Trending Topics

.

.

Tuesday, November 26, 2013

Sakura

Di tengah keremangan kota aku menapak berdiri
Kau datang, dengan kunang-kunang dalam genggamanmu
Menghapus segala ragu untuk melangkah lebih jauh bersamamu
Membunuh waktu, menikmati tiap detik berlalu dengan suka tanpa duka
Musim panas yang indah kala kita bertemu
Membuka lembar dalam kisah baru

Kini matahari tak lagi menyapa tiap kali aku merindu
Langit biru telah mengelabu
Bersamanya, perubahan lain kian gencar mendera
Aku tak gentar, aku bersamamu
Masih dengan cahaya ajaib kunang-kunang dalam genggamanmu
Musim panas masih lekat di hatiku meski dingin udara menyapu

Hingga tiba, tak dalam gulita, tapi hatiku kehilangan cahaya
Kau berkisah tentang sakura-mu di musim semi lalu
Yang kau tinggalkan dengan luka padamu
Yang direnggut jauh oleh mimpi mimpi
Yang kau rindu kembali

Cahaya itu masih miliknya, aku hanya beruntung pernah sesekali melihatnya
kurasa...

Kini aku tak bisa berkata
Apakah kota remang atau penuh cahaya
Semua batang lilin nampak seperti kunang-kunang
Meski tanpa keajaiban darimu

Aku kembali didekap ragu
Hatiku tak henti menggali lubang tanda tanya
Ketika kau kembali ke sisi masih dengan cahaya
Salahkah inderaku?

Sakit menghujam bukan untuk kali kesatu
Aku ingat bagaimana perasaanku pernah serapuh sayap kupu-kupu

Yang kupunya di waktu lalu hanya pelangi ditengah hujan
Indah, menawan, tanpa pernah bisa kuraih
Hingga ia berganti lembayung sore, aku hanya bisa terpaku
Dalam keraguan, dalam keremangan di tengah kota
Sampai kau tiba

Dan sayap ini kembali berwarna...



Yuanita WP-26/11/13

Monday, November 18, 2013

Masihlah Kisah Cinta yang Sama

Guyes, sekali lagi hidup ini membuat saya terpana sekaligus senyum-senyum sendiri. Banyak sekali misteri yang ada di dalamnya, terkadang apa yang sebenarnya misteri itu meliputi hal-hal sederhana yang banyak tak kita sadari. Tapi inilah kenyataannya, sadar atau tidak, dengan campur tangan kita atau bukan, kehidupan adalah sebuah mekanisme ajaib yang nyata.



Suatu ketika di salah satu kelas, saya pernah di troll oleh seorang teman baru saya. Dia yang ketika itu duduk di sebelah saya bertanya saya suka sejarah apa. Saya bilang, saya suka Kolonialisme Barat, apapun yang kaitannya sama ekspansi kekuasaan Barat kesini deh, terutama sejarah Jakarta. Lalu dia melanjutkan, "Ayo coba kolonialisme sama imperialisme bedanya apa?" Dan disanalah saya kalah. Entah kenapa saya bisa kehilangan poin waktu itu. Bagaimana mungkin saya jatuh oleh pertanyaan yang demikian mendasar. Oke saya memang habis merehatkan otak saya untuk beberapa bulan, tapi saya pernah baca beberapa buku menarik, dan sepantasnya saya tak melupakan substansinya. Tapi sudahlah, tuan yang pernah menjatuhkan saya. Sekarang saya sudah lebih banyak membaca. Saya mungkin speechles soal sejarah militer dan persenjataan, tapi saya janji nggak akan kalah soal sejarah kolonial lagi. Saya angkat topi soal knowledgemu yang luar biasa, dan itu tantangan yang luar biasa juga buat saya.

Tadi di kelas paling istimewa sesemester, Pengantar Sejarah Indonesia, nostalgia tiba-tiba menculik saya untuk secara ragawi tidak lenyap dari kursi paling depan yang segaris lurus dengan meja dosen, tapi lenyap secara konsentrasi karena seketika layar proyektor menampilkan judul presentasi, saya kembali ke hari-hari Rabu semasa kelas satu SMP, sekitar jam 10, setelah olahraga yang disambung istirahat; kelas sejarah Bu Nanik Purwati.

Beliau sempat kami juluki Bu Rocker karena suaranya yang khas sekali. Jikalau sudah berurusan dengan sampah dan kedisiplinan di dalam kelas Beliau amat garang. Entah kenapa, saya yang sebenarnya amat urakan, sebodoan, dan susah sekali untuk bisa terikat baik dengan aturan ini kebanyakan justru memiliki guru-guru favorit semacam ini ya? Saya juga kurang tahu sampai sekarang. Yang saya mengerti cuma galak atau tidak itu bukan soal asal saya sudah lebih dulu suka. Dan saya cinta sekali dengan pembawaan beliau.

Professor kami bilang, apa yang diajarkan di sekolah selama ini, yang bahannya mengacu pada Sejarah Nasional Indonesia yang tak lepas dari pesanan politis ORBA, sejarahnya punya banyak kesalahan. Aru Palaka sang Kaisar Sulawesi di cap pengkhianat sebagai konsekuensi dari mengangkat Hasanuddin sebagai pahlawan. Simpelnya, beliau katakan sebagai "Gagalnya Historiografi Indonesia" yang terkenal itu. Sebagai antitesis, ketika diskusi selepas kuliah ini salah seorang teman saya mengeluarkan steatment yang cukup keras, "Berarti Institusi Keguruan itu penuh kebohongan dong Pak."

Tapi Professor tak lantas mengiyakan. Dan itu jawaban yang cukup melegakan. Katanya, "Kita nggak bisa bilang demikian, Mas. Memang mereka mempelajari apa yang akan mereka ajarkan di sekolah, tapi saya yakin anda-anda sekalian disini pasti memiliki guru sejarah yang hebat. Saya pun punya guru sejarah yang hebat."

So, Pak, I got it. Sejarah yang diajarkan di sekolah memang bukan sejarah kritis. Orang-orang diatas, para penyusun kurikulum misal, memang memiliki kewajiban untuk tidak mewarisi semakin jauh sebuah langkah yang salah. Memang tak ada sejarah yang objektif, tapi subjektif pun, objektifitas tetap adalah hal yang paling diusahakan seorang sejarawan. Beberapa guru mengajar bak menggunakan tutorial untuk memasang sekrup demi sekrup di sebuah mainan rakitan, tapi guru-guru spesial berimprovisasi dan menginspirasi. Membangun dalam mindset murid-muridnya lebih dari sekedar tujuan melainkan impian. Guru-guru seperti itulah yang beliau maksud saya rasa.


Di buku teks, saya tak menemukan nama Afonso de Albererquerque, tapi Bu Nanik memanggilnya berulang ulang hingga ia terngiang sampai sekarang di benak saya, bersama bayangan seorang Portugis berbaju merah. Di buku tak ada Dr. Nomensen yang Zending, atau Franciscus Xaverius yang Missionaris itu, saya baru menemukannya di buku lain beberapa tahun kemudian, tapi nama itu bisa demikian awet bercokol dalam benak saya. Dan masih banyak nama-nama lain yang berperan dalam dua kali empat puluh lima menit panggung sandiwara beliau yang membentangkan cakrawala sejarah yang demikian luas dari Perang Salib hingga Napoleon kalah dan tercetus Konverensi London. 

buku ajaib ini masih saya bawa sampe Jogja~

Buku tulis tipis saya ini hanya tilas yang terlihat, karena selebihnya Beliau telah melukis dengan indah di benak saya sehingga ketika saya membuka buku tipis ini di hari ini, ketika 5 tahun sudah berlalu sejak Beliau membawakan kisah ini di kelas, buku ini adalah jendela yang menyajikan dunia dengan segala warna-warninya yang indah dan perjalanannya yang menakjubkan dari masa ke masa. Mungkin tilas ajaib ini akan tetap saya bawa ketika suatu saat nanti saya ke Leiden.



ini foto catatan saya pas SMP~

Lima tahun setelah untuk pertama kalinya saya mendengar kisah ini, tadi dosen saya menerangkannya lagi. Bahasannya hampir sama, hanya berbeda di beberapa aspek partikuler saja. Dan ketika itu, perasaan saya berada di dua dimensi waktu berbeda, di sebuah kelas berlabel 7.6 disamping seorang bocah gila Fisika bernama Nurina Nidya, atau di ruang G.302 gedung Zoetmoelder FIB UGM, di sebelah seorang pelawak intelek yang expert Sejarah Jawa. 

Saya tak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum, bagaimanapun saya merasakan indahya jatuh cinta lagi, entah untuk yang berapa kali sejak saya pertama kali jatuh cinta pada mata pelajaran ini di kelas tiga SD dulu. Saya pernah berada pada situasi dimana saya merasa sangat tidak menikmati kelas, mati-matian menahan kantuk, memutar otak demi memasukkan materi yang samasekali tidak ramah, dan menjadi salah satu dari yang terbuang, orang-orang yang eksistensinya samasekali tidak berarti, orang-orang di garis tepi yang hanya bisa memancing keluar emosi guru. Setelah masa-masa berat itu, indah sekali rasanya jatuh cinta lagi, menemukan diri saya diterima dan bahagia. Terimakasih atas hidup yang penuh berkat ini Tuhan, apapun yang saya lakukan tak akan pernah melukiskan syukur yang semestinya.


Kadang saya tak sabar untuk mengetahui misteri apa lagi dalam hidup ini yang akan terbongkar dan memancing keluar selengkung senyum saya. Tapi ketika dorongan untuk itu muncul, saya mulai menahan diri. Menyiram api-api gejolak yang mulai muncul dengan air embun pagi hari, dan meyakinkan diri bahwa tak perlu sedemikian buru-buru. Saya hanya perlu menikmati alurnya dan menemukan saya menjadi orang yang bahagia nantinya, jauh lebih bahagia dari sekarang.


18 November 2013

Friday, November 15, 2013

Jeanne de Arc di Hetalia The Beautiful World Episode 15



Well, beberapa minggu yang lalu saya dapat tugas dari matkul favorit saya yakni Pengantar Ilmu Sejarah. Ketika itu, tugas kami adalah untuk mencari contoh suatu aspek sebagai kekuatan sejarah yang tercermin dalam sebuah peristiwa sejarah. Aspeknya macem-macem, ada umur, golongan, etnis, sex, ekonomi, budaya, dan masih banyak lagi. Kebetulan yang saya dapet waktu itu Budaya, padahal berhubung saya baru saja membaca "Perang Cina dan Runtuhnya Negara Jawa"-nya Remmelink, saya pengennya sih etnis. Soalnya, isu rasisme itu terdengar lebih sensitif.

Seorang teman saya yang mendapat tema sex kemudian langsung menemukan tugasnya beberapa detik saja setelah dia mendapatkan takdirnya. Dengan berapi-api, ia mempresentasikan penjelasan mengenai poligami King Henry VIII yang melatar belakangi terbentuknya gereja Anglican untuk pertama kalinya karena Gereja Katolik tak mengizinkan poligami. Sejak itu, King Henry benar-benar memutus hubungan dengan Gereja Katolik dan memimpin sendiri gereja di Inggris dengan nama Gereja Anglican. Bahkan sampai sekarang pun, ratu Elizabeth II jugalah masih pemimpin gereja Inggris.

Hal itu kemudian membuat saya makin buntu. Budaya itu luasnya luar biasa, dari bahasa, makanan, sampai korupsi itu semuanya budaya. Saya betul-betul nggak punya pegangan sampai saya membaca sedikit penjelasan di buku Pengantar Ilmu Sejarahnya Kuntowijoyo mengenai periodisasi historiografi Eropa yang lebih didasarkan pada kebudayaan dari pada politiknya. Setelah mengorek berkas lama di komputer saya menemukan Episode ini dan lantas semakin terinspirasi. Satu dua literatur pendukung kemudian menuntun saya untuk mulai bekerja dengan bahasan Zaman Kristen Awal yang saya kaitkan dengan Sang Perawan, alias La Pucelle, Jeanne de Arc.

Saya menggunakan sudut pandang film Joan of Arc yang mengisahkan bahwa Jeanne adalah seorang yang tumbuh di lingkungan religius menjadi seorang dengan religiusitas tinggi. Ia yang banyak dikatakan mendapat bisikan Tuhan lewat mimpi untuk menyelamatkan negerinya hingga kemudian bisa menang Orleans, menggulingkan pemerintahan sebelumnya yang bobrok dan mengangkat Raja baru bagi Prancis, lebih karena ketika ia masih kecil, desanya pernah diserbu pasukan Burgundy dan kakak yang amat disayanginya gugur dalam peristiwa itu karena melindunginya. Hal itu memicu tumbuh dendam amat besar dalam diri Jeanne. Selain itu, religiusitasnya kemudian juga dimaknai sebagai pemikiran over control terhadap dirinya sendiri hingga kemudian ia tak bisa membedakan mana yang ambisi pribadinya, mana yang keinginan Tuhan. 

Dalam sejarah, mestinya memang tak ada Pahlawan atau Pemberontak yang sedianya hanya merupakan orang-orang yang dijadikan simbol dan berderajat sesuai dengan dari sudut mana ia dipandang. Yang ada hanya orang-orang besar yang menjadi ikon dalam sebuah peristiwa yang meletup, lengkap dengan hitam putih yang ia punya. Tanpa mahkota atau borgol, melainkan keseluruhan latar belakangnya, apa yang ia bawa, miliki dan persembahkan kemudian. Sehingga ditengah ketidak mampuan lepas dari subjektivitas pun,  objektivitas masih merupakan hal yang diusahakan.

Lepas dari siapa itu Jeanne de Arc dan mengapa namanya demikian besar, ia telah lahir dan tumbuh pada zaman yang sulit. Zaman itulah yang kemudian menempanya menjadi seorang dengan pribadi sedemikian kuat. Pada akhirnya, seorang religius seperti Jeanne pun harus mati atas tuduhan sebagai pagan oleh Inggris yang sebenarnya justru pagan. Hal ini sangat mungkin mengingat pada zaman kristen awal, isu paganisme dan penyihir atau bahkan segala bentuk keuatan lain selain gereja ditentang keberadaannya. Kekuasaan gereja adalah mutlak, setidak masuk akal apapun itu, seotoriter apapun itu. Karena Jeanne sang Perawan pun, akhirnya harus mati dibakar atas tuduhan Bid'ah yang tak dilakukannya. 

Di Hetalia sendiri, Jeanne adalah satu-satunya manusia yang benar-benar dicintai France saya rasa. Yang jadi masalah dari Pairing super Angst ini adalah immortalitas mereka yang berbeda. Kalau France bisa menyaksikan pembakaran Jeanne tanggal 30 Mei 1431 dan kembalinya seorang mirip Jeanne di harinya yang sekarang bernama Lisa dengan sepasang mata yang sama, Jeanne hanyalah manusia biasa yang umumnya hidup tak sampai satu abad lamanya. Terlebih lagi ia yang harus mati muda dalam ambisinya. Tak ada setitikpun celah yang mengizinkan mereka berdua untuk bersama. Sampai kapanpun.

Dan ini kata-kata France yang membuat episode ini semakin spesial buat saya. 





To all People that get tossed about by history,
I always hope they'll be reborn into a normal life, fall in love, and end up living happily somewhere.
When I saw you, I thought God does wonderful things.
Be happy this time. It seems like my wish has already come true.


Akhir kisah, tugas itu pun dapat saya kerjakan dengan bahagia dan lancar prosesnya. Presentasi saya pun mulus meski sepertinya terlampau partikuler menjelaskannya. Tapi saya rasa cukup lah. Lagipula saya mengerjakan tugas ini dengan sangat senang hati. Itu nilai sempurna pertama saya, meski masih dari saya sendiri.


Yuanita Wahyu Pratiwi
15-11-2013

Tuesday, November 12, 2013

Masih Manusia

Originally from My Daily Life


Bro, tau nggak? Akhir-akhir ini saya sering blogwalking ke punyanya orang-orang lalu membaca post-post mereka. Isinya kebanyakan dokumentasi sehari-hari, testimoni, dan galauan-galauan eksplisit. Begitu saya pulang ke blog saya, saya kemudian bertanya tanya. Iya sih ada fotonya, identitasnya juga lengkap. Tapi berdasarkan penuturan beberapa nara sumber, mereka kerap menyangsikan blog saya ini. Ini manusia apa bukan gitu ya? Apa jangan-jangan setengah pikirannya hidup di dunia lain. wkwk. Iya bionya jelas, tapi isinya liar. Semuanya testimoni-testimoni yang sebenarnya tak ubahnya seperti apa yang remaja lain sebut sebagai galauan hanya saja dikemas sedemikian sok implisit dan berbelit. Kaya ada yang mau ngepoin gua aja gitu ya~#dor

Ya, dari hati terdalam, saya memang lebih mencintai cara itu. Dan suasana hati semacam ini adalah kesempatan emas untuk dapat menghasilkan tulisan yang berkualitas. Karena peran emosi dalam tulisan saya itu luar biasa ajaibnya. Ketika hidup saya sedang selo dan bahagia, tulisan yang saya hasilkan pasti kurang bernyawa. Sedih ya? Kalo mau hebat harus berpayah-payah dulu, tapi ya, disanalah letak keajaibannya. Bahwa ketika saya direndung kegelisahan yang demikian menyiksa pun, masih ada sisi positif yang bisa saya pilah dan kantongi.

Sekarang, saya mau menghadirkan sebuah refleksi dari kehidupan saya selama 17 tahun belakangan ini. Yaa, singkat aja sih. Soalnya kalo dijabarin dengan niat, pasti jadinya autobiografi 500 halaman lebih haha~

Saya lahir 20 Mei 1996 di Bidan Uum, Cibitung, Bekasi. #masih muda kan? :3 Secara geografis, Bidan Uum itu, letaknya gak begitu jauh dari kontrakan saya dulu yang bersebrangan kali dengan telaga harapan, yakni di sebelahnya Fajar Paper atau PT. Fajar Surya Wisesa Tbk. yang notabene adalah perseroan terbatas tempat bokap saya mengabdi sejak 1992 silam. Nyokap saya dulu juga kerja disana, tapi karena waktu kecil saya sakit-sakitan, beliau berhenti di sekitar tahun 1997. Parahnya, gak lama setelah beliau berhenti, datanglah Krismon alias Krisi Moneter. Waktu itu saya masih bayi#yaiyalah, sakit-sakitan, ringkih, tinggal masih di kontrakan petak, nyokap udah gak kerja, apa-apa mahal, nyari sembako susah, coba bayangkan apa yang akan anda lakukan kalo jadi orang tua saya waktu itu? Denger ceritanya aja saya udah merinding.

Bocah sakit-sakitan itu kemudian bisa bertahan hidup. Di usia 2 tahun, setelah krismon pergi dan reformasi menjelang, masalah datang lagi. Waktu itu saya didiagnosa mengoleksi 3 penyakit pernapasan sekaligus, yakni plek, asma, dan bronkhitis. Super sekali kan?#dor Alhasil, 2 minggu sekali, saya nodong gaji bokap yang waktu itu masih dua mingguan buat berobat jalan di RS. Karya Medika depannya Fajar Paper. Dokternya, saya masih inget, kalo gak Dr. Kholit, ya Dr. Marisi. Saya nggak ceto dulu udah ada jamsostek apa belum, yang jelas biaya yang dihabiskan waktu itu cukup besar buat keluarga karyawan swasta kecil macam kami. Hasil kerja nyokap saya selama ini yang diabadikan dalam bentuk perhiasan-perhiasan kecil pun raib dipretelin satu persatu.

Penyakit itu nyusahin banget bro. Dan perjuangan saya melawan mereka belum berakhir sampe saya pindah rumah dari kontrakan petak nan sumpek itu ke sebuah rumah yang lebih luas, tapi belum diplester dan dikeramik ketika umur saya 3 tahun. Dari rumah yang jaraknya sekitar 9-10 km dari kontrakan lama itu, hidup kami tetap berotasi di sekitar Gardu Sawah sana. Saya masih berobat jalan di Medika, dan Bokap masih setia dengan jabatan Foremannya di Fajar Surya Wisesa.

Ada yang gak bisa lepas dari kehidupan awal saya di kontrakan dulu. Temen-temen seangkatan saya disana, maksudnya yang sama-sama merupakan anak-anak pertama dari pasangan-pasangan muda yang umumnya juga karyawan yang sama-sama ngontrak disana, saya satu-satunya yang lahiran '96. Waktu mereka main bareng dan saya pengen ikut, saya selalu diintimidasi atau bahasa sekarangnya dibully wkwk. Kalo mereka main ketempat saya, saya dengan segala kerendahan hati dan keikhlasan meminjamkan mereka seluruh mainan yang saya punya, tapi ketika terjadi sebaliknya, mereka gak mau minjemin saya. Ketika mereka mulai sekolah pun, saya yang satu-satunya belum. Pas saya pindah pun, dua orang sohib baru saya lahiran '95 bro~. Menyakitkan ketika kami yang biasanya main bersama tak bisa melanjutkan rutinitas menyenangkan itu lagi karena si '95 itu harus memiliki rutinitas baru untuk pergi ke sekolah, dan saya masihlah seorang balita pengangguran yang kesepian.

Soal penyakit nyusahin yang saya banggakan bernama asma itu, ada cerita keren lain. Dulu asma saya sering banget kambuh. Sampe saya berada pada suatu titik dimana saya merasa terlahir terlalu lemah dan teramat berbeda dari yang lain. Sekali waktu, asma itu pernah kambuh di malam hari. Saya biasanya langsung diberi pertolongan pertama sama ibu saya dengan meninggikan bantal yang dibuat tidur dan meminumkan saya air hangat, tapi naasnya malam itu hal tersebut nggak sepenuhnya berhasil. Karena sesak napas saya semakin menjadi, dan nyokap pun semakin panik, akhirnya dini hari itu juga saya digendong ke klinik terdekat yang jaraknya sekitar 15 menit jalan kaki. Digendong seorang diri oleh nyokap saya, ditengah kegelapan kampung yang masih sepi dan jalannya becek abis ujan. Sasuga banget kan nyokap gue, padahal ketika itu gua udah SD kelas satu dan udah lumayan berat.

Nyokap saya terkenal sebagai emak paling galak sekomplek maupun sekeluarga besar, dan bokap saya sebaliknya, sebagai seorang bokap ganteng yang baek. Dan setelah saya liat-liat lagi, dua sisi itu sekarang tertanam di diri saya. Bukan tentang galak dan gantengnya bro, tapi tentang bagaimana mereka memperlakukan saya dulu yang kemudian membentuk kepribadian saya. Contoh sederhana gini, saya terkenal tukang nyolot yang gak bisa marah sama orang. Dan ini ternyata adalah refleksi dari dua metode pendidikan dari nyokap dan bokap saya. Hal ini saya sadari ketika beberapa waktu yang lalu, saya ngeliat seorang anak ngambek sama mamanya, terus mamanya itu membujuk dia sampe kaya mohon mohon gitu, padahal sampai di akhir pengamatan saya pun, bocah yang masih kecil itu belum reda ngambeknya. Orang-orang kebanyakan mungkin cuma bilang, "Ah, anak kecil, sekarang ngambek, besok juga engak." Tapi pembentukan mental anak-anak itu sudah bekerja bahkan ketika orang dewasa banyak yang bicara apatis macam itu.

Saya tergolong cengeng bro, cengeng sekali bahkan. Saya ini tipikal acak abstrak ang segala aspek dalam kehidupannya digerakan oleh emosi. Jadi intinya, ya emosional. Kalo diomelin, biasanya saya bisa nangis hebat, sampe sesenggukan gitu lho. Nah kalo udah gitu, nyokap saya itu bukan tipikal mama yang membujuk halus untuk diam, tapi malah tambah ngomelin saya. Biasanya kalo saya udah sesenggukan, Beliau bilang gini, "Hayo, diem nggak?! Diem nggak?!" pake nada kesel sekaligus gemes yang cukup tinggi dan bikin anak tetangga merinding. Nah, kalo anak lain kan biasanya malah tambah nangis kenceng, tapi berhubung saya terlalu sering dibegitukan, saya lama lama kebal. Imunitas saya terhadap omelan nyokap pun secara alami meninggi. Saya yang terlalu gampang nangis dan nyokap yang terlalu gampang ngomel pun memicu kejadian ini berulang terus menerus sampe saya berada pada satu titik dimana, saya merasa perlu mengutarakan apa yang sebenarnya saya rasakan dengan jelas. Cape bro diomelin terus. Tapi lucunya kesadaran ini muncul sejak saya masih bocil juga. Biasanya kalo udah diomelin gitu, sambil sesenggukan saya jawab, "Nggak bisa berhenti buuu~".

Kebiasaan itulah yang saya kira bikin saya jadi orang ngeyel sekarang. Tapi saya senang karenanya, bahagia malah. Saya amat bersyukur dengan keluarga yang demikian demokratis ini. Kedepannya, sejak SD sampai Universitas, saya selalu diperkenankan untuk memilih masa depan saya sendiri. Tanggung jawab bukan makanan baru buat saya, karena saya selalu dipersilahkan untuk menentukan apa yang akan saya kerjakan kedepannya dengan konsekuensi mereka hanya ingin hasil yang terbaik. Memang gak semulus alur Power Ranger yang selalu menang di penghujung cerita, tapi overall apa yang saya lakukan cukup membuat mereka tersenyum. Itu udah kebanggaan yang luar biasa buat saya.

Lain nyokap yang galak, lain pula bokap ganteng saya. Beliau itu baik banget, gak pernah ngomel *eh jarang maksudnya, kalo pernah mah pernah haha*, asik diajak diskusi, asik diajak iseng, pokoknya, dunia bokap itu gue banget lah. Nyokap saya selalu memfonis kami berdua sebagai kroni yang bersekongkol setiap saat, karena secara genetik,  saya memang lebih deket ke bokap. Saya lebih suka stay berlama-lama di kampung bokap di Tolokan, saya dan bokap suka mie ayam sementara nyokap dan iwul*adek saya* suka bakso, saya dan bokap juga sama sama orang IPS, nasionalis, dan cukup "Nyeni" di keluarga kami. Bokap saya juga tergolong bokap yang nyohib sama anak-anaknya, demokratis, dan terbuka. Kok kayaknya perfect banget yak? ya emang sih. Saya gak mengada-ada kok, temen-temen dan tetangga saya juga bahkan mengakuinya. Sebenarnya karena ada satu rahasia dibalik ini semua. Yakni kehebatan Nyokap saya. Bokap perfect yang saya temui saban hari ini adalah pasca transformasinya, karena kata nyokap dan mbah saya, dulu beliau nggak sebaik ini.

Dari penuturan nyokap, bokap itu dulunya galak, kalo ngomong kasar, sholatnya bolong-bolong, ngerokok, de el el. Pas awal-awal mereka nikah aja, nyokap saya cerita, beliau banyak makan atinya. Masa bokap masih suka cerita tentang mantan mantannya coba ke nyokap wkwk. Nyokap juga pernah dibentak, tapi setelah itu Beliau langsung sakit, dan cukup parah. Nyokap saya itu meski tukang ngomel-ngomel psikisnya gak bisa banget dibentak. Sejak saat itu, bokap introspeksi diri. Beliau sampe takut gara gara peristiwa itu. Yaa, namanya juga tjintah bro~

Dari sana, bokap saya lambat laun berubah. Dan step-step berikutnya lebih ke campur tangan nyokap yang emang berusaha merubah beliau. Jadilah bokap kakkoi saya yang sekarang. Keren ya bro?~ Kapan coba saya bisa ngalamin kisah luar biasa semacam itu. Ya, oke iya saya masih  bocil. Lagian saya juga gak mau buru-buru. Paling nggak, punya titel MA dulu baru nikah, kalo bisa malah setelah disertasi yagak? :3 Untuk sekarang mah, yaa... plisdeh, saya gak ngerti beginian. So, sori buat yang dirugikan karena kenaifan saya. Saya memang nggak keberatan membuka pergaulan dengan semua orang, tapi sekalinya saya menemukan yang tidak saya sukai, saya akan menjauhinya. Malesin tau gak wkwk.

Soal peran bokap buat kepribadian saya, saya jadi orang yang gak bisa marah sama orang lain. Jadi gini, kan akan sangat umum sekali kalo seorang anak kecil ngambek karena tidak mendapatkan apa yang dia inginkan atau problem sepele lainnya kan? Nah biasanya ketika dia ngambek, orang tuanya akan mikir dua kali dan akhirnya memberikan apa yang tadinya gak diberikan ke dia. Kalo bokap saya lain. Setiap kali saya beranjak ngambek, pasti dia malah menggoda saya untuk tertawa, entah itu dengan ngelawak kayak apa. Alhasil, sekarang saya lebih prefer ketawa daripada ngambek wkwk. Beliau juga pasti yang nyuruh saya minta maaf ke nyokap kalo lagi selek. 

Gara gara biasa deket sama bokap, saya juga nggak canggung sama temen cowo. Tercatat dari TK sampe SMA, paling nggak ada satu sohib cowok deket saya di setiap masa. Selain itu, saya bahagia merasa memiliki orang tua yang lebih seperti teman seperjuangan daripada orang tua sendiri. Mereka itu more than parents, tapi sohib dan hero saya~

Glad to have both of you in my side. May God bless us with a long life and health. Sumpah, Gua harus berbuat sesuatu buat kalian berdua kedepannya! I'll Make you Proud of Me! I'll Make you be the Happiest parents ever! Doain aku ya, Buk, Pak! XD



Ik Mis Je~

Sunday, November 10, 2013

Naoya, mungkinkah daku berubah haluan?

Pertanyaan itu terulang lagi begitu aku semakin menyadari perbedaan antara yang dibutuhkan dan yang diinginkan. Mungkin ini kali keduanya, setelah si pertama disana, aku menggenggam batang penuh duri dari mawar yang kukagumi. Tapi semuanya terasa benar-benar berbeda. Plotnya bergerak bukan dengan arah dan alunan yang sama. Aku hampir-hampir tak mengenalinya.

Aku masihlah seorang penyuka romantisme, karenanyalah dua plot ini masih bernaung pada atmosfer yang sama. Kedua mawar itu sama merahnya soal romantisme. Tapi di kali kedua ini aku agaknya tak perlu menjadi semasokis yang pertama. Aku bisa tetap bermimpi menjadi bahagia dengan ringan tanpa beban. Sangat menyenangkan menemukan tantangan yang bisa kau selesaikan tanpa membebanimu. Meski kekecewaan selalu ada untuk mewarnai perjalanan yang akan dan telah tertempuh, kesenangan dan perasaan ringan ini tiada duanya. Aku tak merasa harus memeras keringat sendiri untuk membeli gaun yang telah lama kupuja dari balik kaca jernih etalase toko, tak harus melilit perut dengan korset kencang-kencang untuk terlihat memesona, tak perlu membeli resiko untuk sol sepatu tinggi demi terlihat anggun. Aku hanya merasa menjadi ringan disisimu, itu saja.

Aku mulai mengakui kalau kerap mencarimu di keramaian, dan menangkap sosokmu di sudut mata akan memancing setidaknya sebelah sudut bibir untuk terangkat. Kemudian, batin akan kian sengit berperang tentang salah, benar dan relativisme. Dari sebentang garis bilangan, di jauh sana kemungkinan berbisik kalau kau mungkin terganggu karenanya, tapi ketika sorot mata kita bertemu dan kau memperlihatkan senyum anehmu, titik lain berteriak keras ditelingaku kalau yang perlu kemudian hanya kejujuran untuk saling mengaku lemah pada perasaan masing masing. Entahlah, takdir terlalu abstrak untuk diterka, terlalu lincah untuk dibidik oleh akurasi sekelas AK-47.

Mungkin lama kelamaan gelagat aneh ini akan kian kentara. Dan kau, tak menutup kemungkinan akan berkedudukan fluktuatif lagi dan mempermainkan jarum-jarum kecewa untuk menari di perasaanku. Tapi bisakah kau bahagia sebagaimana aku? Aku tak memaksa. Aku hanya akan giat berdoa agar apa yang kuinginkan dan kau inginkan dapat bertemu di titik yang sama.

Naoya, yang dokter keren itu masih misteri di kehidupanku. Satu yang pasti, dia ditakdirkan untuk menjadi sebagian dari kesatuan abadi antara dirinya dan seorang Sara Meckino, bukan aku. Aku, Sara Meckino di dunia nyata ini juga akan menemukan sebagian yang akan menjadi kesatuan abadi denganku, tapi entah Naoya di dunia nyata itu siapa. Sara Meckino hanya sebagian kecil dari diriku, sebuah sudut pandang dariku mengenai apa yang memang ada dan yang kuinginkan untuk ada padaku. Begitupun Naoya, kau hanya sebagian kecil dari dirinya, sebuah sudut pandang mengenai apa yang memang ada dan yang kuinginkan ada padanya. Yang jelas aku dan seseorang lagi yang entah siapa itu akan berkedudukan sama, suatu saat nanti, sebagaimana Naoya dan Meck dalam novelku. Berbahagia, tersenyum pada kehidupan yang telah berplot demikian indah untuk mereka.

Charming and Confident. You get the guy who is at ease with himself. He is so self-assured and comfortable in his body. He is dunny and charming and knows how to make you laugh. In fact, it's one of the reasons why you love him. He has the best sense of humour. For him, it's all about personality. He has a big heart and is a real boys boy. He likes his guy friends, spending time with them etc. You can usually spot him with his friends in a big crowd. He is easy to talk to and many girl end up crushing on him because he is so irresistible. But you're the lucky one who gets to keep him. He is caring and loving, and if you are the one he will always be faithful. He's a bit (a big) flirt but when he is in a relationship he is serious and committed though he is like a big kid a times.:) 

Attentive Artist. Your guy is a fantasy come true. Who doesn't dream about being swept off of their feet by the passionate, romantic, deep, soulful artist? Your perfect guy is creative, talented, affectionate, devoted, and loving. He is unique, and can see into the depths of your soul. With one kiss from your attentive artist, you know that you are destined to be with him forever. He is a lover of the arts, and enjoys using his talents to give you creative gifts like paintings, and songs written especially for you. Your perfect man is the kind of guy that women have affairs with in romance novels. How lucky are you that you get to have him all to yourself!

Ketika mawar abadi itu akan tetap cantik dan bercahaya sekalipun luruh sudah batang berdurinya, kenyataan tak ikut campur tangan lagi. Ajaib sebagaimana api dingin yang membakar Ibrahim dalam keberserahdirian totalnya. Mencoba, mengenal dan mengerti. Suatu saat kita akan melampaui proses dan menikmati hasilnya.

Boleh jadi ideku teramat marxis, tapi aku suka kesetaraan. Keadilan dan keseimbangan adalah nyata, dan kepercayaan akan Karma adalah salah satu bukti terkuatnya. Dominasi hanya akan melahirkan pasif dan aktif, tapi dalam kesetaraan, kita akan hebat dalam perang masing-masing. Kita bisa belajar bersama, menemukan bersama, menghadapi masalah bersama dan berhasil bersama. Akan ada jalan untuk itu dan aku percaya.


Thursday, November 07, 2013

Mendung tak Berarti Hujan



Guyes, mari bicara teologi~
Konsep ketuhanan buat anda sekalian itu apa? Buat saya, sampai sejauh ini masih sangat sederhana. Bahwa memang ada kuasa maha tinggi yang mengontrol segala mekanisme di dunia ini. Manusia dikelilingi rupa-rupa keterbatasan, dan hanya ada satu yang pantas membuat manusia tidak melupa untuk mengontrol kesombongannya, Tuhan itu sendiri. Jadi disanalah Dia, menggenggam kendali atas segalanya, menjaga setiap hal berada dalam batasnya, karena ketika satu hal saja sempurna, dunia ini tak lagi jadi dunia. Setiap hal di dunia ini partikuler, meski kerap kali digeneralisasi, itu hanya teori, atau mungkin memang hukum. Tapi dalam hukum sekredibel apapun, selalu ada celah yang sangat fleksibel bagi Kuasa Tuhan, celah itu yang mestinya membuat manusia sadar akan kedudukannya yang amat kecil.

Sekali lagi, celah itu membawa Tuhan menyentuhkan kuasa-Nya pada saya. Kemarin, Rabu. Cuaca disini sangat tak nyaman. Panas, tapi mendung tak kunjung pergi. Membuat angin semakin enggan muncul dan suhu semakin ganas. Saya memulai kuliah pukul satu siang di ruang multimedia, tepat serupa seperti Rabu-Rabu yang lain.

Post terakhir saya tulis tepat seminggu yang lalu. Di hari yang sama, hal yang ingin saya bahas saat ini pun sama. Setelah hampir seminggu bertahan dengan kekecewaan akan langkah mundur salah satu aspek dalam hidup saya, hari Rabu ini ia kembali mendekat. Di tengah hujan gerimis, mendung yang meraja, cerah bagi saya masih datang darinya. Membuat saya kemudian melupa akan kegamangan hari yang sudah sore kala itu, dan larut sekali lagi dalam kesenangan yang dengan sangat ringannya mengalir mengitari kami.

Saya selalu berprasangka baik soal ini, tapi tepat ketika saya mulai lelah untuk menduga-duga, ia datang dengan ajaibnya, kembali seperti sedia kala. Seperti perkiraan sekaligus harapan saya, pesawat kertas itu memang sudah lepas dari kodratinya sebagai hanya secarik kertas yang terlipat dan dilambungkan angin. Ia telah melampaui suatu titik dimana campur tangan hukum fisika masih berkuasa lalu berpegangan tangan dengan semesta. Pesawat itu tetap mengudara dalam keterbatasannya ketika ia sudah menyerahkan diri sepenuhnya. Ia siap untuk senang, maka Tuhan mengabulkannya.

Saya tak tahu, apakah ini Cakra Manggilingan, atau fluktuatifismenya Sorokin. Mungkin akan mundur lagi, lalu maju lagi, atau jalan ditempat yang berjarak, entahlah. Saya hanya bisa menduga, menggapai-gapai tak berdaya dari dimensi lain ke dimensi gelap didepannya, apa yang kita sebut bersama dengan masa depan. Tak usah berpikir sedemikian rumit, esok pagi pun masa depan. Saya, sebagaimana dirimu sepertinya, tak tahu apa yang akan terjadi. Tapi melangkahlah kedepan, dan bagilah sebagian dari duniamu. Atmosfer semacam ini, sungguh, berharga.




Hujan tak mampu menghancurkanmu, aku tahu karenanya kau bisa mengajarkanku ketegaran. Bagaimana mestinya kau demikian lihai bertahan dalam kesenangan ditengah dinamika dunia yang kadang kejam.

Pergipun aku akan menantimu kembali.