Trending Topics

.

.

Thursday, January 17, 2013

HETALIA SEASON 5: BE PREPARED!!!

Lama tak mendengar apdet dari Himaruya, dikira Hetalia bakal mati suri. Eeh, tapi ternyata beliau kemudian datang dengan sebuah kejutan besar, proyek baru yang bakalan rilis dalam hitungan hari dari sekarang

"January 28th 2013, 21:00"
*Mimpi apa lu nad, nad?! -_-*

HETALIA SEASON 5 WILL COME TRUE!!!



Dan sungguh-sungguh kabar baik buat para Hetafan, Hetalia season 5 hadir dengan banyak keistimewaan baru, diantaranya tentu soundtrack baru yang judulnya Mawaru Chikyuu Rondo dan grafis yang tampil dengan kejutan besar; SEMAKIN BAGUS!

oke, buat kalian yang penasaran dengan trailernya, ini dia...

France-nya lebih ganteng lho#bhuagghh

dan ini Soundtracknya yang nggak kalah koplak sama Marukaitte Chikyuu ataupun Hattafutte Parade~



Sekali lagi, mewakili Hetafan di seluruh dunia, I have to say so much thanks to Hidekazu Himaruya to bring out Hetalia Season 5 out from our dream. Thank you very much, and yeah, WE'LL BE PREPARED!!!

stop to
Keep Calm
and


BE PREPARED
for
HETALIA SEASON 5

Wednesday, January 09, 2013

Hikayat Negeri Seribu Pakem


Guyes, gimana kabarnya?
Terutama buat yang kelas tiga SMA kali, ya? Hahaha, tiga bulan lagi mau UN gimana rasanya? Gimana? Gimana? Gimana??? SMPTN daftar dimana? Masih gundah nggak sama jurusannya?!
>mewujudkan ambisi dan mengejar yang agak tinggi dengan resiko nantinya akan sedikit lebih memberatkan orang tua dan belum memiliki gambaran hidup sendiri yang jelas
>atau tetap berjalan bersama ambisi yang saya miliki sambil terus berusaha mewujudkannya di tempat yang lain, dengan hidup yang kurang lebihnya terjamin, tak perlu memberatkan orang tua dan berpeluang berkarier sambilan di masa-masa kuliah saya nantinya.


Kalo saya pribadi, ya… tak berbedalah dengan umumnya kalian. Saya bukan sumber daya manusia yang luar biasa juga, jadi ya… sebagaimana mayoritas, saya juga masih dihantui berbagai kegelisahan. Selain soal tuntutan belajar untuk berondongan berbagai ujian kedepannya, stamina yang harus selalu terjaga, juga mental, ini yang utama. Urusan mental buat individu semacam saya ini bukan hanya soal berondongan ujian yang akan sedemikian menyiksa waktu dan pikiran kedepannya, tapi juga soal rotasi hidup yang akan mulai berputar lebih cepat kedepannya. Yahh… dan saya akui itu cukup menyita pikiran saya dibanding masalah-masalah lain akhir-akhir ini.

Mungkin sebagian orang akan menggunakan blognya sebagai sebuah diary virtual yang dapat membebaskannya dari sekian banyak beban yang ia pendam diluar ini—kadang juga termasuk untuk urusan-urusan yang konteksnya personal dan agak frontal apabila di ke muka umumkan—, atau ada jugab yang memenuhi blognya dengan file yang bisa di download agar bisa berbagi file dan (umumnya) kesenangan sambil mendulang viewers agar dapat mendulang penghasilan dari sana, ada juga yang sekedar memuat informasi mengenai idola, sebatas untuk menambah teman dari ‘dunia’ yang sama, dan otomatis area fangirling-an. Yeah, begitu berupa-rupa fungsi blog ini di tangan setiap orang, tapi buat saya, saya lebih suka mendoktrinisasi *wakkakkak* ya, kalo ada yang baca dan terdoktrinisasi kemudian aja sih, sayangnya blog ini agak sepi haha. Ya, lagipula nggak sepenuhnya juga doktrin saya itu sesat kok, paling cuma agak melenceng dari norma dan nilai yang berlaku di masyarakat sedikit#apadah. Umumnya juga, selain soal doktrinisasi dan kesukaan saya juga soal karya-karya*bah* saya, dan tentunya daily chronicles yang panjangnya tak mengecewakan, dan bacalah, rasanya akan seperti membaca artikel di koran ><d#plakk

Tapi topic yang sedang hits di daily chronicles of Le jardin de rose akhir-akhir ini juga soal ini, soal future, atau yaa… masa depan dari sang tuan rumah disini ini. Pilihan yang saya temui akhir-akhir ini ada dua;
Juga soal prodi yang saya prioritaskan tentunya.

Masalah pertama, saya anak IPA, yeah, mau nggak mau saya adalah anak IPA, dan dari kedua prodi itu, baik yang prioritas maupun pilihan kedua, saya mengambil jurusan IPS berhubung dari awal saya memang nggak ada minat di IPA. Tapi takutnya hal semacam ini akan menghambat atau mempersulit prosesnya nantinya.

Masalah yang kedua, saya nggak muluk-muluk kok, saya cuma pengen masuk jurusan Ilmu Sejarah-UI, atau UGM lah. Tapi, kalian bisa lihat dong, it’s history. Setiap saya ketemu sama keluarga besar, ditanya nanti kuliah mau ngambil apa? Kalo saya bilang sejarah, pasti anggapan mereka serupa, tidak kurang dan tidak lebihnya selalu sebelah mata. Apa yang salah dari sejarah sebenarnya? Dari dulu banyak kan sejarawan yang berhasil berkontribusi besar bagi dunia dan mencatatkan namanya di lembaran prioritas peradaban-peradaban dunia yang pernah ada? Saya bahkan pernah dengar sebuah ungkapan yang menjelaskan bahwasanya para penguasa yang semena-mena, rezim yang diktator, atau pencetus perang yang ambisius takut pada sejarawan, karena merekalah yang akan merekonstruksi masa lalu untuk memprakirakan masa depan dan menghancurkan kekejian mereka. Jadi kenapa sekarang saya selalu ditanyai begini; Masuk sejarah? mau jadi apa? Jadi guru? GOD, guru bukan satu-satunya profesi di dunia ini kan? Meski ya, saya tahu prospeknya mungkin agak susah nantinya.

Apa yang membuat saya tertarik dengan sejarah adalah kecintaan saya terhadapnya yang sekiranya sudah ada sejak dulu. Saya suka menelusuri secara kronologis peristiwa masa lalu dan asal mula sesuatu hal untuk kemudian muncul dan memiliki eksistensi. Dan dapat dipastikan dari sekian banyak peristiwa itu, ada keterkaitan-keterkaitan antar satu dengan yang lain yang belum terterjemahkan, atau seperti tadi, bagaimana merekonstruksi masa lalu untuk memprakirakan masa depan, atau soal nostalgianya, dan juga mungkin peleburan unsur keilmuan dan pengetahuan sejarah dalam sebentuk karya sastra. Karena saya pikir dengan tidak hanya mempelajari bidang studi yang mengedepankan aspek keterampilan, saya bisa menguasai setidaknya satu disiplin ilmu lebih dari yang lain dan yang namanya ilmu selalu berguna ‘kan?

Selain itu sejarah juga tak terpaut terlalu jauh baik dari aspek kebudayaannya maupun aspek sosial-politiknya—dua hal yang jadi passion saya—. Dan kebanyakan sejarawan, atau orang-orang yang cukup punya kredibelitas mumpuni di bidang ini yang saya kenal selalu samasekali bukan orang yang membosankan. Mereka, kadang tak dihiraukan pun selalu punya passion dalam penuturan-penuturan mereka, sebuah pandangan yang idealis yang mungkin dibentuk akibat  berbagai peristiwa yang telah mereka teliti dan telusuri yang maisng masing dari itu membawa kesan-kesan tersendiri yang akhirnya membawa pandangan idealis tersebut merasuk pada diri mereka. Jujur saya suka orang-orang semacam itu, dan adalah sebuah kehormatan jikalau saya suatu saat nanti bisa menjadi salah satu dari mereka.

Akhir-akhir ini juga beberapa oknum teman sekelas saya menakut-nakuti saya, katanya hati-hati kalau bicara, nanti bisa kena karma. Saya selama ini memang saya akui kerap mengutuk apa yang namanya ilmu alam, tapi sejujurnya ini bukan tanpa alasan. Bukan saya mengeluh tanpa berusaha kok, saya sudah ikut les, belajar sebisanya, bahkan meski saya tak tahu sesungguhnya batas saya sampai dimana, saya pernah merasa belajar sampai saya ada pada satu titik dimana saya menyerah sampai disitu. Faktor ketidak sukaan mungkin yang jadi nomor satu, tapi faktor ketidak mampuan bahkan mengikuti di posisi sebelum nomor dua, menempel erat dengan yang pertama tadi sehingga mereka menciptakan kombinasi yang sedemikian ampuh untuk menghancurkan saya.

Yaah, saya hanya bisa berdoa semoga apa yang saya cita-citakan bisa untuk setidaknya terwujud meski tidak secara eksplisit. Semoga saja hal tersebut tak akan terjadi pada saya, cukup disini dan izinkan saya untuk kembali menikmati hidup, terutama di fase kehidupan saya yang kedepannya yang akan saya isi dengan rutinitas berkesinambungan selama bertahun-tahun. Amin.



Dan tolong, siapapun, biarkan dan restui saya jadi burung-burung yang terbang bebas di angkasa.

1-7-13

Wednesday, January 02, 2013

Review of 5 cm per Second: Love, Something Beautifully Disasterable



Saya akui saya cengeng, terhitung saya masih nangis tersedu-sedu di kesempatan menonton Titanic saya yang ke tiga kalinya, waktu ke Ambarawa kemaren saya nangis gara-gara museumnya tutup sepanjang jalan Ambarawa-Banyubiru, dan terakhir kalinya saya nangis di tahun 2012 adalah tanggal 31 kemaren, selepas nonton sebuah anime buah rampasan dari teman saya; 5cm per Second. Dan rasanya kadar kecengengan sebesar ini agak konyol untuk seorang berusia 16 tahun~

Awalnya saya sangsi soal anime ini, berhubung sebagian teman saya beranggapan tak terlalu positif terhadapnya. Ada yang bilang nggak seru lah, gagal bikin nangis lah, dan kecewa sama promosian orang yang katanya seru. Tapi saya belum akan percaya sebelum membuktikannya dengan mata saya, lagipula selera saya agak berbeda, siapa tahu ini justru harta karun buat saya, oasis ditengah gersang yang merasuki liburan saya. Dan ternyata bingo! Saya benar…!#prokprokprok.

Pertama, mungkin saya akan review dulu

Aduh, sejujurnya sulit untuk mulai review. Saya bingung harus mulai dari mana dulu. Padahal sebentar lagi masuk sekolah dan saya harus lebih efisien dalam menggunakan waktu liburan#plakk*apahubungannya?!* Baiklah, karena saya paling terkesan sama ceritanya, akan saya review yang satu itu terlebih dahulu.

1. Story

Sebagai seorang penikmat kisah-kisah romens, saya sangat mengagumi apa yang Makoto Shinkai persembahkan untuk para penggemarnya. Bisa jadi, dalam waktu dekat (setelah saya nonton Hoshi no Koe mungkin) beliau ini akan saya daulat jadi animator favorit saya. Sebelum nonton ini, saya nggak terlalu menggubris soal LDR (Long Distance Relationship). Selain soal pengetahuan saya yang minim soal hal tersebut, dan ketiadaan pengalaman yang demikian, mungkin juga karena saya belum pernah mencermati kisah soal LDR yang sekeren ini. Jadi kurang lebih saya sebelumnya tidak pernah mengerti LDR secara esensi, dan anime ini menerangkannya dengan baik, lengkap dengan makna-makna implisit lain di dalam sebuah LDR.

Anime ini cukup singkat dan memaksa saya untuk re-watch beberapa kali lagi karena belum puas. Durasinya hanya sekitar satu jam dan memaparkan tiga sub-judul, yakni:

  • Oukashou (Tohno Takaki's PoV)
  • Cosmonaut (Sumida Akane's PoV)
  • 5 cm per Second (Tohno Takaki's PoV)
Yang ketiganya memaparkan kisah seorang Tohno Takaki dan perjalanan cintanya. Sejak di sekolah dasar ia mengenal sosok Akari Shinohara, yang oleh takdir dipertemukan dengannya dan waktu kemudian menggiring mereka untuk menjalani hari demi hari bersama, menikmati pertemanan yang kemudian berhujung lebih dari itu; cinta pertama. Sekilas perasaan kita akan dipropagandai di segmen pertama ini bahwa cinta pertama mereka memang serius dan dalam. Sampai bertahan tanpa goyah untuk beberapa tahun meski terpaut untuk jarak cukup jauh. Hingga akhirnya jarak dan waktu juga yang menghancurkan mereka, menjauhkan mereka lebih dari sekedar secara konkrit, dan menghapus apa yang pernah ada perlahan, sampai sisanya tinggal kurang dari standarisasi terkecil sebuah eksistensi.

Kisah ini terus berlanjut dan di segmen kedua dipaparkan bagaimana untuk sebuah akhir yang belum jelas pun, untuk sebuah taruhan yang tak berpeluang pun, untuk sebuah ujung yang belum tentu mulus pun, banyak yang harus berkorban dan dikorbankan. Dalam hal ini, Sumida Akane orangnya. Kisah di segmen kedua ini dinaratori oleh seorang 'korban' dan akibatnya adalah sebuah penuturan yang dramatis, kadang agak egois, dan kental dengan pesimisasi. Segmen ini juga yang memancing emosi saya untuk bergelut lebih sengit, dan of course, cukup terenyuh.

Di segmen ketiga yang panjangnya tak seberapa dibanding yang pertama dan yang kedua, cerita ini akan resmi diakhiri dengan akhir yang menyayat hati. Persisnya silakan anda tonton sendiri, yang jelas, sedikit bocoran;

dua yang berdiri diantara sekat ruang dan waktu tak akan mampu berbuat banyak.


2. Graphic

Satu kata; Menawan.

Dan memang begitulah kenyataannya. Berkali-kali saya berpikir soal satu kata yang bisa mendeskripsikan ini dengan baik, dan nyatanya cukup sulit. Awalnya saya pikir 'keren', tapi kesannya kurang mendalam. Sedangkan 'menakjubkan' itu kurang sentimentil dan terlalu mengelukan. 'Cantik' tak cukup mewakili pluralisme keindahan yang tertuang didalamnya, dan akhirnya saya putuskan bahwa 'menawan' adalah kata yang tepat.

Saya memang sangat terkesan dengan ceritanya, tapi grafisnyalah yang membuat caya pertama kali jatuh cinta. Penggambaran stasiun (yang jadi mayoritas setting di anime ini) yang detail, langit yang penuh warna dan transparan, salju yang gemerlapan, dan pelukisan pemandangan kota yang 'jujur' yang mengingatkan saya pada Pixiv, menjadikan daya tarik awal nomer satu. Sekalinya jika jalan cerita anime ini tidak saya sukai pun saya mungkin akan tertarik untuk menontonnya karena kemenawanan ini. Akhir-akhir ini tak banyak anime yang bisa membuat saya jatuh cinta hanya dengan sekali tonton, anime yang saya gilai akhir-akhir ini masih Hetalia Axis Power, dan mari kita bandingkan seberapa berbedanya mereka berdua. Baik dari segi cerita maupun grafis. Yang satunya serius dan yang satunya tidak samasekali. Yang satunya sentimentil, dan yang satunya kritis. Namun apa daya, saya suka mereka berdua.

Anime yang pertama kali bikin saya nangis itu Honey Bee Hutch, dan ini yang kedua, prestasi sekali bukan? 5 cm per second memang adalah kombinasi yang luar biasa antara grafis dan cerita. Pembuatnya tahu betul bahwa untuk menyempurnakan cerita yang melibatkan emosi ini perlu latar yang mendukung, dan beliau berhasil mewujudkannya. Meski yang saya kecewa dari grafisnya justru soal penggambaran tokohnya. Tokohnya digambarkan dengan amat sederhana, baik dari segi fisik maupun penampilannya, dan kalau melihat latarnya yang sedemikian elok, ada kalanya saya pikir ini agak jomplang.


3. Soundtrack

Mau dikata apa, di saat pemutaran soundtrack sebagai ending inilah puncaknya saya nangis. "One More Time, One More Chance" yang didaulat jadi soundtrack memang sanggup mengangkat-banting emosi penontonnya. Lirik lagunya sangat mengena dan super duper match sama cerita animenya. Nadanya sederhana, tapi cukup mewujudkan koalisi yang pas dengan liriknya sehingga lagu ini bisa tersaji penuh, seimbang, tanpa ada yang dominan maupun resesif. Lagu ini nyatanya saya putar berulang kali, dan setiap memutarnya dada saya sesak lagi. Saya memang bukan seorang korban LDR, tapi sebagaimana film Titanic bisa membuat saya mendalami karakter Rose dan lantas nangis saat menontonnya, lagu ini juga sukses membuat saya semakin tersedot masuk ke cerita.

4. Efek

Efek dari nonton 5 cm per second adalah nangis. Yap, disertai dengan pergolakan batin dan kesengsaraan pikiran sejenak. Saya mendadak terhipnotis untuk merasakan rasanya ada di posisi Takaki dan itu cukup memilukan. Selain itu ada beberapa yang berhasil saya simpulkan.


Dari tontonan berdurasi satu jam itu, saya mempelajari hal baru lagi.


Bahwasanya memang seduktif yang biasa dijuluki cinta itu memiliki berjuta persepsi, definisi tanpa tepi, dan sungguh jauh dari konkritisasi dan konsistensi. Di saat tertentu ia bisa melambungkan, amat sangat tinggi, membuat kau merasa seolah pada posisi ternyaman yang akan selalu stagnan. Pada detik itu kau hanya akan dipenuhi mimpi dan bayangan-bayangan indah yang bisa saja hanya semu. Tak ada satupun hal yang menyedihkan karena luka-luka kecil pun malah akan jadi pemanis. Lalu setelahnya, saat kau sudah terlanjur candu ia akan berubah menuntut ketika kau tak mampu melakukan apapun, hingga perlahan menjahuh tanpa disadari dan yang tinggal hanya sisa-sisa harapan dan buaian kenangan yang sulit untuk terganti, membuat sedikitpun kita tak bisa melarikan diri, terperangkap dalam keadaan yang mengenaskan. Seperti menggapai oksigen dalam kehampaan, dan segalanya yang sedianya indah pun akan berubah menyakitkan.

Semua orang punya kecenderungan untuk jatuh cinta dan mencintai, terhadap siapapun yang hatinya pilih. Dan itu bukan hal yang salah. Jika ada yang bilang itu anugerah, maka dia benar. Tapi yang tak bilang demikian juga tak salah. Sudah kubilang bukan bahwasanya ia memang terlalu fleksibel untuk diterjemahkan? Tapi ketika satu yang terdalam telah membawamu masuk ke dunia yang baru, ia akan menarikmu kesana selamanya, membuatmu untuk memutuskan dalam satu detik saja; kau akan siap untuk bahagia atau tidak siap samasekali dan terpuruk selamanya. Yang terbiasa untuk hidup di tengah kerajaan langit yang megah tentu tak cukup bisa menikmati hidupnya di padang rumput hijau luas yang amat sederhana, dan begitulah cinta mempermainkan hidup seseorang. Jalan tengah yang kerap dipilih yakni melupa, mengingkari suara hati sendiri dan lebih memilih untuk terus berjalan. Hidup harus terus berlanjut, dan luka adalah cinderamata. Kadangkala ada yang harus mengalah, dan kali ini ia adalah cinta. Berlari maju, lambat dan mati rasa, entah untuk kali ini saja atau selamanya, tetapi berharap ini hanya sementara dan secepatnya akan ada cinta lain yang hadir untuknya.

Hal lain yang saya pelajari dari anime ini juga soal jarak.


Jarak dan waktu, demikian mereka akan menyatukan kekuatan untuk memisahkan, dan itu tak terelakkan. Nyatanya tembok penghalang yang mereka bangun masih yang terkuat hingga saat ini, tak ada manusia biasa yang mampu melampauinya. Jarak yang dekat, dan kontinuitas berbagai bentuk kontak akan menghasilkan keakraban. Keakraban akan memicu kepercayaan, lalu ia akan membawa konsistensi kemudian. Terus dan terus begitu sampai datang yang namanya kesetiaan. Jika ia dipupuk terus menerus, ia akan tumbuh menjadi pohon yang berbunga paling indah.

Namun adakalanya dua raga yang jiwanya tetap bertaut itu terpisah, namun jiwa tak akan tinggal jauh dari pemiliknya dalam waktu lama. Segera, dengan terpautnya jarak dan termakannya waktu oleh takdir yang kejam, mereka akan saling melepas lalu kembali membawa kesepian kepada pemiliknya. Kesepian yang tak bisa diobati hanya dengan surat atau foto, karena sesungguhnya kesepian itu adalah kesadaran bahwa jarak semu yang telah terpaut memang terlampau jauh, sangat diluar jangkauan dan tak tertempuh. Diiringi dengan berbagai aspek tadi yang memudar satu persatu sampai hilang sepenuhnya. Ia, madu manis yang pernah kau reguk itu hanya akan meninggalkan satu, kenangan yang membuat lubang besar di hatimu, memeras air matamu, dan menyesakkan dadamu, dengan amat sangat.

Omong kosong jika ada yang bicara dapat bertahan dari propaganda licik jarak dan waktu. 

Omong kosong.

***
"Kemarin aku bermimpi. Sebuah impian yang terjadi di waktu yang lalu. Dalam mimpi itu kita masih belum berusia 13 tahun. Kita berada di daerah luas yang tertutup salju, lampu-lampu rumah menyebar di kejauhan, pemandangan yang memesona. Kita berjalan di karpet salju tebal, tapi tidak meninggalkan jejak sedikitpun. Dan seperti itu, "Suatu hari, kita akan melihat bersama bunga Sakura mekar lagi". Kita berdua, tanpa ada keraguan sedikitpun. Itu yang kita pikir."

"Aku selalu mencari pecahan dirimu di suatu tempat. Di toko selama perjalanan, di sudut berita di koran, meskipun aku tahu kau tak akan ada di sana. Jika hidup kita bisa diulang, aku akan berada di sisimu setiap waktu. Aku tidak akan meminta apapun, tidak ada yang berarti kecuali dirimu."(One More Time, One More Chance)

***




sekali lagi,

dua yang berdiri diantara sekat ruang dan waktu tak akan mampu berbuat banyak.