenali, membawa plang bertuliskan SEJARAH. Sepintas mengalir kalimat di kepala
saya, “oh, I’m home~”, tapi karena si Mbak Yuliana udah kadung narik tangan
saya ke gerombolan FIB, saya terpaksa meng-ignore yang satu itu. Karena FIB
juga adalah fakultas saya, dan kebetulan sekali sama dengan si Mbaknya, saya
rasa jadi akan jauh lebih baik kalau dalam kesempatan ini, saya memilih yang
ini dulu.
Kami dibimbing kemudian untuk
melewati banyak kerumunan orang dan nyelap nyelip di koridor, sampai kami
diberhentikan di sebuah stand yang beridentitaskan FIB. Disana, kami dibagikan
angket yang harus kami isi, plus sticker “LEM FIB UGM”, dan sebuah brosur yang
makin membuat saya feels like home.
Brosur itu diilustrasikan dengan gambar manga, menandakan bahwa mungkin saya
bukan satu satunya yang demen begituan disini. Meski saya masih heran, saya
udah pake pin Antonio Fernandez Carriedo alias Oyabun alias Spain dari Axis
Powers Hetalia, tema Hp saya Ao no Exorcist, bahkan papan jalan saya, dengan
sangat gamblang bergambar One Piece, kok nggak ada sesama anime-lovers yang
memperkenalkan diri kepada saya gitu ya?
Padahal dari rumah saya udah berstrategi bahwa anime-stuff ini akan saya gunakan sebagai
‘piranti neangan batur’.
Begitu selesai mengisi angket,
kami kembali digiring ke taman di sisi kiri UGM dari arah pintu masuk yang
sepintas mengingatkan saya pada Cikarang Baru. Disana kami dikumpulkan dan di
persilakan duduk merapat pada sebuah regional yang sudah diperuntukan untuk
FIB, dimana kami pada akhirnya mendapat julukan maha alay, yakni MAHADAYA
CINTA#ebuset -_-. Kata kakak-kakak Mala-nya sih ya MAHAsiswa ilmu buDAYA:
Cerdas, INtelek, dan berbudayA#omigot banget yak?
Begitu diberikan beberapa ucapan
selamat datang, pengenalan FIB, dan beberapa pengarahan, kami dipersilakan untuk
pulang terkecuali untuk anak-anak jurusan I. SEJARAH dan SASTRA INDONESIA, yang
acaranya langsung berlanjut setelah itu. Dan ini dia bagian asiknya guyes,
ketika kami, para HISTORIAN ini akhirnya ngumpul.
Ketika anak Environmental
Geography membutuhkan waktu hampir satu jam untuk sekedar perkenalan, anak
Sejarah yang hanya berisikan sekitar enam belas orang plus kakak-kakak angkatan
yang jumlahnya pun nggak seberapa cukup curhat ngalor-ngidul dalam waktu
segitu. Yap kami hanya beberapa belas orang angkatan 2013 snmptn, mungkin
dibanding anak Geo, Bio, atau HI, ini memang bukan jumlah yang seberapa, tapi
keberagaman kami ternyata luar biasa ><d
Perkenalan pun dimulai dari
ujung, seorang anak cowok berkacamata (ehm, memang banyak yang berkacamata,
tapi mereka tak terlihat seperti Naoya samasekali), beliau yang satu itu nggak
kalem, dan kalo nggak salah email addressnya itu wong_medeni_tenan, apa
medeni_wong_tenan, apa apa gitu pokoknya ya itu, medeni wong tenan -_-. Lanjut,
masih beberapa anak cowok juga yang saya nggak apal hanya dengan sekali
pertemuan, mereka macem macem, banyak yang berkacamata, ada yang nggak juga,
ada yang dari Depok, Jakarta, Ngawi, bahkan Bali. Sedang anak ceweknya lebih
keren lagi, ada yang dari Ngawi, saya dari Bekasi, dan dua orang dari Padang,
dimana salah satu dari dua Padang itu, ada yang kelahiran Zurrich, dan memang
blasteran. Seorang blasteran itu namanya
Amina Lanek, yang ngaku tinggal sementara di rumah tantenya di Sleman, dan
harus bolak balik Jogja-Sleman selama urusannya belum rampung karena memang
belum dapet Kost. Amina ini katanya masuk sejarah karena tertarik sama sejarah
Indonesia, dan mau mempelajari jati dirinya, atau mungkin, setengah dari jati
dirinya kali ye? ;D#plakk
Cewek Ngawi yang juga manggil
saya Mbaknya, namanya Fretylia. Keren ya? Iya, berasa denger Romano manggil Veneziano#ituFratelloplisdeh-_- Kerennya, beliau ini temen pertama saya di Sejarah.
Dia dateng kesini berdua sama temennya, tapi bakalan pulang sendiri karena
temennya udah dapet giliran registrasi hari Kamis dan akan pulang duluan,
hampir senasib sama saya andaikata Adhera juga pulang duluan haha. Dari
kesimpulan saya selama dua hari mengenal beliau ini, dia cukup ramah, atau
bahkan jauh lebih ramah dari saya. Nada bicaranya, sebagaimana nada orang Jawa
lain, terdengar empuk dan nyenengin. Orangnya juga sederhana tapi nggak pemalu
karena sebelum test TPA di hari kedua, saya sempet nunggu giliran bareng dia,
waktu itu ada kakak-kakak Danus yang lagi jualan buat nyari dana, terus mereka
menghampiri kami yang sedang ngobrol. Respon saya seperti kebanyakan yang
lainnya hanya manggut dan bilang “nggak kak, makasih.”, kontras sama beliau
yang nanya “Kak, ini apa?” terus kakaknya jawab, “ini namanya Bolang Baling
dek, terus ini Piscok.”, dan Fre pun merespon lagi, “ndak jadi kak, makasih.”
#gubrak
Nggak jauh beda sama yang lain,
Frety juga punya motivasi besar dibalik masuknya dia ke sejarah. Dan memang,
anak-anak sejarah 2013 yang lain pun sama, benar-benar para manusia langka yang
dikumpulkan menjadi satu. Ada diantara mereka yang penasaran sama asal-usul
keberadaan bangsa yang mereka sandang statusnya kini, ada yang bertekad merubah
paradigma orang-orang agar tak memandang sejarah sebelah mata, ada yang merasa
disinilah panggilan hatinya, ada yang bersikukuh kalo sejarah itu keren, dan
masih banyak lagi. Sisi lain yang bikin saya sekali lagi tambah sumringah juga
setelah kak Molina, Sejarah angkatan 2012, nanya ke kami, “Siapa yang milih
Ilmu Sejarah di urutan pertama SNMPTN?” dan hampir semua dari kami mengangkat
tangan. Ini berarti ekslusivitas dan eksentrikme kami memang terbukti, semua
diantara kami meraih apa yang kami statuskan sebagai ambisi, dan ambisi itulah
yang membuat kami akhirnya dapat dikumpulkan disini, hari ini.
Ah, dan ada satu lagi yang membuat
saya bangga, saya, sejauh ini, jadi yang termuda lho seangkatan~ >w<
Dari perkenalan dan ngobrol
singkat kami hari itu juga saya bisa menyimpulkan hal lain. Mereka, atau kami,
memang eksentrik. Para kakak angkatannya pun tampil tanpa homogenasi. Dari
hanya beberapa gelintir orang, mereka tampil semuanya beda, memegang teguh
idealisme mereka sendiri tanpa harus saling melabelisasi dan rasis. Sejauh ini,
saya memang mendapatkan kesan yang menyenangkan disini, di hari pertama saya
ngampus dan ketemu sama kawan-kawan baru yang homogen. Entah bagaimana
kedepannya, tapi saya yakin, meski diantara corak lain, kami sama-sama belang,
tetap ada motif tertentu pada tiap-tiap kami yang pasti tak sama satu dengan
yang lain. Oleh karena itulah, kesamaan kami adalah sama-sama idealis oleh
prinsip sendiri.
Yogyakarta, 18 Juni 2013
YUANITA WAHYU PRATIWI